Menonton "stand by me" betapa membawa saya dalam ingatan beberapa tahun yang lalu, ketika saya dan orang yang membersamai saya selama ini terpisah sangaaattt jauh. Jelas, saya berada pada sisi nobita. Ada ruang hampa yang hampir menguras seluruh daya untuk tetap menatap masa dalam bahagia. Adegan-adegan yang sama dalam mengenang dan terkenang. Menatap kamar kosong yang dulunya terisi riuh renyah cerita kita, meraba jalan-jalan yang pernah kita lalui tiap harinya, menikmati makan dengan suap demi suap sambil membawa memori saat bersama.
Saya sadar ini akibat saya terlalu menikmati dalam menjaganya dan dihaganya, hingga ketika ada yang menjaganya selain saya, benar-benar seperti kehilangan harta. Saat itu benar-benar tersiksa dan menyiksa. Lemah tanpa daya, hingga perpisahan itu sendiri yang akhirnya menguatkan. Menyadarkan saya bahwa hidup kita tak boleh bergantung pada yang selain Ia. Lagi dan lagi, berkali-kali ratap pun akhirnya tumpah dalam tatap manja dilima waktunya, kepada Ia, pemilik kita.
Dan kemudian, saat kamu tiba-tiba hadir di depan kamar dan mengejutkan malamku, keadaannya saat itu persis ketika Nobita melihat Doraemon muncul dari laci belajarnya, tanpa ia duga. Tatap haru, histeria bahagia, peluk hangat, lompatan-lompatan syukur, terlampiaskan sudah malam itu.
Dari sana saya belajar, bahwa mudah bagi Allah untuk mengubah langit gelap pada siang hari menjadi langit yang begitu terik dalam sekejap, apalah mempertemukan kita, mudah baginya mengakhiri sebuah perpisahan menjadi pertemuan. Seperti malam itu.
Maka kini, ketika perpisahan itu hadir kembali, kau dapati aku insyaa Allah sebagai orang yang sabar, meski mungkin jauh dari sabarnya Nabi Ismail ketika meminta ayahnya, Nabi Ibrahim, untuk menaati yang Allah perintahkan. Setidaknya, kini aku yakin bahwa dibalik perpisahan akan selalu ada pertemuan, lagi dan lagi, selalu dan selamanya, dalam raga dan dalam rasa.
Aku tak akan lelah berkata:
Stand by me, dila :)
Meski dalam rupa yang berbeda.
0 komentar:
Posting Komentar