Filosofi Perjalanan

Filosofi Perjalanan bag. 1 (bag.2 Insyaa Allah ditulis oleh mas Syahid)


(Al-Fātiĥah):6 - Tunjukilah kami jalan yang lurus.

Kita pernah berjalan membelah bumi dengan harap-harap cemas akan sebuah ujung dari suatu lelah perjalanan. Hingga membuat kita berhati-hati dalam melanjutkan langkah, mengikuti perputaran roda, meresapi embusan dari rintik sisa hujan tadi siang.

Kita pernah tertawa renyah dalam menempuh ratusan kilo perjalanan kebahagiaan. Mendendangkan luap syukur, memuntahkan senyum yang tak pernah kabur. Hingga perjalanan mulus kadang membuat kita merasa spesial, terombang-ambing dalam keangkuhan. Tersungkur dalam kepayahan menahan rasa kesyukuran.

Maka ya Robb, tunjuki kepada kami jalan lurusMu, meski dengan uji bebatuan, kepayaha  dan kesabaran dalam melewatinya.

***
Suatu hari dalam perjalanan yang mulus, tanpa bebatuan, tanpa kemacetan, tanpa kepanasan, serta cuaca syahdu mendung gerimis menemani perjalanan bermotoran adalah kombinasi yang pas untuk sebuah ujian perjalanan. Ujian terberat dalam perjalanan sebenarnya bukan ketika macet, jalan yang buruk, atau diburu oleh ribuan rintik hujan, tapi ketika jalan yang mulus seperti yang digambarkan di atas dan kita kehilangan konsentrasi sebagai tanda kesyukuran. Maka terbitlah kantuk yang tak tertahan sebagai tanda kelengahan. Kita goyah, pegangan kita mulai melemah, kepatuhan kita tak tahu arah.

Bagai kisah di kehidupan yang nyata dalam kelimpahan nikmat yang abai tersyukuri. Semakin banyak nikmat, semakin mudah kehidupan, semakin mulusnya pencapaian seringnya membuat kita terlena. Terbuai pada keindahan, hingga perlahan melepas kesyukuran. Lengah terhadap segala godaan, kemudian iman berguncang.

Semoga keimanan kita tak sampai hati mengizinkan syukur itu pergi dengan goncangan-goncangan kenikmatan yang luput untuk disyukuri. Maka iman pun perlu diuji.

Cara terbaik menghilangkan ‘kantuk’ saat perjalanan adalah dengan sedikit melewati ujian kesabaran, jalan rusak misalnya, atau kemacetan yang padat, atau serbuan rintik hujan. Agar kita sadar, agar yang melenakan segera pergi dan fokus melanjutkan perjalanan kembali. Tidak lupa disertai zikir dalam hati agar ingat pada Ilahi. Karenanya jangan kau merutuki ujian-ujian kesabaran yang ada di depanmu, sebab ia bisa jadi penolong dalam kelengahan di perjalananmu. 

Begitu pula pada kenyataan hidup kita, cobaan yang Allah beri adalah bentuk RahmanNya agar kita tak terpeleset karena kantuk, tak jatuh karena perpaduan nikmat namun terlepasnya kesyukuran. Allah Maha Baik, maka bersyukurlah saat Allah memberimu ujian kesabaran dalam perjalanan ini, sebab ujian adalah penjagaan kesadaran, bagi kita, manusia yang mudah terlena. Allah Maha Baik, menunjukkan jalan yang lurus dengan caraNya. Jalan yang lurus menuju surgaNya. Mari syukuri dan sabari tiap kondisi perjalanan hidup kita, agar surga seakan tinggal beberapa senti jaraknya.

Setelah ini kita akan menempuh perjalanan jauh, maka mari siapkan bekal, agar sampai dengan keselamatan menuju akhirat.


Aldiles Delta Asmara
-Kala berjalan tanpamu-

Aku takdirmu



Mengapa pada akhirnya menerima?

Ada sebuah tanya yang bergelayut di hati orang kebanyakan terkait keputusanku, beberapa pekan sebelum menjadi satu denganmu. Dan entah mengapa, firasatku kau pun ingin mengetahui jawabannya.

Begini, beberapa bulan bahkan beberapa tahun sebelum kau hadir, orang-orang terdekatku yang teramat baik dan peduli menanyakan dengan serius terkait kriteria dari seseorang yang ingin aku menjadi satu dengannya, dulu aku belum tahu siapa. Aku menjawab –ini jawaban di luar kriteria wajib ya- bahwa aku ingin bersatu dengan ia yang tak asing dan tak aneh melakukan pekerjaan rumah meski ia adalah seorang lelaki. Bukan, ini bukan karena aku tak ingin menjadi istri yang mengabdi penuh, bukan juga karena aku penganut faham bahwa kita setara, tidak seperti itu. Kau perlu tahu, bahwa aku adalah wanita kebanyakan yang di suatu masa nanti akan mengalami kelelahan yang teramat sangat dari rutinitas pekerjaan rumah, entah karena kesehatanku atau karena alasan lain. Saat kondisi seperti itu, aku ingin sekali mendapat hadiah dari lelaki yang -akan- bersatu denganku berupa bantuan untuk menyelesaikannya, yang seumur hidupku, seingat memoriku tak pernah aku dapat kecuali meminta dengan paksa. Hehe. Karena aku takut, ketika ternyata tidak bersatu dengan seseorang yang memiliki kriteria ini, aku akan menjalankan kewajibanku –sebagai istri- dengan sangat terpaksa. 

Ini kriteria yang aku jadikan jawaban dari pertanyaan orang terdekatku itu. Meski pada beberapa waktu aku menemukan jawaban “ah kriteriamu terlalu muluk, mana ada lelaki yang seperti ini.” Saat itu pengharapanku entah di mana, benarkah bahwa tak ada yang seperti kriteriaku? Hingga akhirnya aku berserah diri padaNya. Dengan meyakini penuh bahwa segala apa yang Ia tetapkan akan selalu manis di awal dan di ujungnya.

Dan seolah Allah menjawab keinginanku dengan menghadirkanmu pada hari itu. Menceritakan tanpa takut, tanpa palsu tentang siapa kamu. Tepat dihari itu, pengharapanku tentang kriteriaku bangkit lagi, bahwa masih ada lelaki sepertimu. Pada awalnya aku tak sadar dengan segala kemungkinan itu hingga seseorang menyadarkan “dia (yaitu kamu) kriteria kamu banget ya Dil?”. Kemudian aku bertanya pada Allah di waktu-waktu paling mesra dalam cengkerama, perlahan dengan pasti seolah Ia menjawab “adalah ia yang Aku pilihkan untukmu”. Hingga akupun memutuskan menerimamu. Sederhana bukan? 

Bagaimana terkait syarat mutlak yang aku hindari dulu dan sering aku ucapkan pada hampir semua orang yang nyatanya ada dalam hidupmu? Ah anggap saja itu sebagai teguran kecil dari Allah bahwa Allah kuasa menyatukan yang dulunya dihindari menjadi penyatuan yang tak bisa dihindari. Terkait apa? Sini, dengar bisikku :D

-Aldiles Delta Asmara-

Eh iya, ini hanya satu dari sekian banyak alasan loh yaaaaa. Banyak sekali alasan untuk menerimamu yang mungkin butuh beberapa waktu dalam menguraikannya. Jadi, satu ini saja sudah cukup menjawab kan?


Akhirnya...

Akhirnyaa..
Malam ini tiba, malam ketika musik bergemuruh, tawa melengking sedikit rusuh, dan bising-bising lain pada waktu malam sah-sah saja untuk dilakukan dan dimaklumi dengan alasan 'sedang pesta'

Akhirnyaa..
Detak ini menghitung detik-detik, akan sebuah pergantian taat dalam menjadi hamba yang baik.

Akhirnyaa..
'Dug dug dug' tak ada beda, iakah jantung yang berdegup, ataukah musik yang berdentum?

Akhirnyaa..
Raga ini diizinkan bersantai, tak menyentuh kusamnya lantai dan piring yang tumpuk beruntai.

Akhirnyaa..
Hari ini tiba, ketika semua orang serempak berkata "akhirnyaaa" kemudian disusul dengan doa.

Akhirnyaa..
Bait puisi akan berganti tema, sajak lagu akan terimajinasi wujud rupanya.

Dan memang, akhirnyaa..
Terungkap sudah satu rahasia, bahwa janjiNya tak akan pernah menyelisihi asa.

Akhirnyaa..
Terlantun satu doa, bimbing kami Robb dalam menggapai berkahMu.

Aldiles Delta Asmara
29 menuju 30Januari 2016

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © / Mendidik Mencintai

Template by : Urang-kurai / powered by :blogger