Sedang cintaMu begitu nyata
Sedang kasihMu tiada terhitung juga
Sedang nikmatMu, mampukah aku mendustainya???
Catatan cinta seorang pendidik
Kemarau adalah duka, ketika kau tanpa sengaja mengabaikanku yang terselimuti rasa..
Tak ada yang perlu ku tanyakan padamu..
Tentang sapa yang tak lagi hangat
Tentang tatap yang kini apa adanya
Hanya memintal benang-benang harap yang bukan lagi padamu, yang memang semestinya tidak padamu, sedari dulu.
-Aldiles Delta Asmara-
Kita sama-sama sibuk
Tidak, mungkin hanya aku yang sok sibuk
Hingga pertemuan bagai mimpi..
Mengupayakan, namun tak lama melepaskan.
Begitu, seterusnya..
Tentang meluangkan, siapa yang semestinya berkorban?
Memperjuangkan
Memaksakan
Menguatkan
Mungkin semestinya aku
Bukan kamu..
Kita sama-sama sibuk..
Hingga sampai kini, tak kunjung berujung temu.
-Aldiles Delta Asmara-
A'linuu an nikaah - sebarkanlah pernikahan... ini shahih, ibn hibban, ahmad, tirmidzi, dan lain-lain. Sedangkan menyembunyikan khitbah adalah perilaku para sahabat sejak dulu. -Ustadz Farid Nu'man-
Rabu, 10 Juni 2015. Kami dikejutkan dengan kabar gembira seorang saudari (yang tidak ikut serta dengan kami) bahwa ia akan melangsungkan pernikahan, pekan ini. Kejutan yang sengaja dibuat gembira lebih tepatnya, karena diawali dengan kejutan kekecewaan. Apa sebabnya? Kami iri? Oh bukan. Tak boleh iri dengan takdir orang lain. Ini terlebih disebabkan rasa kecewa seorang saudari yang ternyata tidak mendapat kabar apapun tentang hari bahagia. Meski keterkejutan kami langsung diiringi istighfar, karena tahu bahwa kecewa ini tak boleh ada. Sebab memang, menyembunyikan khitbah adalah perilaku yang dicontohkan para sahabat Rosulullah. Dan kami, ingin meneladaninya.
Tapi ternyata, kegembiraan kami terasa betul sengaja diciptakan, karena setelah pembahasan berganti, kami seakan tetap ingin mengembalikan pembahasan itu sambil mengevaluasi. Ternyata sisi manusiawi itu akan tetap ada ya. Sisi di mana kita ingin kabar baik tentang saudari terdengar langsung dari dirinya dan bukan di detik-detik hari terakhir. Sekeras apapun kami menampik rasa kecewa untuk segera diubah menjadi gembira dan bahagia, rasa itu tetap ada. Dan kemudian kami menyandarkan kecewa kami dengan kata "manusiawi ya". Duh Robbi, bantu kami meneladani pendahulu kami.
Kini saya mengerti rasanya ketika dulu ada seorang saudari yang terang-terangan protes karena tak diberi kabar pernikahan saudarinya jauh hari. Padahal dulu saya memandang remeh dengan menganggap "loh, kenapa dia marah? Kan yang Rosul anjurkan untuk disebarkan adalah pernikahannya, bukan prosesnya". Saya menyesal telah memandang dia dengan buruk. Tiba-tiba saya teringat nasehat seorang kakak, bahwa dalam menjalin persaudaraan, kita harus tahu betul apa hak saudari kita dan apa kewajiban diri kita (jangan dibalik). Salah satu hak saudari adalah mendapatkan kabar bahagia tentang kita lebih dulu dari orang-orang lain. Maka mengabarkan hari-hari bahagia kepada mereka adalah kewajiban kita. Untuk apa? Setidaknya untuk membuat mereka bahagia dan berharga karena menjadi orang pertama yang tahu tentang hari bahagia saudarinya. Bukankah membahagiakan orang lain juga suatu kebaikan? :)
Hal ini bukan berarti bahwa kita boleh menyebarkan proses khitbah kita pada banyak orang dengan dalih "dia saudari kita", apalagi sampai menyebarkan di akun personal media sosial kita dan ditambahi panggilan-panggilan mesra, duh naudzhubillah. Pilih saudari yang bukan sembarang saudari, tapi saudari yang sudah dekat dan melekat. Tanya dalam hati, kamu pasti tahu mana yang layak tahu dan mana yang tak patut diberi tahu. Karena bagaimanapun, khitbah tetap perlu dirahasiakan, khitbah bukan kepastian kehalalan.
Merahasiakannya dari yang tidak perlu tahu adalah jalan untuk menjaga hati sebelum hari yang dinanti. Dan sebagai saudari yang diberi tahu, sssssttt pegang erat rahasia ini sampai ia benar-benar mewujud nyata dalam sebingkai kartu bertuliskan dua nama yang disebar ke seluruh penghuni bumi dan langit beserta isinya. Tugas sebagai saudari untuk menjaga saudari yang berbahagia harus tetap terlaksana dengan tidak bocornya kabar sebelum waktunya.
Tapi, hindari juga untuk memaksa saudari bercerita tentang hari bahagianya jika memang dia masih ingin merahasiakannya darimu. Muhasabahi diri, mungkin memang kita tak layak untuk tahu lebih dulu, baik sangka pada ia. Jangan pernah meminta hak kita sebagai saudari, tapi dahulukan pula hak dia dalam memilih orang yang tepat untuk diberi tahu. Hanya butuh waktu, percayalah suatu hari ia pun akan memberi tahu.
Saya jadi haru, mengingat banyak saudari yang tanpa saya minta tiba-tiba memberi tahu bahwa dirinya sudah dikhitbah dan akan menikah tanggal sekian bulan sekian. Jazakumullah atas kepercayaan yang tidak diminta ini. Semoga Allah jadikan saya agar amanah.
Segala puji bagi Allah yang telah memberi hikmah dari kecewa. Karena sampai di detik tadi saya sudah berikrar untuk tidak memberitahukan saudari-saudari terdekat saya tentang segala prosesnya, dengan alasan mengurangi kecewa jika memang belum waktunya. Tapi tampaknya, ikrar itu harus direvisi :)
*** catatan ini bukan pertanda akan ada kabar bahagia dari penulis dalam waktu dekat :) :) :)
Yang masih selalu minta untuk didoakan dalam diam di gelapnya malam -Aldiles Delta Asmara-
Seperti katamu kala itu..
Bahwa wanita dengan mudah menitipkan rasa pada lelaki yang membuatnya nyaman.
Kau perlu tahu, bahwa kau terlalu cepat menilai wanita. Tak semua seperti itu.
Karena bagiku, nyaman tanpa 'perjanjian yang berat' tak kan mungkin ku dapat.
Ini bukan tentang aku ingin dinilai beda dari wanita kebanyakan. Aku hanya ingin kau tahu, bahwa ada sisi dari wanita yang akan tetap menjadi rahasia dan akan tetap rahasia hingga mitsaqon gholidzo terucap, sekeras apapun kau berusaha membuatnya nyaman agar teorimu tak terbantahkan.
Maka menitipkan rasa, tak semudah yang kau kata.
Dan kini izinkan aku berucap, kau hanya sok tahu, tentang aku dan berderet-deret wanita yang menjadi penilaianmu.
Kamu, jangan marah ya :)
-Aldiles Delta Asmara-
Aku bukan hanya menanti kedatanganmu, namun bahkan aku menanti keberanianmu, berani untuk menyampaikan pada dunia, bahkan langit beserta penghuninya, bahwa akan ada yang bertanggung jawab bagi jalan surga untuk masa depanku.
Sampai kapan?
Kemudian tiba-tiba, hentakan tanya itu menghentikan lamunanku. Ia menanti sebuah jawab berujung kepastian. Iya, sampai kapan?
Kau perlu tahu, wahai yang diliputi tanya, bahwa tiap masa, sudah ada jalan takdirnya, jika kau percaya. Maka, merontokkan tanya dengan berderai-derai doa, adalah sebaik-baiknya cara dalam menanti jawab. Untukmu, yang diserang rasa ingin tahu.
Kita bisa saja berlindung pada indahnya semesta hingga lupa bahwa di ujung sana ada sisi dari semesta yang Allah uji dengan derita. Namun katamu, kita bukan yang seperti itu. Kita tak boleh berlindung pada keindahan, sebab indah adalah rumah yang hanya sementara bagi dunia, sedang derita, bukankah dunia adalah penjara pencipta derita bagi kita?
Kita perlu menitipkan jejak-jejak hidup kita pada derita, agar selanjutnya kita mampu, memperjuangkan keindahan yang indahnya sungguh tiada hingga. Menitipkan rasa pada mereka-mereka yang berduka adalah salah satu cara menguji rasa kasih pada hati kita. Bukan lagi dengan serentetan tanya tentang kapan, di mana, dan dengan siapa bahagia mereka akan bermuara. Bukankah merekapun belum tahu jawabannya? Semoga bahagia kita bukan suatu awal bagi deritanya mereka.
Kamu paham kan maksudnya?
-Aldiles Delta Asmara-
Hai kamuuu, sudah berapa tahun yaaa kita berkenalan, menjalin suatu hubungan yang amat serius antara adik dengan kakak. Jumpa pertama dulu, kamu masih seorang remaja galau bimbang yang selalu diliputi resah tak berkesudahan. Tapi aku bangga, kamu tau kenapa? Karena yang membuatmu bimbang adalah suatu resah yang bersebab oleh dirimu telah memeluk hidayah. Memang, awal mula terpeluknya hidayah akan ada banyak keresahan yang kau temui. Sejak itu, azzamku untuk tetap tumbuh dalam perjalanan hidayahmu. Insyaa Allah. Biidznillah.
Dan kisahmu kemudian berlanjut hingga kini, seorang remaja yang bermetamorfosa menjadi muslimah dewasa yang hatinya dipenuhi cinta pada sesama. Yang hatinya disibuki peduli kepada mereka. Yang resahnya kini diiringi dengan doa. Adalah kamu..
Sayang, semakin tinggi tegakmu, semakin jauh jalan tempuhmu, semakin pula kamu akan merasa bahwa Allah makin mencintaimu, baik dengan uji, maupun dengan puji yang Ia selipkan pada saudari dan saudaramu. Tak mengapa, semoga semakin membuatmu mengenali ragam warna yang Allah ciptakan kepada sesamamu hingga pada akhirnya jiwamu membentuk karakter hamba Allah yang penyayang, yang memahami, yang mudah memaafkan.
Semoga ya :D
Berkah Allah atas usiamu, tak ada karunia yang lebih besar melainkan karunia atas hidayah yang telah engkau genggam. Tetap genggam ia, dan kami akan di sini mendampingimu menggenggam hidayah itu. Insyaa Allah..
Aku mencintaimu, dan tak habis-habis cintaku kepadamu..
-Aldiles Delta Asmara-
Dihari milad Ayu Sulistia