Bismillahirrahmanirrohim..
Resume pertemuan pekanan SAHAJA, 27 September 2015
Islamic parenting
Oleh: ust Bendri Jaisyurrahman
('Āli `Imrān):33 - Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga 'Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing).
Mengapa pada nabi Adam dan nabi Nuh tidak diawali oleh kata 'keluarga' seperti nabi Ibrahim dan Imron? sebab untuk menjadi keluarga terbaik harus memiliki 3 syarat:
1. Pasangan yang baik. Itulah mengapa diperintahkan mencari pasangan yang baik, sebab memilih pasangan adalah tanggung jawab pengasuhan yang pertama.
2. Anak yang baik
3. Cucu yang baik
Namun Allah tetap menjadikan nabi Adam dan nabi Nuh sebagai pilihan melebihi segala umat karena beberapa sebab.
A. Nabi Adam
Mengapa Allah memilih Adam
1. Diciptakan langsung oleh Allah
2. Diajarkan langsung oleh Allah
3. Malaikat diperintahkan untuk sujud sebagai tanda penghormatan kepada nabi Adam
4. Adam cepat mengevaluasi diri ketika terjadi kesalahan terhadap keluarganya.
(Al-'A`rāf):23 - Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.
Kisah ini memberikan hikmah kepada kita sebagai orang tua, murobbi, pendidik bahwa ketika ada kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh anak dan atau siswa kita, hal pertama yang mesti dilakukan adalah mengevaluasi diri, menginsyafi dosa-dosa yang dilakukan, dan kemudian memohon ampun pada Allah sebagaimana nabi Adam memohon ampun atas kesalahannya. Hingga Allah tetap memuliakan nabi Adam dari makhluk lainnya sebab taubatnya.
Bercermin dari penciptaan Hawa. Ketika nabi Adam terbangun dan didapati Hawa di sisi, adam bertanya pada Hawa.
"Untuk apa kamu diciptakan?"
"Untuk menciptakan ketentraman(sakinah) bagimu".
Hal ini menandakan bahwa fitrah diciptakan seorang wanita adalah untuk memberikan ketentraman bagi keluarganya, sedangkan fitrah diciptakannya Adam (laki-laki) adalah sebagai khalifah. Maka 'merumahkan' anak laki-laki adalah kedzoliman pertama yang dilakukan orang tua, sebab fitrah laki-laki adalah berkelana. Sedangkan fitrah seorang wanita adalah di rumah, untuk memberikan ketentraman bagi suami dan anak. Kerusakan rumah tangga bermula dari pola keluarga yang salah. Saat suami menjalankan tugasnya sebagai khalifah(bekerja), kemudian pulang untuk mendapati ketentraman dari istri, tetapi istri belum pulang, yang didapati malah ART, saat istri pulang kerja namun sudah tak mampu memberikan ketentraman disebabkan lelah bekerja. Jika memang istri terpaksa harus bekerja pula, maka pastikan bahwa istri sudah harus di rumah ketika suami pulang menjalankan tugasnya, agar ketentraman didapatkan bagi keluarga.
Poin-poin tersebut yang menjadikan nabi Adam menjadi pelopor keluarga surga.
B. Nabi Nuh
Mengapa Allah memilih nabi Nuh
1. Rosul pertama, mengajak ummat kembali kepada tauhid atas penyimpangaan yang mereka lakukan (Nuh: 23).
2. Meski Nuh tidak dikaruniai istri dan anak yang baik, namun Allah tetap memilih Nuh sebab kegigihannya mengajak kaum(termasuk anak dan istri) kepada kebaikan.
Tercatat hingga 950 tahun usia dakwah nabi Nuh. Memberikan hikmah agar menjadi orang tua yang gigih dalam mensholehkan anaknya. Untuk hidayah, adalah hak Allah sebab Allah adalah pemilik otoritas hidayah. Maka jangan putus asa jika diantara kita memiliki anak yang terkesan belum sholeh, tetaplah gigih mengajaknya kepada kebaikan-kebaikan sebagaiman yang dilakukan nabi Nuh terhadap ummat dan juga istri serta anak-anaknya. Sebab ciri Islamic parenting adalah melihat proses, bukan hasil. Dan Allah melihat proses kita dalam mendidik anak, bukan hasil.
C. Keluarga Ibrahim dan
D. Keluarga Imron
Terdapat beberapa perbedaan antara keluarga Ibrahim dengan keluarga Imron, meski begitu, Allah mencatat dua keluarga tersebut menjadi keliarga terbaik diantara ummatnya. Perbedaan-perbedaanny adalah;
1. Ibrahim keluarga nabi, Imron bukan keluarga nabi
2. Ibrahim melakukan poligami, Imron monogami.
Hal ini menandakan bahwa mulianya keluarga bukan dinilai dari status pernikahan suami, monogami atau poligami, kedua-duanya bisa menjadi yang terbaik jika dilandasi dengan iman dan meneladani bagaimana Ibrahim atau Imron serta para nabi lainnya dalam berkeluarga.
3. Pola pengasuhan yang dilakukan Ibrahim adalah full parent, Ibrahim dan istrinya sama-sama terlibat dalam pengasuhan. Sedangkan Imron, hanya istri yang terlibat pengasuhan sebab Imron sudah meninggal.
4. Ibrahim beserta keluarganya sering berpindah-pindah tempat, sedangkan Imron hanya di satu tempat.
5. Ibrahim memiliki banyak anak, sedangkan Imron hanya memiliki satu anak.
6. Ibrahim dianugerahi anak laki-laki, sedangkan Imron dianugerahi anak perempuan.
Hal ini menandakan bahwa tiap anak bisa menjadi jalan surga bagi kedua orang tua, baik laki-laki ataupun perempuan. Asalkan pengasuhan sesuai dengan apa yang Allah perintahkan.
Bagaimana mendidik anak agar patuh pada orang tua dan mendengarkan pesan orang tua sebagaimana yang dilakukan oleh para nabi kepada anaknya?
1. Sholat malam
2. Membaca Alqur'an
Baca dan renungi surat Al-Muzammil. Sebelum menyampaikan perkataan-perkataan yang berat, orang tua, murobbi atau pendidik wajib mengisi ruhiyah dengan sholat malam dan membaca alqur'an. Dua hal inilah yang menjadikan perkataan-perkataan kita memiliki isi dan mampu mempengaruhi orang yang mendengar sebagaimana Rosulullah dengan kaumnya.
Mari mensholehkan diri untuk menjadi orang tua yang diamanahkan mensholehkan anak.
(Bersambung dipertemuan berikutnya, insyaa Allah)
Notulis:
-Aldiles Delta Asmara-
Jika tiap kata memiliki definisi, maka aku tak mampu mendefinisikannya. Deret kata menjelma dalam rupa misterius bagi diri yang memaknainya.
Ia semakna rindu namun terlihat butuh. Rindu? Atau butuh? Dua kata yang bahkan memiliki definisi berbeda, namun terjalin dalam masa yang sama.
Membisiki penuh rayu, berucap sedikit bisu, mengeja rentetan huruf menjadi kata baku.
A.K.U.R.I.N.D.U
X: Hah? DUSTA!!!
Bukan rindu namanya jika memaksa hadirnya.
Y: Hei kau siapa? Apakah rindu berubah makna teriring permintaan hadirnya? Mana definisi yang kau buat? Bukankah menurutmu rindu adalah keinginan yang teramat kuat tentang sesuatu? Maka, adakah salah jika tampak memaksa?
Bukankah sebab butuh maka rindu bergelayut?
Hmmm, omong-omong tentang rindu dan butuh, sudahkah kau guyuri saja dalam kiblat dan ratap penghambaanmu? Sebab Ia, tak pernah menolak definisi yang kau buat sendiri dalam pemaknaannya. Adalah rindu? Atau butuh?
Ia Maha Tahu, pun tentang siapa dan atau apa rindu dan butuh itu. Tanpa mendesakmu.
-Aldiles Delta Asmara-
Kisah mengajar petang tadi.
Agak kasihan dan ngenes-ngenes gimana gitu liat dedek-dedek SMA lemes banget karena kecapean sekolah. Pas tadi ngajar dia, ya ampun, guru mana yang tega liat tampilan dia? Mata panda dengan bola mata memerah seperti disisa-sisa tenaga buat dia. Alasannya? Capek, bangun sebelum subuh, belajar, berangkat bakda subuh, pulang sekolah langsung bimbel. Sekarang banyak ya siswa yang bagai mengeluarkan segala daya untuk sekolah, sekolah, dan sekolah. Pernah ngadepin konseling siswa 12 SMA yang cerita sambil nangis gemeteran karena udah eneg banget sama beban-beban belajar sekolah. Segitu beratnya kah dek?
Ah dek, kakak cuma mau bilang, semoga kelelahan kamu, rasa eneg kamu, mata sendu kamu, kelak menjadi saksi bahwa kamu benar-benar berjuang demi menjalani perintah Allah untuk menuntut ilmu. Semoga kelak menjadi penunjuk jalan akan surga yang tiada mencipta lelah, tiada kejenuhan, dan tiada kesedihan. Jika niat lelahmu karena Allah. Semoga menjadi cahaya bagi iman yang meletup kuat bahwa Allah tak kan menguji di luar kapasitas otakmu, hingga kemudian berkah ilmu kau rasakan di setiap sendi hidup bahkan matimu.
Semoga ya, sekali lagi jika kamu ikhlas :)
-Aldiles Delta Asmara-
Sebab mendidik itu mengamati, mencintai, kemudian mendoakan. 220915
Pernah ada suatu waktu saat duduk bersisian adalah bukan mimpi
Berbincang hangat dalam letupan saling memahami
Bersandar pada sandaran kursi menghirup nikmatnya pagi.
Kita pernah berjumpa, dalam skenario yang Maha Sempurna untuk kita miliki
Meski tiada pernah saling mengenali
Tiada pernah saling peduli
Namun takdirNya membuat kita saling memahami
Bahwa bersamamu, surga seakan tinggal beberapa senti
"Siapa bilang nikah itu enak?" Nasehat mama siang tadi saat sebelum saya berangkat kerja.
Hei kamu jangan mengira bahwa kalimat berikutnya yang keluar dari mama adalah "nikah itu bukan enak, tapi enak banget" macam pengantin baru yang memamerkan kebahagiaan di sosial media. Bukan itu. Dan juga kamu jangan mengira bahwa pernikahan mama dengan almarhum ayah adalah tidak bahagia hingga terlontar kata tersebut. Sangat teramat bahagia, saya saksinya.
"Dalam menikah, yang ada bukan hanya enaknya, mengurus anak, anak nangis, bikinin makanan, beresin rumah, saat anak semakin gede, belajar jalan, kejar-kejar dia saat udah bisa jalan, apalagi kalau anak lebih dari satu, kebayang kan repotnya?"
"Susah, kalau ga ada kerja sama sama suami, susah kalo gak disabarin, susah kalo gak punya ilmunya."
Garis bawahi, nyalakan capslock; ILMU.
Iya ilmu, menjalankan pernikahan itu bagai berjalan menuju surga jika benar arahnya, dan menuju neraka jika keliru dan seenaknya saja.
"Harus sering tanya, sering cerita, tentang masa kecil kita sama suami, masa kecil suami juga kita harus tau. Mama meskipun kenal ayah cuma setelah nikah, mama tau cerita masa kecil ayah, ayah tau cerita kerasnya hidup mama karena jadi perempuan satu-satunya di rumah sebelum adek perempuan mama lahir" Lanjut mama.
"Gimana kalau pas ditanya dia ga mau cerita? Diam aja". Tanya ku padanya.
"Gak apa, dari situ mestinya Diles sudah mulai belajar memahami, mungkin dulu dia diasuh dengan diam, ga banyak cerita dan bicara. Dan kita sebagai istrinya harus tetap menyertai apapun keadaan suami" Jawab mama lengkap.
*kuliah pernikahan yang tak pernah selesai dari mama*
Kisah mengajar petang kemarin.
Slah satu siswi kelas 5 menjadi perhatian serius bagi saya, karena diusia yang sekitar 10 tahun, gayanya masih seperti anak-anak. Bukan hanya gaya, cara bicaranya pun seperti anak-anak. Balita maksud saya. Saat dia bicara, sangat saya tegaskan agar bisa bicara dengan jelas; "Maaf ya, kakak ga paham kalau bicara kamu seperti itu, kamu bisa bicara yang jelas kan?"
Berulang kali, dengan sedikit dzon mungkin anak ini dibiarkan bicara seperti balita di rumah. Kesoktahuan saya yang benar-benar berlebihan.
Petang kemarin, adalah kali ketiga saya mengajar di kelasnya. Kelas yang hanya berjumlah 3 anak. Seperti biasa, siswi yang saya maksud di atas tetap menjadi perhatian utama, niat saya betul-betul agar dia bisa bicara lebih baik. Pembahasan kemarin bertema 'Menjadi Anak yang Bersyukur' kemudian saya memberi contoh nikmat-nikmat yang Allah beri, semisal nikmat melihat, nikmat menghirup udara, nikmat mendengar, dan lain-lain. Memberi contoh juga dengan saudara-saudara yang Allah uji karena tidak mendapat nikmat tersebut dengan sempurna. Tiba-tiba siswi lainnya bilang "kaya dia kak, pakai alat bantu dengar."
Deg, jadi selama ini dia pakai alat bantu dengar, pantas setiap belajar dia selalu berdiri ingin dekat dengan saya, alasannya cuma satu dan baru dia bilang kemarin saat dia mengulangi untuk berdiri dekat saya. "Saya kurang dengar kak".
Saya mulai bertanya-tanya langsung pada siswi tersebut. Bahwa ternyata dia sudah mengenakannya sejak kelas 1 SD, dan sebelum itu dia sama sekali tidak mendengar. Yang saya tahu, kemampuan bicara erat kaitannya dengan pendengaran, mungkin dia baru lancar berbicara sekitar usia tersebut, antara sebelum atau sesudah mengenakan alat bantu. Wajar jika diusianya masih belum tertata rapi.
Sesal, kenapa saya baru tahu dan tak memahaminya dari awal. Meski bersyukur telah mengetahui keadaannya dipertemuan ketiga ini. Kini, saat dia mulai berbicara yang seperti biasa kurang dipahami, saya membenarkan dengan rasa yang berbeda. Dan pembelajaran pun berlanjut. Pertanyaan terakhir dari saya untuk semua anak sebagai kata penutup pembelajaran hari ini.
"Nikmat Allah yang mana yang paling kamu syukuri?"
Yang lain menjawab standar, sedang dia, siswi tersebut bilang "nikmat ketika saya masih mau bersyukur".
Serasa ditampar, serasa dinasehati oleh dia. Bukankah masih mau bersyukur adalah nikmat yang berlapis-lapis? Terima kasih sayang, dan maaf, selama ini telah berpandangan buruk terhadapmu. Terima kasih telah melipat-lipatkan kesyukuran terhadap kami. Semoga Allah mencintaimu dengan nikmat yang tumpang tindih.
-Aldiles Delta Asmara- Sebab mengajar adalah belajar
Ayolah..
Kamu jangan mendefinisikan bahagia sesukamu..
Dengan kriteriamu..
Dengan ukuran hidupmu..
Kamu pikir dia tidak punya definisi lain tentang bahagia?
Ada..
Meski berbeda dengan definisimu.
Hei kau, ingin membahagiakannya?
Ikuti definisi bahagia dari ia yang ingin kau bahagiakan, bukan memaksakan definisimu untuk diterima olehnya.
Ah kau, berjanji membahagiakannya tapi tak mengikuti definisinya.
Bagaimana sekarang? Gelisah lagi bukan?
Sudahlah, belajar, dan cobalah mengikuti alur definisinya.
Toh definisi bahagia dirinya tak bertentangan dengan segala syariatNya.
Maka, maukah kau membahagiakannya?
Agar hilang segala resah, agar menguap segala gelisah, dan sambutlah bahagia yang berkesesuaian antara dirimu dengan dirinya..
Wahai, diri...
-Aldiles Delta Asmara-
Nyamuk..
Bisakah kau bertukar posisi pada hujan?
Yang sudah lebih dari satu bulan ini tak tampak
Maafkan
Karena aku lebih suka dikeroyok hujan dibanding dikeroyok olehmu, nyamuk.
Karena aku selalu merindukan hujan, tapi tak pernah merindukanmu, nyamuk.
Duh astaghfirullah, ampuni aku Robb
Maafkan aku muk, meminta sesuatu yang bukan bagian dari tugasmu.
Meminta sesuatu yang bahkan terbaca mengkufuri nikmatNya.
Meminta sesuatu yang aku yakin kamu tak sanggup menjalaninya.
Yaudah, doain aku aja supaya kuat ya muk, nyamuk.
-Aldiles Delta Asmara-
Yang lagi nabok2 dalam makna sesungguhnya -_-
Bertuturlah cinta dalam keagungan janji-janji pertanggungjawaban yang sungguh berat. Berat yang tak hanya bagi penerus Adam, namun juga penerus Hawa. Ia berupa pengabdian dalam pagi, siang, petang, dan malam. Membisik kata-kata taat, bersembunyi dari godaan para penggoda, berlindung pada Ia, Sang Maha Cinta.
Duhai Saudari yang ku cintai karena Allah, diiringi doa syahdu dari jauh untuk keberkahan pernikahanmu, aku pun kembali mengingat kisah persaudaraan kita.
Memilikimu adalah cuaca,
Pada terik dalam semangat sorot mata kecil milikmu.
Pada mendung dalam rona murung wajah mungilmu.
Pada hujan yang melimpahruahkan nikmat dalam kebaikan-kebaikan akhlakmu.
Bersaudari adalah menguasai cuaca, membersamai asa, menyertai suka duka. Mengobati dengan cinta segala kecewa. Dan bayang-bayang kebersamaan kita kembali hadir dalam bentuk rupa kenangan. Mengiringinya dengan desah tasbih berwujud syukur atas bersaudarinya kita, aku dan kau, bersama.
Kita sudah saling menggenap sebelum hari ini kau menggenap bersamanya. Kita sudah saling menggenap, menyempurnakan deret puzzle atas tiap kisah hidup kita. Kita sudah saling menggenap.
Maka ketika menggenapmu kini bersamanya, tetaplah membawa kepingan puzzle persaudaraan kita agar persaudaraan kita tak kembali ganjil seperti ketika kita belum saling mengenal.
Tetaplah membawa kabar-kabar bahagia, tetaplah membawa eratnya persaudaraan kita, tetaplah membawa doa-doa kebersamaan kita yang telah telanjur mengangkasa.
Tetaplah membawanya, dengan tanpa meninggalkan kesedihan untuk kami di Jakarta. Tetaplah membawanya menuju miniatur surgamu di sana. Tetaplah membawanya, hingga dalam bahagiamu tetap ada kisah kebersamaan kita.
Dan, kabarkan segala bahagia bagi kami yang kini tak lagi mampu membersamai dalam jumpa canda tawa.
*ditulis dengan sedih-sedih bahagia karena kamu harus pergi bahkan sehari setelah menggenap, bahagia-bahagia sedih karena perjuanganmu menggenap akhirnya berakhir sudah.
Barokallahulaka wabaroka 'alaika wajama'a bainakumaa fii khoir untuk Afri Wulandari dan Suami.
-saudarimu terkasih Aldiles Delta Asmara-
6 September 2015
"Hah gara-gara nabi Adam nih kita jadi turun dari surga. Sebel sama nabi Adam, gara-gara dia, gara-gara kesalahan dia." Ucap seorang remaja dengan kemarahan yang entah karena apa.
"Sini yuk kita ngobrol bahas nabi Adam, biar ga kesel sama nabi Adam."
Terbentuklah lingkaran kecil saat di luar sana terdengar dangdutan. *misi penyelamatan remaja di tengah acara keluarga besar*
"Nabi Adam memang pernah melakukan suatu dosa, tapi kemudian dia taubat dengan sebenar-benarnya, dan dia amat menyesal, sampai kemudian Allah tetap memasukkan nabi Adam ke dalam surga."
"Yaaaa tapi kan kak... eh kak aku ngefans banget deh sama Ayu tingting, iihhh sebel banget kalo ngeliat dia dihina, masa ya kak dia dihina...."
"Iyaaa, kakak juga sebel kalo ada yang menghina nabi Adam lohhh".
"Aaaaaa kakak maaahhh, iya ya kaaaaakkk, huaaa aku berdosaaaa."
Ngobrol sama remaja selalu asik, remaja yang tidak pernah puas dengan hukum 'benar salah, dosa pahala' sampai akhirnya banyak pertanyaan. Semoga lingkungan sekitarnya bisa kasih penjelasan terhadap pertanyaan-pertanyaan para remaja yang kadang selalu nyari pembenaran atas tiap kesalahan yang dilakukan. Semoga kita yang mengelilingi para remaja masih semangat menuntut ilmu agar bisa menjawab pertanyaan mereka. Karena semakin lama pertanyaan mereka makin susah ya Allah :(
Ya Allah mohon lindungi para remaja, pemuda-pemudi Muslim, agar selamat dan menyelamatkan.
Ya Allah gerakkan para remaja bertanya pada orang yang benar dalam jawab, bukan pada media apalagi artis yang ditirunya.
Ya Allah jadikan orang dewasa yang mereka jadikan sumber pertanyaan sabar dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka.
"Uuughhh aku masih banyak pertanyaaan, kenapa Islam terlalu rumiiitt. "
Mohon ya Allah..
-Aldiles Delta Asmara-
*catatan silaturrahim keluarga-
Siang menuju gelap
Harap
Cemas
Berontak
Siang menuju gelap
Tenang
Senyum
Makin tenang
Siang menuju gelap
Bertanya-tanya
Hilang harapan
Pasrah
Siang menuju gelap
Menyalahkan
Berandai-andai
Habis tenaga
Siang menuju gelap
Doa
Doa
Menenangkan
Siang menuju gelap
Matahari
Bulan
Menuju gemintang
Siang menuju gelap
Tak lelahkah kau durhakai Robbmu???
-Aldiles Delta Asmara-