Aku bukan hanya menanti kedatanganmu, namun bahkan aku menanti keberanianmu, berani untuk menyampaikan pada dunia, bahkan langit beserta penghuninya, bahwa akan ada yang bertanggung jawab bagi jalan surga untuk masa depanku.
Sampai kapan?
Kemudian tiba-tiba, hentakan tanya itu menghentikan lamunanku. Ia menanti sebuah jawab berujung kepastian. Iya, sampai kapan?
Kau perlu tahu, wahai yang diliputi tanya, bahwa tiap masa, sudah ada jalan takdirnya, jika kau percaya. Maka, merontokkan tanya dengan berderai-derai doa, adalah sebaik-baiknya cara dalam menanti jawab. Untukmu, yang diserang rasa ingin tahu.
Kita bisa saja berlindung pada indahnya semesta hingga lupa bahwa di ujung sana ada sisi dari semesta yang Allah uji dengan derita. Namun katamu, kita bukan yang seperti itu. Kita tak boleh berlindung pada keindahan, sebab indah adalah rumah yang hanya sementara bagi dunia, sedang derita, bukankah dunia adalah penjara pencipta derita bagi kita?
Kita perlu menitipkan jejak-jejak hidup kita pada derita, agar selanjutnya kita mampu, memperjuangkan keindahan yang indahnya sungguh tiada hingga. Menitipkan rasa pada mereka-mereka yang berduka adalah salah satu cara menguji rasa kasih pada hati kita. Bukan lagi dengan serentetan tanya tentang kapan, di mana, dan dengan siapa bahagia mereka akan bermuara. Bukankah merekapun belum tahu jawabannya? Semoga bahagia kita bukan suatu awal bagi deritanya mereka.
Kamu paham kan maksudnya?
-Aldiles Delta Asmara-
0 komentar:
Posting Komentar