Adalah awal, bukan akhir

Allah, sepatutnya menjadi yg pertama bagi kita utk melampiaskan keluh, 
Bukan jalan keluar terakhir setelah jalan2 lain tak berujung..
Allah, semestinya Ia menjadi pijakan ketika menentukan langkah.
Bukan ketika kau tersesat baru setelah itu bertanya, akan ke mana melangkah??
Allah, adalah engkau yg memasrahkan pada awal perjuangan, 

Bukan pada kekalahan baru berkata "pasrah"
Allah, semesta cinta Kau hadirkan di tengah gurun sahara keistiqomahan, sepatutnya Engkau kami jadikan sebagai bekal awal yang kami bawa dalam perjalanan ini
Bukan tetes-tetes akhir dari bekal yang baru kami ditengok ketika kami kehausan
Allah, ampuni kami yang kembali padaMu dalam titik lemah kami



 

Allah, padaMu bermuara doa dan cinta

Penjaga utusan Allah :)

Malam itu sekitar jam 09.15 ada nomor asing mampir ke ponselku, tanpa curiga aku mengangkatnya. Pikirku, mungkin itu panggilan ngajar tapi mana mungkin pada malam hari, langsung menerima dengan salam.
“assalamualaikum, dek ini abang”
“waalaikumussalam, abang siapa yah??
“itu loh…..”
Maka cerita pun berlanjut, intinya seorang lelaki di sana mengaku masih saudara denganku dan bercerita dengan panjang lebarnya tentang nasib keluarga barunya. Ah rasanya mau segera ku putus saja pembicaraan ini karena seperti ada firasat, aku mengetahui alur dari cerita ini. Benar saja, setelah ku biarkan dia bercerita karena ku anggap dia masih bersaudara yang tidak enak jika diputus ternyata dia memintaku untuk jadi istrinya, hufffff sebal bin kesal bin menyesal, kenapa tidak seperti yang sudah-sudah, kalau ada nomor asing tidak perlu diangkat. Ketika dia bicara, ada rasa yang membuat ku menangis ketakutan, entah apa. Orang tersebut meminta untuk bertemu, dan ku tolak dengan berbagai alasan, beruntunglah ketika itu adalah malam hari sehingga aku punya alasan untuk memutus pembicaraan ini.
“maaf, saya mau istirahat, assalamualaikum”.
Tanpa menunggu konfirmasi dan jawaban salamnya, langsung saya putuskan pembicaraan di handphone.
Haaaaa mama aku takuuuutttttt…
Selesai bicara dengannya, tanpa pikir panjang aku langsung menghubungi mama yang kini berada di Samarinda, bercerita bahwa tadi ada laki-laki kurang ngajar yang mengaku masih saudara namun mengajak menikah. Tadinya aku ragu cerita, khawatir mama mendukung rencana lelaki itu, maklum tadi dia menyebutkan pekerjaannya dan termasuk mapan. Tetapi setelah aku bercerita sambil menangis ketakutan, mama merespon dengan sangat menenangkannya.
“udah ga usah nangis, dia itu gak pantes buat dd, dia ngerokok dan gak ngaji, tenang aja mama yang akan melindungi dd”
Aaaaahhhh tangis yang berubah jadi senyum mengembang. Mama dengan jarak terpisah pulaupun masih melindungi dan menenangkan dengan ketegasannya, yang buat aku senang teramat ketika mama bilang “dia gak ngaji” seolah tahu kebutuhan dan kriteriaku, bahagiaaaa tanpa sedikitpun kekhawatiran tersisa kembali. Terima kasih dengan keterjagaanmu mama J
Ya Allah terima kasih sudah menghadirkan malaikat penjaga yang ku sebut sebagai mama J
Tulisan ini sengaja ditulis bukan untuk mengingat-ingat atau menyebarkan keburukan seseorang, namun hanya ingin membuat saya mengingat selalu tentang romantisnya mama dengan penjagaan ekstranya meskipun berada jauh di seberang pulau.
Nobember, 26


Tempat Ternyaman

Aku banyak membaca artikel bahwa tempat ternyaman bagi seorang manusia adalah rahim ibunya, sangat percaya dengan pernyataan ini, bahkan Allah sendiri yang bilang bahwa Allah mencipakan rahim sebagai tempat yang nyaman bagi kita. Tapi kini, setelah 23 tahun keluar dari rahim seorang mama, aku menemukan tempat terbaru yang juga sama nyamannya dengan rahimnya dulu, pelukan mama. Pelukan yang bisa mengantarkanku pada sebuah kenyamanan, kebahagiaan, dan cinta, dalam pelukannya aku menemukan semangat baru, hilangnya lelah bahkan aku ingin selamanya memiliki pelukan itu dan sekarang aku rindu.
Lagi dan lagi selalu berkisah tentang rindu, kali ini rindu dengan pelukan mama yang menghangatkankan dan membuat nyaman. Aku selalu memintanya untuk memelukku ketika pulang, manjakah aku?ah biarlah, setiap manusia selalu ingin berada dalam kenyamanan, dan dalam pelukannya aku menemukan itu, kenyamanan dan cinta. Lalu apa lagi?? 
Yap, dari pelukannya aku tersadar bahwa harus membahagiakannya dunia dan akhirat, semampu dan sekuat tenaga selayaknya ia yang juga selalu membahagiakan kami, mengenalkan kami pada Illahi Robbi dan menjadikan kami hamba yang selalu bersyukur. Teringat pesannya “cukuplah Allah yang tahu segala kesulitan kita, jangan orang lain” atau dilain waktu “segala capek yang diles rasakan akan hilang kalau mengucap Alhamdulillah begitu sampai rumah”. Haaaaa kangeenn nasihatnya L
Maka hal apa yang paling kau syukuri selama menjadi manusia di bumi??
“terlahir sebagai seorang muslim”
Lalu apa lagi?
“memiliki orang tua yang dengan cinta mengenalkanku pada Sang Maha Cinta, Allahu Robbi”
Tidak ada nikmat yang lebih nikmat dari dua hal itu J


*sabtu, 23 November 2013

Jakarta-Samarinda

Aku menitipkan rasa pada sebuah citacita..
Ah ini bukan lagi tentang rasa, dia adalah asa..
Asa yang menggantung dan perlahan terbang tinggi di Langit cintaNya..
Menembus cakrawala seolah-olah ingin menghapus segala jarak yang membentang antara
Jakarta-Samarinda

Ya, rindu bukan lagi tentang sebuah rasa..
Tapi kini ia berubah menjadi sebuah asa..
Sebuah citacita..

Cita yang kau dan aku berharap sama..
Agar tak ada lagi jarak kita..
Jakarta-Samarinda

Sudahlah, aku rindu..
Bahkan ketika aku tak dapat mendefinisikannya :'(

Menapaki rasa

Bumi adalah tempatku menapak jejak..
Menulis adalah tempatku menapak rasa..
Cirebon 091113

***
"Mengapa kamu menulis?" tanyanya suatu hari.
"Karena menulis adalah rasa, dan rasa terungkap lewat tulisan yang menjelma dari sebuah kata-kata"
"Mengapa tidak menulis sebuah fiksi?"tanya yang lainnya.
"Karena tak ada rasa"
Sesederhana itu :)

Ketika rasa tak terucap dengan kata
Ketika rasa tak terungkap dengan raga
Ketika rasa bahkan tak terwakilkan dengan linangan air mata
Maka apakah yang dapat mewakilkannya??

"Menulislah dengan rasamu"

Tulislah dengan Tulus
Tuluslah dalam Tulis

Bukti Cinta

Sore dengan disaksikan petir yang bersautan dan hujan yang merintih meneduhkan, mama berucap dengan lembut namun langsung terdengar oleh semesta..

“dek, mama boleh kan iri sama teman-teman mama yang bisa naik haji atau umroh?”
“iya ma, boleh kok. Bahkan harus iri untuk hal-hal akhirat. Insya Allah yah ma.”

Duhai Allah yang menguasai kantong rizki kami, sungguh rumahMu begitu jauh hingga kami harus menabung puluhan juta utuk tiba dan mengetuk langsung rumahMu. Tapi Allah, aku yakin bahkan sangat yakin bahwa mudah bagiMu mengundang mama silaturrahim, menggenapkan rukun Islamnya untuk hadir dalam rangka ketaatan berdoa khusyu dihadapanMu.

Duhai Allah, sungguh Engkau Maha Menyaksikan bagaimana usaha mama untuk bisa menggenapkan mimpinya tuk berjumpa denganMu, menengadah penuh harap dibangunan bersejarah yang Kau buat sebagai bukti cinta kami..

Satu kata cinta Bilal: “ahad” *
Dua kata cinta Rasulullah “Selimuti aku” *
Tiga kata cinta ummu Sulaim “Islammu, itulah maharku”! *
Empat kata cinta mama: “mama ingin naik haji”

Undang kami ya Allah, bantu aku untuk mewujudkan mimpi mama
Mohon dengan sangat

*buku Jalan cinta para pejuang

Harap di DzulhijjahMu Robbi

Uwais, pemuda asal Qaran, Yaman, hari itu berpamitan kepada ibunya pergi ke pasar ternak. Ibunya yang sudah tua dan lumpuh. Di pasar, pemuda ini membeli lembu atau kerbau yang masih kecil. Setelah deal harga, lelaki tersebut membawa pulang dan memanggulnya.
Hari-hari Uwais yang dikenal sebagai penggembala kambing itu, kini dilaluinya dengan kebiasan baru yang aneh. Setiap pagi dan sore, Uwais menggendong lembunya dari rumah menuju bukit yang ia buatkan kandang di atasnya. Aktivitas aneh ini semakin mengundang cemoohan orang kepadanya, terutama sejak sepeninggal ayahnya, Amir ibn Juz ibn Muraad al-Qairani.
Rupanya ini jawabannya; ia membeli lembu kecil dan memanggulnya setiap hari adalah dalam rangka melatih fisiknya supaya terbiasa dan kuat saat bulan haji nanti tiba. Sejak ibunya yang buta dan lumpuh itu ingin berangkat haji, Uwais hanya bisa terpaku dan merenung. Dirinya bukan orang berada; hasil gembalanya hanya cukup untuk makan dia dan ibunya pada hari itu saja. Sementara dirinya teramat ingin membahagiakan sang ibu. Sehingga tercetuslah ide membeli lembu.
Kini bobot lembu sudah mencapai 100kg, dan aktivitas anehnya kini disudahinya. Pagi itu Uwais mendekati sang bunda. “ibu, mari kita berangkat haji” “Dengan apa nak?mana ada bekal untuk ke sana?” Sahut sang ibu, menanggapi anaknya.
“Mari bu, aku akan menggendong ibu, perbekalan kita insya Allah cukup. Jatah makanku selama ini selalu aku tabung.”
Sang ibu hanya bisa ber-urai air mata. Pagi itu Uwais sang anak shaleh melintasi sahara panas dengan menggendong sang ibu tercinta . Sampai akhirnya Ka’bah pun sudah berada persis di depan matanya. Mereka berdua pun akhirnya berhaji, menyempurnakan keIslaman mereka.
Allahu Akbar!!
***
Di sini, jarak membentang dan tahun semakin menjauh dari kisah Uwais yang mempersiapkan diri untuk menggenapkan rukun Islam, berkisah tentangmu mama, tentang keinginan terbesarmu untuk juga menggenapkan rukun Islammu di waktu yang semakin menandakan bahwa kau sudah semakin senja. 55 tahun.
Beberapa minggu ini, mama punya kebiasaan baik. Setiap pagi dan sore tiap harinya mama bersemangat untuk ke taman dekat rumah melakukan olah raga ringan, lari-lari kecil mengelilingi taman yang cukup luas. Aku kadang heran, kenapa mama begitu bersemangat, setiap hari, dua kali sehari di pagi dan petang (persis seperti waktu membaca al-matsurat) tak pernah terlewatkan kecuali ada hujan yang mampir di rumah kami untuk berolahraga sejenak di taman luas terseebut. Dan pagi ini, aku menemukan alasan dari kebiasaan baikmu, mama.
Ketika kami sedang berlari-lari kecil sambil mengobrol ringan, mama bilang “ayo dek, semangat olah raganya, nanti kan kalo naik haji kita jadi sudah terbiasa dengan berlari-lari seperti ini”
Aku terdiam dengan tamparan manismu mama, langsung saja teringat kisah Uwais yang mempersiapkan fisiknya untuk membawa ibunya pergi menggenapkan rukun Islamnya. Namun, di sini, di senja yang menjejaki usiamu, mama berjuang sendiri melatih fisiknya untuk mempersiapkan diri menggenapkan rukun Islam yang sesungguhnya kami pun tak tahu kapan waktu itu tiba, meski kami tak hentinya meminta pada Sang Maha Raja dan Sutradara hidup kami.
Aku jadi teringat ketika beberapa minggu sebelum 10 Dzulhijjah yang baru saja berlalu, mama seperti sedang mempersiapkan diri, pulang dari pengajiannya dengan membeli celana panjang putih. Beberapa hari kemudian, mengajak aku untuk membeli jilbab panjang putih. Katamu “ini buat persiapan naik haji de, mama sudah pantas kan?” mama bertanya sambil berkaca lengkap dengan busana  serba putihnya. Kataku “iya ma, sudah sangat pantas, semoga Allah segera mengundang kita ya ma ke rumahNya.”
Berbeda dengan siang ini, aku melihat mama sibuk membongkar isi lemari, terlihat sedang mencari sesuatu, aku pun bertanya padanya “sedang cari apa ma?”
Mama menjawab dengan tanpa menoleh kepadaku, “lagi cari buku nikah, katanya kalau naik haji harus bawa buku nikah”.
***
DzulhijjahMu Allah
yang sebentar lagi meninggalkan kami
Engkau pun tahu bahwa kami menanti Dzulhijjah yang entah kapan itu
Untuk berdiri penuh belas kasih di rumahMu, di rumahMu ya Allah
Menggenapkan rukun Islam kami
Menelusuri jejak-jejak perjuangan para Nabi dan RasulMu
Dalam doa yang tak pernah henti di lima waktu kami
Bahkan di waktu-waktu terijabahnya semua doa untuk memintaMu
Memberikan undangan itu kepada kami
Sudah pantaskah kami dihadapanMu, Rabbi??

***

Aku pun berbisik “Ma, terus berdoa ya agar Allah mengundang kita dan mengharapkan kehadiran kita di rumahNya”

Pahat TakdirMu

Bertambahnya kesempatan hidup di bumiMu, hari demi hari, waktu demi waktu benar-benar membuat ku bersyukur. Banyak sekali makna dan kesempatan yang sudah saya dapat, terlebih sebuah nikmat. Nikmat dalam mencintaiMu dan mencintai hambaMu -saudara yang Allah pertemukan di jalanNya-

Ada satu lagi nikmat, yang semakin hari semakin nikmat saja, yaitu mensyukuri takdirMu, dan mengikhlaskan takdir yang sudah Kau pahat sedemikian rupa untukku, hambaMu yang manis (kata mama saya manis). Berjalan, dan menentukan tujuan tak ada sedikitpun ragu, karena hambaMu yang manis ini sangat yakin bahwa KemahatahuanMu tak pernah meleset sedetik pun, sedikitpun, maka adakah celah bagiku meraguMu?

pada cintaNya

Dalam lantunan Thaha Al-Juneyd dini hari tanggal 16 September 2013, lagi-lagi Allah menegur dengan halus ditengah derasnya "hujan"
Heiiiii, nikmat mana yang akan kamu dustakan diles??
Ah, aku malu setelah diingatkan oleh Allah, kemudian ada lagi yang mengingatkanku, dalam tulisannya:
Sebut nama-Nya, dekat dengan-Nya, pinta pada-Nya. Segala perkara hidup dan cintamu Indah pada waktunya. Takdirkan cinta atas restu-Nya, atas pilihan-Nya. Serahkan seluruh urusan cinta dan hidup hanya pada Allah.

Hanya pada Allah, pada Allah, pada Allah..
Lalu apa yang membuatmu ragu wahai diri?
Ketika begitu banyak janji yang Allah ucapkan dalam firmanNya..
Bukankah kau juga tahu bahwa Allah anti dari memberi harapan palsu?
Maka, bergegaslah menuju cintaNya
Cinta yang Allah isyaratkan melalui ridhonya...
Bismillah

Caramu bersyukur

Jika shalat berarti doa, dan doa berarti berharap..itu artinya kita membutuhkan shalat, karena manusia tak pernah jauh dari harapan.
Jika tak ada harapan berarti tak ada permintaan,jika tak ada permintaan berarti merasa tercukupi,jika merasa tercukupi berarti sombong,maka..
tak shalat berarti bentuk kesombongan..
Jika diberi sesuatu oleh manusia kita pasti berterima kasih, maka pada Rabb yang Maha Memberi lebih wajib berterima kasih..caranya??
"mengapa kamu shalat?" tanyaku pada salah satu siswa.
"karena shalat sebagai bentuk syukurku atas pemberian Allah" jawabnya pasti..
maka,,shalatmu adalah bentuk syukurmu
-kembali- Jika shalat adalah bentuk syukur, maka tidak shalat adalah bentuk....
pantas saja Rasulullah bilang, “Batas antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim)
Marilah kita shalat..yang Allah bilang "dirikanlah shalat"

-Dan berharaplah pada Yang Mampu Mengabulkan segala harapan, Allah-

Kamu Muslim???

Ketika mengajar kemarin, ada satu jawaban dari pertanyaan yang saya ajukan yang membuat saya merasa “kasihan” dengan siswa yang memberi jawaban. Sebenarnya sih saya mengajukan pertanyaan yang sederhana, yang saya pikir jawaban dari pertanyaan yang saya ajukan juga sederhana, hanya ya atau tidak. Saya salah, oke akhirnya saya akui itu, dan akhirnya kasihan sendiri dengan yang menjawab. Saya bertanya pada semua siswa –bahkan pada setiap siswa yang saya ajar- apakah mereka muslim atau bukan.
Tidak bermaksud apa-apa, karena ini terkait dengan materi yang akan saya berikan untuk kelas kali ini. Biasanya siswa akan menjawab dengan pasti, “iya kak, saya muslim” atau “saya nasrani kak” dan sebagainya. Berbeda untuk kejadian kali ini di siswa kelas 6, ketika saya tanyakan hal yang sama, justru siswa tersebut kebingungan “gak tau deh kak, saya bingung” jawabnya ketika itu. Saya yang mendengarnya pun ikutan bingung, meski saya sudah menebak bahwa pasti karena perbedaan agama dari kedua orang tuanya.
Yap tenyata benar, dia bingung karena papanya muslim sedangkan mamanya nasrani, dan dia diminta memilih agama mana yang akan dia yakini. Kasihan yah? meski mungkin dia tidak ingin dikasihani, tapi tetap saya merasa kasihan, yaaa karena sampai usianya kini yang beranjak 12 tahun dia belum juga memiliki suatu kepastian tentang agamanya, hal yang penting bagi saya untuk menentukan jati diri.
Saya berpikir, mungkin ini maksud baik Allah agar kita memilih pasangan hidup yang seaqidah, ini penting, penting untuk sang anak nantinya. Allah yang Maha Baik tidak ingin membuat banyak anak yang kebingungan tentang jati diri mereka. Meski pada nyatanya semua bayi yang pertama kali ditiupkan ruh juga telah bersaksi bahwa Allah adalah RabbNya, tapi ya ketika mereka terlahir otomatis mereka mengikuti agama dari orang tuanya.
“Dan ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab, ‘Betul Engkau Tuhan kami,kami menjadi saksi.’ (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, ’Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)’.” (Al-a’raf: 172)
Terselip doa untuknya, kelak jika suatu hari dia sudah memutuskan dan ketika ada yang bertanya lagi berharap akan dengan bangga dia menjawab “asyhadu bianna muslimuun” “Saksikan, bahwa aku seorang muslim”

Semoga Allah menjawab kebingunganmu nak dan menempatkanmu dengan agama yang diridhoiNya...

-Bersama-

Kita memandang pada langit yg sama dengan sebuah harapan yg juga sama..
bersama J
Pada langit yang kita tatap,ada harap pd Allah tempat kita biasa meratap..
bersama menetap J
Mata kita terhenti pada satu titik yg berbeda, menelusuri masing2 titik yg ternyata terhenti pada garis yg sama..
air mata menitik :’(
Lagilagi..rindu yg kita rasa tak ada habisnya, bahkan ketika waktu memberi isyarat..
bersama kembali J
Menyebrangi matamu ketika akhir bertemu adalah yg ku rindu,karena di sana aku melihat sebuah doa..
untukku dan untukmu -bersama-
waktu yg kita pakai, tak pernah lusuh menceritakan masa lalu. Pun tak bosan merajut masa depan..
bersama denganmu
Aku berkata "keikhlasanku bahagiamu"| dan kau juga berkata "kesabaranku kebaikanmu"
kita bersama
Terhentikah harapan kita pada suatu keadaan? Di mana jarak sungguh sangat mengganggu..
bersama dalam rindu
Bersama dalam rahim dulu membuatku sungguh2 ingin bersamamu,
selalu..


Malam berkisah tentang kita

Aku merasakan lagi,bahwa Allah sungguh Maha baik pada kita -seorang hamba yang Allah titipkan kelalaian dari berbagai sisi- dengan mengirimkan seorang pendamping  -yang tidak mesti selalu tentang suami- dan dia adalah saudari, saudari yang Allah sertakan dalam perjalanan malam ini. Aku yakin bahkan sangat yakin bahwa malam ini sudah tercatat dalam “buku rahasia” milikNya, tentang kecerobohanku. Bahagia bertemu denganmu bahkan membuat aku melupakan hal yang penting dan berharga hingga kita melangkah dalam laju yang bersama. Kau memelukku dengan bahagianya sambil bercerita sepanjang perjalanan dan aku pun bahagia dengan perjumpaan malam ini. Sampai suatu ketika aku teringat akan hal penting yang aku lupakan. Sungguh, dibalik keresahanku, Allah mengirimmu untuk menjadi penenangku.

Aku jadi malu tentang kisah kita malam ini, berniat bahwa aku akan mengiringimu sampai setengah perjalanan pulangmu justru malah kamu yang mengiringiku sampai setengah perjalanan pulangku. Jika mala m ini aku lalui tanpamu,apa yang akan terjadi ya?pasti ceritanya akan lain, tidak seperti jika kita bersama.

Sampai detik ini, aku tak tahu kata apa yang aku harus ucapkan untukmu. Maaf telah memperpanjang perjalanan malammu, dan terima kasih yang teramat banyak telah menyertai perjalanan malamku. Membuat aku tegar berdiri dipinggir jalan raya, yang jika tanpamu mungkin aku bagai seorang linglung yang berdiri lemah meratapi perjalanan malam..
aaahh lagidanlagi, terima kasih..

*special untuk saudari terkasih, Afri Wulandari
Jakarta,10 September 2013


Persembahan untuk tiga cinta :)

Jika cinta pernah terhenti, maka itu bukan cinta dan ku pastikan itu bukan cintamu, Mama dan Ayah. Jika cinta pernah berduri, itu pun bukan milikmu, aku yakin itu. Namun, cinta pernah membuat sepasang malaikat ini merintih, perih dalam takdir yang tak henti dijalani. Merangkai hari dalam doa tiada henti merajut mimpi tentang sebuah harapan pasti menjadi manusia berarti dengan ilmu. Ilmu yang diisyaratkan Rosulullah agar tak henti dalam mencari, ilmu yang dengannya Allah berjanji memuliakan kami.
Padamu dua malaikat bumi yang doanya mengangkasa tinggi di Langit Cinta Sang Maha.. Jerih dalam 19 tahun mencukupi pendidikan ku sampai saat ini, terbayarkah dengan satu lembar ijazah Sarjana ini?
Padamu ayah, meski sudah 7 tahun pergi aku tak juga lupa bahwa skripsi ini ku tulis sambil mengingatmu, mengingat tiap tetes keringatmu yang mengantarkanku sampai di titik ini. Padamu ayah, usahamu dulu membuat anakmu mampu menyusun kata demi kata dalam satu tahun pembuatan skripsi ini.
Padamu mama, saat tangis malammu bercerita pada Rabbmu bagi kesuksesanku, adakah ini yang kau minta padaNya??mendampingi wisudaku, membahagiakanmu..
Padamu yang bahkan sejak dalam rahim menemani hari-hari panjangku, kau lebih tau dari seluruh penduduk bumi tentang perjuanganku menggenapkan gelar sarjana ini, adakah bahagia yang juga kau rasa meski tak di sini??

Ya Allah, terima kasih atas cinta yang Kau titipkan pada mereka dalam hidupku. Jika tanpa mereka, lantas bagaimana hidupku? dan jika tanpa Mu masih layak kah perjuangan ini???

Berbicara padaMu tentang rindu

Allah..
Aku berbicara padaMu tentang rindu..
Rindu pada suara yang dulu hadir di ruang kotak kuning raksasa rumahku..
Aku berbicara padaMu tentang rindu..
Rindu pada tatap mungil berpadu senyum yang hadir pada wajahnya..
Aku berbicara padaMu tentang rindu..
Rindu pada sekelumit kisah tentang malam panjang menemani mata cerahnya..
Aku berbicara padaMu tentang rindu..
Rindu pada lincah kaki menghentak menjejak yang hanya dimilikinya..
Aku berbicara padaMu tentang rindu..
Rindu pada ajaibnya mulut mungil yang siap menampung segenggam tangan yang dengan lincah dilahapnya..
Aku berbicara padaMu tentang rindu..
Hingga aku takut rinduku membuatku berbicara pada dinding kamar.. “kapan kau isi lagi kamar ini dengan ceriamu?”
Aku berbicara padaMu tentang rindu..

Dan kini tersampaikan dengan mata yang sendu..

satu nama: Rindu

Rinduku berada dilima waktu,
bahkan disunnah2 dan waktu mustajab utk meminta kau kembali di sini..
Rinduku berada dilima waktu,
ketika ku rasa tak ada yg mengerti rindu ini selain Rabbku..
Rinduku berada dilima waktu 
beserta malam-malam yg dimiliki olehNya untuk lagi-lagi meminta tanpa jenuh..
Rinduku berada dilima waktu,
bercerita tentangmu dan tentang kebersamaan kita yang tertunda di sini..
Rinduku berada dilima waktu,
tak letih meminta dengan air mata agar kita dikumpulkan lagi di sini..
Rinduku berada dilima waktu,
Ketika banyaknya doa namun bermuara pada satu pinta. Kehadiranmu..
Rinduku berada dilima waktu,
Bersembunyi ditengadah panjang dalam haru mendalam karena tak mau terdengar oleh mama..
Rinduku berada dilima waktu,
Entah apa yang membuatku pilu, yang ku tahu hanya cinta kita tak melulu bersatu..
Rinduku berada dilima waktu,
Berada pada rakaat terakhir pada tiap waktunya..
Rinduku berada dilima waktu,
Ku harap kau pun tahu
Rinduku berada dilima waktu...


*dan semakin hari aku bukan lagi mengakrabi keseharianmu, tetapi kini mengakrabi rindu..



Menjelang 23 Tahun


Menjelang hari lahir ke 23 tahun
“dek, maafin mama yah selama ini gak bisa  kasih apa-apa untuk diles, padahal mama tahu diles lagi butuh motor. Mama iri deh sama “dia” yg hadiahin anaknya motor meskipun anaknya gak minta”. Mama bicara sambil peluk J
Ceritanya mama iri sama seseorang yang bisa kasih motor untuk hadiah ultah anaknya yang ke 16. Padahal saya kenal dengan anaknya yang cerita kalau yang dia butuhkan adalah perhatian, cinta, dan penghargaan dari orang tuanya, bukan motor L, terbalik yah J
“ah mama, mama kan udah kasih cinta yang luar biasa yang mungkin banyak orang tua yang gak kasih cinta itu ke anaknya, dan itu lebih dari cukup mama.”

Ya ya, bersyukur luar biasa sudah dianugerahi mama yang berjuang terus untuk memenuhi kebutuhan anaknya meskipun si anak udah mulai “tua”, haha. Mama sampai iri, padahal anak yang mama iriin itu justru iri sama perhatian dan cinta  yang mama berikan ke anak-anaknya, anak tersebut pernah cerita dengan jelasnya
“kak, aku iri sama kakak yang punya mama begitu perhatian dan cinta banget sama anak-anaknya”
Itu artinya bahwa cinta luar biasa  yang sudah mama berikan lebih berarti daripada sepeda motor termahal dimanapun. Diberikan motor tapi gak diberikan cinta itu rasanya sakiiit, begitu sih yang anak tersebut rasakan.
Dan kali ini saya yang balik bertanya pada mama..
“maaa, mama maunya umroh dulu atau langsung naik haji?”
Mama Jawab, “mama maunya diles nikah dulu.”
Haaaaaaa, simple tapi langsung dalemmmm..
Begitulah cinta yang mama berikan, memilih untuk mendahulukan kebahagiaan anaknya  dibanding mencapai segala keinginannya, bahkan keinginan terbesarnya.
Bersyukur yang meluap-luap punya mama seperti ini J
love you, more and more

Juni

Aku tak ingin Juni berakhir, masihkah Juni akan melukiskan bahagia dengan tinta yang kulukiskan bersamamu? ataukah Juni adalah waktu ketika kau dan aku berkata dengan sedikit perlahan bahwa "waktu kita hampir habis" ??

Aku yakin Sang Maha Cinta tak akan membiarkan kita sendiri, sendiri dengan kerinduan yang menyesak dengan tangis dan keikhlasan tak terbedakan lagi..
Maka sampai saat ini, aku takkan melepaskan doaku untuk tetap bersama dengan bahagiamu dipenghujung waktu penantianku..

Ketika kau bilang, "tolong jangan menangis karena kepergianku"

Maafkan karena tak bisa mewujudkan mimpimu, dan aku hanya mampu menjawab "kau bisa meminta ikhlasku, tapi sungguh air mata ini jangan kau minta juga, sebab inilah yang menguatkanku tentang keikhlasan yang kau bawa..

Bahagiamu di keabadian..

Padamu cinta..
Ku titipkan malam yang gemericik syahdu dengan isak kecil tak terdengar..
Padamu cinta..
Malam menyaksikan bahwa cintamya luar biasa, sungguh..

Sesal ketika baru mengetahui bahwa betapa kau luar biasa memiliki cinta..
Menjelang kepergianmu, wasiat cinta kau sampaikan pada istrimu yang Allah jadikan ia sebagai ibu kami..
Kau bilang apa?? ah Robbi, mengapa baru ku dengar pesan cintanya??
Haru biru datang menyelinap sampai aku yakin ia tak mau pergi..
Kau berpesan padanya "jaga anak kita, wujudkan mimpi-mimpi mereka, selalulah di samping mereka"
Kalimat cintamu, yang kau titipkan pada semesta yang berhembus bersama angin kesedihan dari istrimu, ibu kami..

Dan malam ini..
Detik dalam waktu menjadi saksi akan kisah yang sungguh membuatku bangga memilikimu..
Menjalani takdir sebagai anakmu..
Dan aku yakin bahwa segala kata dalam tiap kalimat tak akan cukup untuk menggambarkan cintamu
Karena cintamu luar biasa, bukan lagi sederhana seperti yang aku duga..
Bahkan cinta menjelang kepergianmu menemui kehidupan abadi bersamaNya..

Berparagraf doa akan terus terucap untuk bahagiamu..
Duhai Allah, jaga ayahku dengan sebaik-baik penjagaanMu..
Cintai ia, cintai ia, cintai ia..

Jika kesholehan ini menjadi bahagiamu di dekatNya..
Maka janjiku atas nama cinta,
Menjadilah anak soleh yang akan membawamu menuju bahagia dikeabadian..
Menjadi muslimah yang menjaga dan terjaga
Dan kelak akan menjadi ibu bagi anak-anak yang soleh..
Insya Allah..

Terima kasih atas cintamu duhai cinta, ayah..

Penghujung Mei 2013
Ketika detik berkisah tentang 7 tahun kepergianmu

Keberadaanku


Aku ada di antara mereka, ini takdirku. Berdiri di sini, memperhatikan, mengamati, lalu kemudian menyadari bahwa aku tidak di sana, namun di sini. Memisahkan diri demi sebuah rasa nyaman. Aku memang berada pada kondisi yang berpenyakit, jika memang itu tepat untukku. Untuk sebuah status persaudaraan kita. Jika bukan kau yang sakit, maka biarkanlah aku sakit karena memang aku tak melihat ada secercah harap dari kalian agar aku sembuh. Sudahlah, aku hanya ingin menikmati hari tanpa sedikitpun beban, tanpa sedikitpun rasa bersalah, tanpa sedikitpun merasa diperbudak, yah diperbudak. Buruk memang konotasi itu, tapi itu cukup.
Salahkah aku?ah jangan tanyakan itu, karena aku pun tahu posisiku pasti bersalah, tak ada posisi baik bagiku. Aku hanyalah seorang manusia yang dengan sifat egoisnya ingin memiliki duniamu. DUNIAMU. Bukan lagi dunia kalian.
Izinkan aku menangis di titik terlemah ku, ketika aku tahu bahwa tak ada yang dapat aku pertahankan..
ALLAH..ALLAH..ampuni aku

Syukuri Takdirmu

Ada seorang rakyat yang iri dengan Presidennya. Berkata dia, "enak ya jadi presiden, gak perlu kena macet, selalu di kawal, ke luar negeri gratis."

Namun apa kata presiden.. "enak jadi rakyat biasa saja, tak perlu bertanggung jawab dengan ratusan juta manusia." (klo presidennya bener) :p

Ada yang berkata "enak ya jadi artis, terkenal dan populer."

Berkata artis.. "enak ya jadi orang biasa, banyak waktu luang, gak perlu khawatir aib terbongkar"

Ada siswa SMA berkata.. "kalo jadi mahasiswa enak, gak ribet di kasih PR kayak SMA"

Mahasiswa berkata.. "aaaa kangen masa SMA, saat bisa kumpul dan masih santai"

Dan ada seorang ibu rumah tangga berkata.. "enak yaa kalau bekerja, gak merepotkan suami, punya penghasilan sendiri"

Tengoklah ibu-ibu yang bekerja.. "enaknya jadi ibu rumah tangga, bisa seharian mengurus rumah, mendidik anak dan dekat dari hati ke hati."

Ada seorang yang belum menikah berkata "mau nikaahh, iri sama yang udah nikah."

Dan yang menikah pun ada lagi keluhannya..

Lalu jika begini terus, akan sampai kapan kita mau mensyukuri takdir?

Lelah memang menghadapi hidup yang ternyata ada hidup yang kita rasa lebih baik dari hidup kita, padahal kita sama sekali tidak tahu, hanya sok tahu bahwa hidup si dia lebih indah dibandingkan hidup saya. Mengapa begitu??tanyakan pada hatimu ^^

Benarkah bahwa kehidupan dia yang kita inginkan benar-benar lebih baik dibandingkan hidup kita??Nyatanya, tetap saja dia bertemu dengan masalah yang mungkin kalau diberikan ke kita tak kan sanggup memikulnya.. Ketika kau merasa bahwa takdirnya lebih baik darimu, maka mungkin saat itu juga dia merasa bahwa takdirmu lebih baik darinya..Lantas, masih kah kita ingin menjadi diri orang lain?

Allah menitipkan takdir kita memang tidak pernah sama satu dengan yang lainnya, tidak dengan siapapun, bahkan dengan saudara yang bersama sejak rahim. Kau tau bahwa Allah Maha Tahu mana yang terbaik, ada takdirmu dan ada takdir ku, yang mungkin diantaranya ada takdir kita, itu bukan berarti takdir kita sama kan?

Seperti halnya aku dengan dila, saudari tercinta yang bersama sejak rahim. Takdir kami berbeda, sangat berbeda. Tapi apakah kami saling iri? Tidak!
Karena bagi kami, membersamai takdir antara kami itu lebih membahagiakan dibanding mendurhakai takdir masing-masing. Begitulah hakikatnya kan?

Jika yang kau inginkan adalah suatu kebahagiaan, maka bukan iri pada takdir orang lain lah sebagai jawabannya. Jawaban dari kebahagiaan yang kau inginkan ada dihatimu, silaturrahim lah dengannya dan lihat bahwa bahagiamu tercipta justru ketika kamu mensyukuri takdirmu sendiri, ada pada hati yang mensyukuri takdir. Ada pada hati yang sama berbahagia menemani saudarinya dalam menjalankan takdir bahagianya.. coba saja, dan kau akan temukan kebahagiaan itu.



****

Terima kasih Allah, Kau telah menakdirkan aku sebagai ibu rumah tangga justru disaat aku belum menjadi "ibu rumah tangga" yang sesungguhnya. Mengasuh satu lagi amanah yang Kau titipkan melalui rahim saudari kembar ku, merasakan betul jadi ibu meski bukan dari rahim sendiri..

Terima kasih Allah telah menyertakan aku dalam takdir bahagia yang kau beri untuk saudari kembar ku..

Dan dengan kemurahan hatiMU, terimalah syukurku..

Wisuda

Wisuda yaaa??cita-cita yaa??? kerja keras juga...


Selasa kemarin, dengan kesadaran yang penuh saya mengikuti prosesi khidmat wisuda saudari kembar saya -Aldila Delta Asmara (sudah) S.Pd- bukan hanya mengikuti, tapi juga merasakan betul kebahagiaan takdir yang dia rasakan. Sungguh, tak ada kebahagiaan yang lebih bahagia saat melihat mama menangis bangga dan dila tersenyum merekah atas predikat barunya sebagai alumni UNJ (sarjana pendidikan). 
Meskipun ada beberapa kekecewaan saat mengikuti serangkaian acara bahagia yang membosankan itu. Selalu ada saja, orang-orang yang membanding-bandingkan takdir saya dengan dila, ini bukan hanya tentang orang-orang yang sudah lama kenal dengan kami. Bahkan orang yang baru saya temui di tempat acara pun juga menanyakan hal yang sama.

"nganter siapa mba" Tanya seorang bapak yg mengantar anaknya wisuda.
"kembaran saya pak". Jawabku dengan senyum.
"waaahhh kembar ya? kamu kok gak ikut?"Tanyanya lagi.
"iya pak, saya bulan Oktober insya Allah" masih dengan senyum.
"sayang banget, kan seru kalau bisa wisuda bareng". Katanya lagi.

Dan saat itu saya jadi tidak berkeinginan untuk bicara pada orang yang baru saya temui, karena bapak tsb adalah orang kedua dengan pertanyaan dan pernyataan yang sama. Duhai bapak, terima kasih atas keprihatinanmu padaku, meski sebentar menciptakan titik bening pada mataku.

Duhai mama, terima kasih tak terhingga, untuk semua kesabaranmu, perhatianmu, dan dukunganmu sehingga aku tak pernah merasa putus asa atas keberbedaanku dengan dila, mama orang yang terdekat namun tak pernah menuntut agar takdirku dengan dila harus selalu sama, karena mama tahu bahwa kami pun berusaha untuk menyempurnakan takdir kami masing-masing :)

Dan selalu saja, mengapa saat moment bahagia dila ada saja orang yang mencipta sedih dari bahagia yang ada.
"diles kenapa kamu selalu tertinggal dari dila, nikah dan lulus"

Ah sudahlah, cukup Allah saja yang menjawab semua ini, karena atas izinNya semua bisa terjadi atau bahkan sebaliknya. Maaf, saya tidak bisa mengikuti kehendak kalian untuk menyamakan takdirku dengan takdir dila, karena memang bukan kuasa kami.

Untukmu yang masih dirahasiakan ALLAH

Untukmu yang masih dirahasiakan Allah
Kau tahu, sabar itu menjadi sulit kala menanti hadirmu
Ada ketergesaan yang menyergap, menghitung hari, menghitung waktu menghitung tiap menit saat kau diperkenankan hadir mengisi hari-hari ini.
Diperkenan Allah, untuk memberi bahagia
Mencipta menjadi selaksa rindu saat tak bertatap dalam rasa dan raga.

Aaah aku semakin rindu
Semakin rindu meski kini kita belum jua bertemu
Menantimu, membuatku menjadi manusia tak tahu waktu
Berlebihankah?biarlah karena mereka tak merasakan ada harubiru dalam kalbu

Berharap kau bahagia saat bertemuku,
Menyambutku dengan tangis kemenanganmu
Yang dengan tangismu kami tahu, bahwa kau pun tak sabar dalam penantian ini

Untukmu yang kini masih berada dalam rahim ummi mu
Titipkan salam kami pada Penjagamu yang memiliki sebaik-baiknya penjagaanNya padamu
Berceritalah pada Nya, bahwa kau pun rindu untuk segera bertemu dengan kami
Agar Dia pun meridhoi perjumpaan kita di bumi

Sehatlah nak, ummi, abi, umma mu serta semua yang ada di sini
Menanti dengan doa yang terus terpanjat agar kelak kau bahagia memiliki kami

Untukmu bahagia kami
 ^_^

ada kamu di hatiku

berbahagialah aku..

sebab masih ada kamu
dalam catatan harianku
dalam catatan amalanku
dalam catatan haru biru ku

ada kamu, yang entah dengan apa dapat ku lukiskan bahagia ini..
ada kamu dan kini kau tak sendiri menemani, ada dia

dan aku semakin bahagia :)

puisi kecil untukmu :*

Jejak kita

Aku ingin menulis, menulis apa saja yang terjadi pada hari-hari kita..
Tentangku, tentangmu, tentang dia yang belum aku ketahui bahkan tentang kita.
Tentang perjalanan hidup kita dalam mengisi kebersamaan ini.

Hari ini kau bertanya, mana yang aku sukai,
Engkau selesai sidang kemudian pergi menyusul yang halal bagimu,
Atau aku lebih menyukai jika sidangmu diundur agar kepergianmu diundur?
Tahukah kau? tak ada yang lebih membahagiakan selain melihatmu bahagia
Jika kebersamaanmu dengannya mencipta bahagia untukmu,
Maka aku memilih itu
Memilih melepasmu untuk menjemputnya membangun kebahagian baru.

Dan tentangku, aku akan tetap seperti ini.
Membahagiakan wanita mulia yang rahimnya kita huni dulu,
Membahagiakan wanita mulia yang bahagianya pun sangat membahagiakan
Aku akan di sini, membangun dikit demi sedikit mimpi dan harapan yang tak pernah putus.
Meski kami berharap bahwa kau..suatu hari nanti membersamai dengan jarak tentang kebahagiaan ini.

Ah ya, kebahagiaan ini akan tetap aku perjuangkan.
Terima kasih cinta
Mencintaimu bahkan ketika merasa harus melepasmu.

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © / Mendidik Mencintai

Template by : Urang-kurai / powered by :blogger