"Kalau Allah itu dekat, kenapa Dia ga
ada?" Tanya salah satu siswa saya ketika melihat novel "Allah itu
dekat" karya ustadz Deddy di meja kerja. Mungkin maksudnya ga ada pas dia
sedang sedih. Tanya ini kemudian langsung terjawab oleh temannya.
"Ya emang dekat, kan
Allah lebih dekat dari urat leher kita". Jawab siswa lain meski dengan
sedikit keraguan.
Kemudian terjadilah perdebatan antara dua siswa
ini, berhubung remaja kadang sebel sama orang dewasa yang suka nimbrung, maka
saya memutuskan untuk diam dan mengamati sambil menunggu waktu yang tepat untuk
komentar. Hingga pada sedikit jeda, dengan merendahkan intonasi suara agar
pembicaraan ini tak berujung pada caci maki, saya pun bersuara:
"Allah emang dekat, kalau merasa Dia ga dekat mungkin karena kitanya yang ga mau mendekat". Jawab saya yang disertai tatapan serius dua siswa tersebut.
"Allah emang dekat, kalau merasa Dia ga dekat mungkin karena kitanya yang ga mau mendekat". Jawab saya yang disertai tatapan serius dua siswa tersebut.
Pernahkah terbersit tanya seperti siswa
tersebut? Memprotes dan mempertanyakan kehadiran Allah ketika kita sulit? Jika
pernah, mengapa kah seperti itu? Adakah alasan yang bisa membolehkan kita
berpikir seperti itu? Padahal kita tahu, bahwa bukan Allah yang tak dekat,
tapi-mungkin-kita yang tak mendekat, padaNya di setiap perolehan nyawa. Padahal
kita tahu, hanya saja kita tak mau tahu dan jujur bahwa ini karena kita.
Rumus kedekatan bukankah seperti itu? -meski
RahmanNya berlaku untuk yang mendekat mau pun tidak-, bagaimana mungkin merasa
dekat, ketika saat bahagia tak kita munculkan namaNya, ketika saat sedih tak
kita sandarkan padaNya. Kita justru berlari menjauhiNya, mendekati teknologi
ketakketik untuk log in social media, kemudian curahkan di sana. Bahagia,
marah, sedih, kesal, segala rasa, apapun, dan kapanpun. Hingga tanpa sadar,
kita pun lebih dekat pada teknologi persegi empat kita dibanding dengan pencipta
kita, adalah Allah.
Dan kemudian, tanpa malu kita menghujat,
"Allah tidak dekat". Ampuni ya Rabb.
Ini hanya soal rasa, dan kesungguhan dalam
mendekat, jika ingin merasa didekati Allah, maka dekati Allah dalam tiap lirik
mata, hembus nafas, detakdetik, ucaplirih dan segala, baik dalam suka maupun
duka, baik dalam bahagia maupun kecewa, dan kemudian rasa itu pun perlahan
hadir, kemudian menginsyafi bahwa Allah dekat dan tak pernah pergi bahkan
ketika kita memutuskan untuk pergi, maka kembalilah padaNya dalam rentang usia
yang tersisa. Mari menyimak janji Agung dariNya:
(Al-Baqarah):186 - Dan apabila hamba-hamba-Ku
bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat.
Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka
hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Semoga ayat ini kita pahami dengan hati yang benar-benar baik, agar teraba dan terasa kedekatanNya.
Shadaqallahul 'adzim...
Semoga ayat ini kita pahami dengan hati yang benar-benar baik, agar teraba dan terasa kedekatanNya.
Shadaqallahul 'adzim...
0 komentar:
Posting Komentar