2014 dalam goresan takdirNya

Teristimewa dalam 2014 adalah ketika Allah menakdirkan kamu mendekat dalam raga, bukan sekedar rasa. Awal 2014 adalah puncak dari segala rindu, tatap sendu pada sepi, sajak sajak resah menanti kabar yang tak pasti, dan tentunya lirih doa dalam pengharapan pada Ilahi. Kemudian, Allah menganugerahi kehadiranmu, menjadi kado terspesial bagi hati yang merindu. Aku masih ingat malam itu, malam yang terganggunya tidur pada jam 12 malam adalah menjadi hal yang rumit tergambar dalam rasa bahagia, membuncah, melengkingkan riak haru, dan kemudian rasa kita berhamburan dalam pelukan, yang kemudian disusul dengan tatap linglung rafa yang seolah berkata "ummi ada dua" hahahaha...
Rafa yang belum pernah menatap umma yang begitu mencintainya benar-benar linglung, kadang ada moment umminya tertukar :D, kalau rafa sudah bisa menulis, mungkin ia akan menulis suatu naskah yang berjudul "ummi yang tertukar" hehehe
Rafa mengira ummi adalah umma dan umma adalah ummi. Saat ummi rafa batuk parah, umma menggantikan ummimu untuk menemani rafa bobo, eh ternyata rafa mengira itu masih ummi yaaa. Ummi atau umma, percayalah, cinta yg kami miliki adalah sama.

Kemudian, rafa beserta ummi pulang lagi ke samarinda menyusul abi rafa yang selesai tugasnya, waktu itu sih umma melepas tanpa tangis, karena janji ummimu, bahwa akan ke Jakarta lagi saat idul fitri, yeyeyeye.. segala puji untuk Allah yang mengabulkan pinta dalam perjumpaan.

Tak terasa waktu perjumpaan hadir kembali,tapi yang berbeda, rafa kini sudah tahu mana ummi mana umma, sedih atau bahagia? Bahagia donk, karena kamu bisa mengenal umma dengan sosok umma yang asli tanpa kira-kira. Dari waktu ke waktu, ummi mu makin genduuuttt, tahu kan penyebabnya apa?
Selain karena ummimu doyan makan, ummi juga sedang mengandung dede p, yang suka rafa elus-elus sebelum, saat dan sesudah bobo sambil berucap "dedeeee". Dua bulan kemudian, dede nan cantik dan soleha terlahir dan akan menemani harihari kita bang, ih sekarang rafa punya panggilan baru, yaitu "abang". Akur-akur dengan dede ya sayang, meski umma tahu di awal kehadiran dede betapa sulit untukmu beradaptasi dengan hadirnya dede. Mungkin abang takut, perhatian dan cinta ummi akan terbagi, nyatanya? Tidak terbukti kan sayang? Kamu tetap mempesona dalam doa dan harapan. Jejak-jeka kebersamaan kita sudah umma tulis dalam catatan sebelumnya yaaa.

Huaaaa hingga perpisahan itu hadir lagi, padahal umma masih ingin mendengar celoteh mu yang semakin hari semakin bertambah kata-katanya. Tapi umma percaya, ini adalah bagian dari rahasia indahNya. Umma percaya, perpisahan kali ini akam berakhir dengan pertemuan lagi, benar kan sayang? Berjanjilah :)

Tapi, hari ini, di akhir 2014 umma mendapat kabar bahwa bang rafa harus di rawat di RS, karena sakitmu yang membuat lemah semalaman, untung ummi dan abi mu bertindak cepat hingga abang segera diobati ya..

Dengan kabar ini, sesak rasanya mendapati umma tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantu abang dan ummimu, tapi percayalah doa umma selalu hadir. Jakarta-samarinda selalu terlintasi dengan berbait-bait doa. Hingga membuat harapan terbesar dalam tahun 2015 adalah melihat kesembuhanmu yang menghadirkan ceria selalu. Sehat dalam berkahNya ya sayang umma.

Goresan takdir 2014 ini menjadi luar biasa karena ada kamu dil, dan tentu anak-anakmu. Berharap dalam gores takdir 2015 nanti, akan Allah goreskan takdir terbaik, untuk hidupku, hidupmu yang berarti hidup kita. Yang perlu kita ingat selalu bahwa..
Takdirku adalah membersamaimu, dan takdirmu adalah membersamaiku, dalam rasa, doa dan cinta.
Selamanya....

Getar suatu kata

Ada takdir yang mengantarkan kita di suatu pagi dalam peluk bahagia yang mungkin bukan kini, tapi percayalah sebentar lagi :)

Berkatalah ia dalam isak yang menyesak, bahwa rasa ini memang tak semestinya hinggap dalam hati para penerus Hawa. Kau tahu mengapa? Tersebab Allah memang menggariskan yang berbeda.

Untukmu dan untukku, adalah rasa yang pastinya tak melulu sama, meski kita berdampingan. Tapi tak apa, sebab jika kau percaya, Ia sudah mempersembahkan yang lebih mulia untukmu, lebih bahagia sesuai denganmu, dengan rasamu, dengan tatapmu, dan dengan pengharapanmu.

Dalam getar suatu kata, aku yakin kau mampu mengangkat tunduk tanpa dahaga, mengembang senyum tanpa terpaksa, dan menatap mesra tanpa kau duga, dengan doa.

Ya dengan doa, yang tersujud tersembahkan dalam waktu malam disepertiganya, mengiba dengan mesra, berlirih dengan manja, mengusap air mata, hingga Ia menyingkapkan bahagia yang tanpa terhijabi, teruntukmu suatu hari nanti.

Tegarlah, selayaknya hajar nan penuh baik sangka terhadap gores takdirNya, hanya berdua, berkeliling safa dan marwa dalam pencapaian ikhtiarnya.

Dan keajaiban suatu hari hadir dalam waktu yang tak kau sangka, selayaknya zamzam yang justru terpancar dari jemari lentik kaki bayi tak bernoda.

Percayalah...
Untuk bahagia yang telah tercipta...

Fitrah ketaatanku

Aku tak lagi tahu tentang rasa ini. Ketika aku utarakan pada sederet keyboard penyusun kata, tiba-tiba ia membeku, melemah dalam lunglai yang mengabaikan perintahku. Ingin ku ayunkan jemari perlahan-lahan agar rasa tak tumpah tercecer pada tempat yang tak semestinya. Ia, hanya pantas ku utarakan padaNya. Tentang suatu tanya yang memang tak semestinya.

Kini biarkan saja tanyaku, tanpa perlu mencari tahu pada sosok yang tak lagi malu-malu. Membiarkan prasangka terbalut oleh keacuhan. Ini caraku, dengan segenggam kata-kata yang tetap akan ku pertahankan hingga tak lagi melumuri sudut kelamku.

Aku, dalam penjagaan fitrahku.

Bolehkah aku menjadi sepertimu, mama??

Aku ingin menjadi sepertimu, dalam hari-hari usiaku, mencintai dalam sajak yang tak terdefinisikan oleh berjuta aksara, katamu tentang cinta. Cinta adalah tindakan, tindakan berbuat untuk bahagia kami, anak-anakmu.

Aku ingin menjadi sepertimu, yang sakit adalah rahasia, agar tak terasa pada buah cintanya. Tak mau menyusahkan, selalu itu yang kau gambarkan. Meski hidupmu terlalu susah karena kami.

Aku ingin menjadi sepertimu, yang mencintai dengan setia, seseorang yang membawamu dalam keabadian cinta, seseorang yang kau bangun cita masa depan bersamanya, seseorang yang dengannya kau membesarkan kami anakmu tercinta, seseorang yang sejak puluhan tahun lalu kami sapa dengan kata cinta, ayah, meski kini ia tiada.

Aku ingin menjadi sepertimu, dalam masa penantian 9 tahunmu, menanti dengan sabar yang setia serta harap yang hanya pada Ia dalam menanti buah cinta dari pernikahan yang barokah antara engkau dan dia. Hingga sabarmu berbuah bahagia, dalam tangis anak pertama dan empat tahun berikutnya anak kedua, hingga dua tahun berikutnya Allah beri engkau hadiah berupa 2 janin dalam rahimmu yang serupa,buah sabarmu mama.

Aku ingin menjadi sepertimu, yang syukur dan sabar bukan lagi tentang teori, tetapi menjadi teman setiamu dalam membesarkan kami. Hingga besarnya kami adalah buah yang dapat kau petik hingga kini dan semoga hingga nanti.

Aku ingin menjadi sepertimu, yang tiada keluh pada seorang hamba, satu pun tak ada, hanya kepada Ia kau curahkan rasa, disepertiga malam penuh cinta.

Aku ingin menjadi sepertimu, dalam bijaknya nasehat menjalani kejamnya dunia. Katamu "cukup Allah yang tahu, tidak dengan yang lainnya". Hingga ternampak tegar namun bermanja pada Rabb semesta.

Aku ingin menjadi sepertimu, menjadi tempat untuk sebagian manusia mencurahkan segala kecewa, memberikan cinta hingga mewujud suatu baik sangka, pada mereka yang tergores hatinya.

Aku ingin menjadi sepertimu, yang tiada menuntut balas meski kau berhak, atas segala peluh, atas segala keluh, atas segala rupiah yang kau keluarkan untuk empat anak. Katamu, cinta bukan tentang balas jasa, cinta adalah senyum yang menyeka air mata.

Aku ingin menjadi sepertimu, yang tak pernah menutup pintu maaf untuk segala duka yang tercipta karena kami yang tak memahami jiwa. Tercipta dari apakah hatimu ma?

Aku ingin menjadi sepertimu, dalam kerja-kerja rahasia untuk sebuah cita-cita mulia, hanya tercurah pada Ia yang mampu mengabulkan segala pinta.

Aku ingin menjadi sepertimu, yang begitu mesra dengan Pemilik Hidupmu, dalam tiap lima waktu, dhuha, bahkan malam panjangmu, malam yang kau upayakan untuk berjaga disepertiganya hingga subuh menjelang dalam lantunan syahdu ayat-ayat Al-qur'an..

Mama, percayalah, betapa aku ingin menjadi sepertimu, dalam cinta, dalam kerja, dalam upaya, dalam usaha. Meski kau tak menyetujuinya.

Aku ingin menjadi sepertimu, namun menurutmu, aku tak boleh menjadi sepertimu, katamu "menjadilah lebih baik dari mama, dengan meneladani ia, tauladan agama kita".

Dan kini, aku hanya ingin menjadi yang terbaik bagiNya dan bagimu, semoga surga untukmu mama dan ayahku...

Tentang Tanya

Suatu hari, saat tiba-tiba serentetan tanya menyapa keseharianmu, mengganggu tidurmu, merayapi pagimu, jawab apa yang kau hidangkan untuk menyapanya?
Tentang sebuah tanya yang mengisyaratkan kebermanfaatanmu.
Kau isi apa harimu?
Kau manfaatkan apa pagimu?
Kau hidupkan ataukah kau matikan malammu?

Tiba-tiba, langit seakan runtuh. Mengingat dan melihat amanah yang nyatanya masih terbentang begitu luas, amanah sebagai khalifah di bumiMu. Apa yang sudah kau perbuat?

Lalu, dengan apa kami menjawabnya duhai Ilahi?
Tentang maksiat yang menjadi suatu hal biasa...
Tentang remaja yang terlewatkan pembinaannya...
Tentang anak-anak yang teracuh usia emasnya...
Tentang orang tua yang terlewat dari santunnya kami..
Tentang....
Jika terurutkan satu persatu, betapa tugas kami masih banyak ya Ilahi.
Perkenankan kami hidup dengan rahmatMu agar sebuah tanya berbuah jawab yang pasti, dan tak lagi dengan tergugu menunggu teguranMu, Ilahi...


*Desember dengan tugas akhir tahun pendampingan psikologis*

rindu rasa baru

Dilaaaa betapa ih aku rindu, tapi kan kata kamu jangan sering-sering melampiaskan rindu, biar rindu semakin dirindu. Tahu gak apa yang bikin rindu? Kebiasaan-kebiasaan baru yang selama ini aku lewatin saat ada kamu, rafa dan raisya. Eh iya sebelumnya makasih ya, mengizinkan aku sejenak merasakan rasanya jadi ummi. Ummi yang bekerja dan ummi yang di rumah. Karena pengalaman itu, aku tau betapa beratnya menjadi "working mom" yang saat berangkat kerja disambut tatapan sendu rafa seolah-olah bilang "umma jangan pergi" huaaa membuat langkah aku berat deh, dan ketika pulang disambut dengan tawa renyah rafa sambil lompat-lompat karena senangnya umma pulang, plus kata-kata kamu yang bilang "nih raisya belum mau bobo, nungguin umma nya pulang, minta digendong nih raisya", bahagia ih seakan lelah langsung mengembara, kabur dari tubuh. 

Merasakan jd fulltime mother juga saat liburan, menikmati waktu-waktu berkualitas untuk rafa dan raisya, jalan bareng, nyanyi bareng, eksplorasi bareng, yang membuat aku betaaahhh banget ada di rumah.
Makasih ya, huhuhuhu nangis deh aku..

Enggak denk, aku kan sekarang mencoba rindu rasa baru, hohoho, rindu yang gak pake nangis. Bukan karena sudah terbiasa atau sudah gak rindu lagi, ih aku mah rindunya gak ilang-ilang.

Seperti yang sering aku sampaikan, perpisahan denganmu, lagi dan lagi adalah ujian yang paling berat selama hidup aku, lebih berat dibanding gagal taaruf berkali-kali *eh ngapa dibahas* hehe. Sungguh deh. 


Makanya, aku menangkap suatu kesimpulan bahwa Allah memberi ujian dititik terlemahnya kita, dititik yang terberat bagi kita. Berkali-kali kan Allah uji aku dengan kepergian kamu, makanya aku gak mau untuk ke depannya Allah uji kita lg dengan kesedihan karena perpisahan, doain aku ya biar kuat menghadapi ujian ini. Dah sekarang mah prinsip aku, perpisahan itu akan berakhir dengan sebuah pertemuan, makanya itu yang bikin aku semangat menjalani hidup dengan rindu yang tak sendu.


Meski awalnya berat, bayangin aja ih, saat ngepel rumah yang diinget celoteh rafa "umma licin", saat makan mangga yang terdengar ceriwisnya rafa "mau mau mau mauuuuuu", celoteh ini yang bikin aku gak semangat lagi makan mangga, aku sadari manisnya mangga ternyata terletak dimanisnya senyum rafa saat makan mangga. Terus saat liat kuda yang lewat inget rafa juga "kuda bauu" ah sekarang serba rafa deh pokoknya. Terus ngeliat barang-barang bayi inget raisya, liat bayi gembul yang diinget raisya. Huah susyah deh pokoknya.

Kini setelah kepergian kamu, aku beradaptasi lagi deh dengan sunyi rumah ini. Salah satunya cara yang ngobatin rindu ya cuma nelpon, sampe paket nelpon 250 menit yang untuk setahun jadi habis dalam 2 minggu.
Kalau dulu, saat rindu sama kamu, aku langsung lampiaskan dengan tulisan, terus aku share deh ke kamu. Sekarang aku belajar, bahwa cara itu malah membuat aku semakin melemah, dan rindu jadi tak dirindu. Maka ketika rindu sudah terlalu menusuk, aku memilih berdoa, menangis saat solat sambil minta sama Allah agar membuat kita dekat lagi, dalam raga yang bukan hanya rasa, karena yang aku tahu, cuma Allah yang bisa mengabulkan pinta, meski kamu punya rencana tinggal selamanya di sana :( *aku sedih* semoga itu gak terjadi.


Sekali lagi makasih ya, sudah mengizinkan aku menjalani sebaik-baiknya peran menjadi seorang ummi, kini doakan aku untuk sukses juga menjalani sebaik-baiknya peran menjadi seorang anak, anak yang tidak menyulitkan mama, anak yang berupaya untuk membalas kebaikan mama meski tak mungkin terbalas, huhuhuhu. Anak yang berupaya untuk membahagiakan mama dimasa tuanya, doain yak.

Bye dila, selamat menjalani peran menjadi istri dan ummi di belahan bumi bagian sana. Aku merindukanmu, dan tak pernah hilang rindu itu.

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © / Mendidik Mencintai

Template by : Urang-kurai / powered by :blogger