Mengapa pada akhirnya menerima?
Ada sebuah tanya
yang bergelayut di hati orang kebanyakan terkait keputusanku, beberapa pekan
sebelum menjadi satu denganmu. Dan entah mengapa, firasatku kau pun ingin
mengetahui jawabannya.
Begini, beberapa
bulan bahkan beberapa tahun sebelum kau hadir, orang-orang terdekatku yang
teramat baik dan peduli menanyakan dengan serius terkait kriteria dari
seseorang yang ingin aku menjadi satu dengannya, dulu aku belum tahu siapa. Aku
menjawab –ini jawaban di luar kriteria wajib ya- bahwa aku ingin bersatu dengan
ia yang tak asing dan tak aneh melakukan pekerjaan rumah meski ia adalah
seorang lelaki. Bukan, ini bukan karena aku tak ingin menjadi istri yang
mengabdi penuh, bukan juga karena aku penganut faham bahwa kita setara, tidak
seperti itu. Kau perlu tahu, bahwa aku adalah wanita kebanyakan yang di suatu masa
nanti akan mengalami kelelahan yang teramat sangat dari rutinitas pekerjaan
rumah, entah karena kesehatanku atau karena alasan lain. Saat kondisi seperti
itu, aku ingin sekali mendapat hadiah dari lelaki yang -akan- bersatu denganku
berupa bantuan untuk menyelesaikannya, yang seumur hidupku, seingat memoriku
tak pernah aku dapat kecuali meminta dengan paksa. Hehe. Karena aku takut,
ketika ternyata tidak bersatu dengan seseorang yang memiliki kriteria ini, aku
akan menjalankan kewajibanku –sebagai istri- dengan sangat terpaksa.
Ini kriteria
yang aku jadikan jawaban dari pertanyaan orang terdekatku itu. Meski pada
beberapa waktu aku menemukan jawaban “ah kriteriamu terlalu muluk, mana ada
lelaki yang seperti ini.” Saat itu pengharapanku entah di mana, benarkah bahwa
tak ada yang seperti kriteriaku? Hingga akhirnya aku berserah diri padaNya. Dengan
meyakini penuh bahwa segala apa yang Ia tetapkan akan selalu manis di awal dan
di ujungnya.
Dan seolah Allah
menjawab keinginanku dengan menghadirkanmu pada hari itu. Menceritakan tanpa
takut, tanpa palsu tentang siapa kamu. Tepat dihari itu, pengharapanku tentang
kriteriaku bangkit lagi, bahwa masih ada lelaki sepertimu. Pada awalnya aku tak
sadar dengan segala kemungkinan itu hingga seseorang menyadarkan “dia (yaitu
kamu) kriteria kamu banget ya Dil?”. Kemudian aku bertanya pada Allah di
waktu-waktu paling mesra dalam cengkerama, perlahan dengan pasti seolah Ia
menjawab “adalah ia yang Aku pilihkan untukmu”. Hingga akupun memutuskan
menerimamu. Sederhana bukan?
Bagaimana terkait
syarat mutlak yang aku hindari dulu dan sering aku ucapkan pada hampir semua
orang yang nyatanya ada dalam hidupmu? Ah anggap saja itu sebagai teguran kecil
dari Allah bahwa Allah kuasa menyatukan yang dulunya dihindari menjadi
penyatuan yang tak bisa dihindari. Terkait apa? Sini, dengar bisikku :D
-Aldiles Delta
Asmara-
Eh iya, ini
hanya satu dari sekian banyak alasan loh yaaaaa. Banyak sekali alasan untuk menerimamu
yang mungkin butuh beberapa waktu dalam menguraikannya. Jadi, satu ini
saja sudah cukup menjawab kan?
0 komentar:
Posting Komentar