Urusan Perasaan

Urusan perasaan itu dari jaman dulu sampai jaman sekarang, dari jaman masih belasan sampai jaman duapuluhlimaan memang urusan yang paling ribet ya.

Fasenya memang berbeda, tapi urusan rasa tetaplah sama. Galau bukan hanya milik mereka, tapi juga milik kita.

Lagi-lagi urusan perasaan.

Mau masih gadis manis ataupun menjadi istri termanis. Urusan rasa ya begitu-begitu saja.

Risau resah, galau gundah, merona bahagia.

Ya memang cuma itu.

Saat dulu berstatus gadis manis, urusan rasa tentang "duh dia (yang entah siapa) kapankah datangnya?"

Sekarang? Sama

"Duh dia (suamiku tercinta) kapankah pulang kerjanya?"

Rasa yang tercipta sama, urusan menjaganya pun juga tetap sama. Kalau bukan karena bekal takwa, entah di mana rasa akan bebas berkeliaran pada semesta. Entah di beranda dengan segala kodenya, atau bercecer di lautan nista.
Bersyukurlah kita punya Allah. Yang setia mendengarkan segala rasa, pada apapun fase kita, saat masih belasan ataupun duapuluhlimaan, saat gadis manis maupun istri termanis.

Maka ikat ia (segala rasamu) dengan takwa. Agar kembali padamu dengan ketenangan yang nyata.

"Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridho dan diridhoiNya" (Al-Fajr :27-28)

".. ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." (Ar-Ra'd: 28)

-Aldiles Delta Asmara-

Tulisan 12 Agustus2016

Berkenalan dengan Rasa

Saya pahaaaamm sekali rasa bahagianya ketika wanita menguji kehamilan dan hasilnya garis 2. Apalagi untuk anak pertama. Ada perasaan meledak-meledak yang rasanya beribu 'wah'. Bertumpuk-tumpuk rasa bahagianya, melebihi ketika ada rombongan keluarga lelaki yang datang hendak melamar, melebihi rasa haru saat ada lelaki yang berkata "saya terima nikahnya" yang ditujukan untuk kita. Perasaan haru, bahagia, syukur, dan takut berkumpul menjadi lapis rasa yang makin lama makin besar.

Tiba-tiba saja ada dorongan kuat dari dalam diri yang meloncat langsung mungkin tanpa kita sadari untuk menyebar kebahagiaan yang kita rasakan.

Tapi, ada bahagia yang tidak mesti diumumkan. Seperti halnya ketika dilamar, kita teramat bahagia. Namun Rosulullah menganjurkan untuk merahasiakan pinangan. Entah apa maksudnya, percayalah ada hikmah
Sedangkan untuk walimah, Rosulullah malah berkata "umumkan pernikahan". Judulnya sama, berbahagia, tapi perlakuannya beda. Itulah indahnya Islam dalam menjaga hati, pribadi maupun saudari.

Lalu kalau untuk berbahagia karena kehamilan, layak atau tidak untuk disebarkan bahkan langsung dengan poto hasil uji kehamilan?

Hanya Allah Yang Tahu, hanya Allah yang Tahu urusan hati hambanya. Tak berani saya menilai itu bagian dari 'pamer' dsb nya. Hanya saja saya teringat beberapa saudari yang berbagi kesedihan tentang sulitnya mereka merasakan kebahagiaan yang satu itu, diujung obrolan selalu terselip "saya ga pernah berani untuk datang menjenguk saudari-saudari yang baru saja melahirkan, maka mohon maaf jika suatu hari kamu melahirkan, saya gak bisa jenguk".

Mungkin akan berpikir bahwa saudari tersebut sangat tega, gak bisa ikut serta dalam bahagianya kita, gak bisa mengontrol hati biar ikut berbahagia, dan cap buruk lainnya, atau menilai sikapnya salah melakukan pilihan tersebut. Jangan ya, jangan sampai terpikir seperti itu, sebab kita tidak pernah tahu apa saja yang sudah terlewati olehnya hingga sampai kini belum juga merasakan bahagianya mendapat tanda garis dua pada uji kehamilan.

Yang perlu diatur hatinya adalah hati kita yang berbahagia. Kita tahu ada yang tak sebahagia kita, maka semestinya ada rem dalam diri untuk menjaga perasaan saudari-saudari kita (meski mungkin mereka sangat tidak meminta untuk dipahami).

Kita sudah berbahagia, maka apa susahnya untuk juga membuat orang lain berbahagia, dengan 'rem' atau 'kontrol diri' kita. Dengan sikap memahami kita. Karena memang, PR memahami tak akan pernah kunjung usai bagi diri yang memiliki hati.

Sebab kebahagiaan tetap utuh, dengan disebarkan atau tidak disebarkan pada yang lainnya.

Semoga kamu paham

-Aldiles Delta Asmara-

Terima kasih ya Allah telah mengutus seorang suami yang menjadi 'rem' bagi diri ini.

*tulisan 23Agustus2016

Surat untuk Ananda

Surat untuk ananda..

Pujian kepada Allah tercurah dalam rupa rahmat atas kehadiranmu, atas pertumbuhanmu, atas kesehatanmu, dan atas kesholehanmu yang akan terus menerus kami upayakan.

Sayang, di luar sana ada macam tingkah manusia yang akan kau temui kelak. Bukan hanya tentang Umma dan Bapak, atau keluargamu. Tapi juga tentang yang lainnya. Bahkan sayang, orang yang tak kau kenal pun dapat dengan mudah kau lihat kesehariannya. Banyak hal yang ingin umma sampaikan dalam detak gerakmu. Bahwa dunia ini makin luas dan jauh, makin bebas dan rancu. Maka berhati-hatilah kau Nak, berhati-hatilah dalam menentukan idola, dalam memilih teman yang tampak maupun tidak, dalam memilah informasi yang makin hari makin membingungkan kadar kebenarannya.

Sayang Umma, kau memang punya hati yang Allah ciptakan, tapi ketahuilah sayang, bahwa bisa jadi hatimu salah dalam memilih dan menentukan keputusan. Maka, ikutilah Allah, ikutilah Rosulullah. Bukan hanya sekadar nyamannya hatimu, atau suara-suara dalam nuranimu. Sebab kau perlu tahu, ada ketetapan Allah yang kadang tidak sesuai dengan inginnya hati kita. Tapi percayalah sayang, saat kau ikuti Allah dan Rosulullah dalam suka maupun luka, kau akan tetap diarahkan Allah menuju suatu bahagia. Cobalah taat Nak, sebab taatmu pada Allah teramat melegakan hati. Itu yang Allah ucapkan.

Sayang Umma, tak perlu takut dengan segala rupa kebaikan dan keburukan yang kau temui. Selama Allah dan Rosulullah kau jadikan pijakan, dan kau jadikan tuntunan, maka Allah akan tunjukkan dengan terang benderang mana kebaikan dan keburukan.

Karenanya, jadilah yang sholiha sayang. Dan kami akan terus meminta agar Allah bimbing kami dalam menyertai detakdetik hidupmu.

Salam cinta dalam syukur.

Umma.

-Aldiles Delta Asmara-

Bukan memiliki hanya dititipi

Kita tidak pernah memiliki apapun di dunia ini.

Suami, anak, harta benda, paras rupawan, kesehatan, bahkan jiwa raga yang masih muda.
Bukan milik kita.
Semua hanya dititipi oleh Allah sang Pemilik alam dan isinya.

Tidak pernah memiliki, hanya dititipi.

Maka jika ada benih-benih rasa;
Cemburu, marah, sedih, kecewa dan duka lainnya. Mengapa tak pasrahkan saja?

Sebut namaNya, ikhlas pada ketetapanNya, pinta segala ridhoNya, agar kita benar-benar sadar bahwa semua milik Allah, dan pada Allah jua semua bahagia bermuara.

Sudahkah kamu ingat?

Agar kelak Allah berikan bahagia yang berlapis-lapis tebalnya setelah duka yang bertumpuk-tumpuk rasanya.

-Aldiles Delta Asmara-
Bersabarlah kau, wahai diri.

#tulisanDiles #JepretanEmasSyahid #catatanSyahiDiles #SyahidDalamDeltaAsmaraNya

Makna Bersama

Allah telah takdirkan kita bersama sejak hari itu saat pagi cerah dalam degup-degup senja seorang pria dan wanita pada 30 Januari 2016.

Maka pada kesetiaan, ia mencari makna kebersamaan, bagaimanapun rupanya.
Jejak senin yang berubah menjadi hari-hari setelahnya menagih kasih untuk bersama pada hari yang lainnya.

Mengikutimu, memeluk setia tubuhmu dalam laju kendaraan kita. Meski aroma-aroma tak seindah kisah romantika anak muda, aku tetap ingin bersama.

Di kandang-kandang hamba Allah yang lainnya. Ku temukan kesejatian bentuk lain dari cinta yang kau ejawantahkan dengan peluh lelahmu.

Hati kita telah terikat.

Maka, kandang dengan segala aromanya asal bersamamu, lebih aku nikmati dibanding teduh rumah dengan penantian kepulanganmu.

Selalu kau selipkan
"Ridhoi Emas ya dek".

Semoga lelah kita mengantarkan pada JannahNya.

Aldiles Delta Asmara
Kandang sapi BIK

Mengais Makna

Aku mulai mengais makna sabar, ketika hari-hari berubah menjadi hari penantianmu untuk pulang.

Aku mulai mengais makna "dukung suamimu" ketika sedih, namun tak boleh sedih jadi satu dalam detik yang sama.

Aku mulai mengais makna menanti, saat waktu terasa lama, saat waktu tak ubahnya bagai sorot mata sayu melakukan aktivitas berulang dan berulang

Aku mengais makna syukur, saat sabarpun harus ku daki, ketika lelahmu dalam makna yang nyata sedang lelahku dalam makna menantimu.

Aku mulai mengais makna, agar waktu tak terbuang sia-sia. Dalam detak upaya kita bersama menuju surgaNya.

Aku hanya mulai takut pada kekosongan yang bisa jadi menyeretku dalam lembah dosa karena tak berbuat apa.

Aku harus apa?

Bukan tak mensyukuri peranku.
Bukan pula sebab tak bersabar pada pilihanku.

Hanya saja, hasrat ingin bermanfaat kembali mengusikku.

Harus ku sampaikan pada siapa?

-Aldiles Delta Asmara-
11Agust2016 

Tertatih tak boleh merintih

Gak apa ya mas kalo kita blm jadi pasangan yang sempurna, yang saling mengisi kekurangan, yang saling membenahi kesalahan.

Gak apa ya Mas, kalau dimata yang lain aku dan kamu tidak ada baik-baiknya, ini minus itu minus.
Ah mungkin saja karena akhlakku memburuk, tidak dengan kamu, Mas.

Gak apa ya Mas, kalau dihitungan 7 bulan pernikahan kita, kita masih tertatih untuk menjadi baik, menjadi yang selalu memuaskan orang, yang selalu ada buat orang, yang selaluuuuuuu harus tampak sempurna.

Gak apa ya Mas.
Aku kehabisan kata menjelaskan bahwa kita memang belum baik, kita memang masih banyak yang harus dibenahi, kita memang harus dan selalu tertatih tak boleh merintih.

Tak apa, semoga akan semakin membuat kita belajar ya Mas...

Semoga tak membuat hilang keberkahan dalam pernikahan kita.
Semoga justru semakin erat untuk memperbaiki bersama.

Aku sayang Emas karena Allah 😭

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © / Mendidik Mencintai

Template by : Urang-kurai / powered by :blogger