Doa tanpa paksa

"Saya tak pernah berani memaksa dalam doa. Bukan karena ragu bahwa tiap doa pasti dikabulkan, hanya saja saya ragu akan keinginan saya sendiri, apakah terbaik atau bukan menurut Allah. Maka, menyerahkan sepenuhnya padaNya, bagi saya, itulah jalan tengah dan jalan terbaik".

Saya katakan ini pada dia, pada dia yang memaksa saya untuk mendoakan dengan sedikit paksa tentang keinginannya. Keinginan untuk berjodoh dengan dia, hanya dia. Banyak bukan kejadian seperti ini? berdoa agar berjodoh dengan dia tanpa menyandarkan dan menyerahkan sepenuhnya pada Allah, Pemilik Semesta. Hei, lagi-lagi tentang jodoh ya? Begitulah, pembahasan jodoh memang seakan tiada habisnya. Tapi kali ini saya akan membahas tentang doa, doa yang sering kita dekap dalam harap, doa yang bahkan sering terbaca "memaksa", seolah kita sangat tahu bahwa dia sudah pasti terbaik untuk kita. Pernah berdoa seperti ini?

Bagi saya, tak pernah ada yang salah dalam berdoa, bahkan sahabat Rosulullah, Umar bin Khattab pernah berkata "aku tak pernah mengkhawatirkan apakah doaku akan dikabulkan, sebab setiap kali Allah mengilhamkan hambaNya untuk berdoa, maka dia sedang berkehendak untuk memberi karunia. Yang ku khawatirkan adalah, jika aku tidak berdoa". Ya, yang salah adalah ketika kita tak berdoa. 

Mungkin sebaiknya seperti itulah adab kita dalam berdoa, menyerahkan dengan keikhlasan bahwa Dia akan memberi karunia dengan caraNya. Hanya saja ketika kita berdoa yang memaksa, terkadang keikhlasan tak kita bawa, hingga ketika tak Allah penuhi, maka baik sangka pun tak kita temukan caranya. Menggerutu memprotes, mengeluh, dan pengekspresian lainnya.

Begitulah, doa-doa yang dirinci tanpa disertai keikhlasan terhadapNya kadang membuat kita lelah dalam berdoa ketika tak kita temukan wujud pengabulannya. Merasa bahwa Allah tak mengabulkan, merasa bahwa tak suka terhadap pilihanNya. Semoga Allah menjauhkan kita dari rasa yang buruk.

Bahwa, tak ada yang salah dalam berdoa, bahkan doa adalah kekuatan, doa adalah senjata, doa adalah wujud cinta, begitu yang saya tahu tentang doa. Namun, ketika berdoa sebagai hamba yang tak tahu, percayalah pada keMahaTahuan Allah tentang takdir kita. Takdir yang penuh rahasia kan? Mengakulah dan merendahlah, bahwa kita hanya seorang hamba yang sangat sok tau, merasa bahwa mimpi dan harapan masa depan kita adalah yang terbaik bagi kita, hingga terlupa bahwa Allah pun punya rencana. Sekali lagi tak ada yang salah dalam berdoa. Begitupun, percayalah, tak ada yang salah dengan setiap takdir yang Allah tentukan untuk kita.

Serahkan padaNya, tentang sebuah harap.
Serahkan padaNya, tentang sebuah mimpi.
Serahkan padaNya, tentang sebuah cita dan cinta masa depan nanti. 

Takkan terasa manisnya kehambaan, hingga kita merasa bahwa bermesra pada Allah dalam doa itulah yang lebih penting dari pengabulannya. Takkan terasa lezatnya ketaatan, hingga kita lebih mencintai Dzat yang mengijabah permintaan kita, dibanding wujud dari pengabulan itu. -ust Salim A Fillah-
Sertakanlah keikhlasan agar bermesra pada Allah semakin mesra. Jadikan doa sebagai bentuk cinta pada Ia, bukan hanya sekedar untuk memenuhi segala keinginan kita. Serahkan kepada Pemilik Hati, Pemilik Jiwa, dan Pemilik goresan takdir kita. 

Menjalinlah dengan mesra kata-kata cinta tanpa hasrat memaksa atas kuasaNya. Pada doa-doa yang tertatih lembut terdengar lirih, ada kebaikan dalam tiap susunan kata yang terdengar ridho akan ketetapanNya. Cinta membuat kami terus berdoa, memuji Engkau, merendahkan diri kami dan menyerahkan sepenuhnya akan kuasaMu. Kemudian takdir pun berucap, bahwa yang terbaik bagi kami adalah apa-apa yang baik dariMu. Duhai yang kepadaMu bermuara segala doa dan cinta.

“Duhai Rabbi; Penciptaku, Penguasaku, Penjamin rizqiku, Pemeliharaku, Pengatur urusanku; sungguh aku, terhadap apa yang Kau turunkan di antara kebaikan, amat memerlukan.” Doa nabi Musa.

@diles_delta 

Doa dalam rahasia

Biarkan doa tetap rahasia, mengangkasa menuju langit cinta yang Ia persembahkan untuk kita.  Melewati duka, menerbangkan asa dalam sumpah serapah yang tertahan agar tetap berada di jalanNya. Doa yang tetap rahasia, menembus dinding kemustahilan bagi siapa saja yang percaya. Menatap dalam manja tangan-tangan lelah yang menyatu seolah ia berkata "akan aku hapus duka, dan ku sampaikan pada Ia, agar tak membiarkanmu menyesaki rasa".

Biarkan doa tetap rahasia, seperti kau merahasiakan segala rasamu yang kau bilang belum waktunya, iya kan?  Doa yang rahasiapun tak melulu tentang rasa yang belum waktunya, bahkan ketika kau sudah menemukan waktunya, ku harap doa mu tetap sama, masih rahasia. Rahasia yang hanya kau dan Rabbmu saja yang tahu. Rahasia yang tak akan pernah menjadi hidangan bagi publik lainnya.

Beruntunglah kamu, sebab doamu masih rahasia. Merahasiakan segala harap, merahasiakan segala resah, bahkan merahasiakan segala tuntutan yang kau ingin untuk disempurnakan olehnya. Doamu yang rahasia seolah penawar bagi gemuruh yang hadir menyelimuti segala mimpi-mimpi yang sampai kini pun masih mimpi. Merasakan lelah, yang kau balut dengan Lillah. Semoga saja benar lillah, sebab jika lelahmu tanpa Lillah kau hanya seperti orang yang berkilah. Tak sanggup melewati beratnya pundak yang membuatmu semakin lelah.

Maka, berdoalah dalam rahasia, untuk segala duka,  untuk segala luka, untuk segala mimpi yang akan membawamu menuju garis-garis khatulistiwa segala peristiwa.
Maka berdoalah ia dalam rahasia, doa yang menukar lelah menjadi bahagia, bahagia yang tercipta karena telah kau sandarkan lelah dalam lillah. KarenaNya, kini tak kau temukan lagi nestapa, ia larut dalam butir-butir senyum hangat yang merongga dalam dada.

Doamu, masih rahasia kan?

@diles_delta dalam pencapaian bahagia

Jika Boleh

Jika boleh dikatakan terluka, maka aku terluka. Luka yang bukan karena mu, mungkin semacam teguran atau peringatan?mungkin iya, dalam waktu yang tak ada batasnya.
Jika boleh dikatakan rindu, maka aku rindu. Rindu yang telah hadir sebelum kehilanganmu, rindu yang tertanam sejak dulu. Mungkin kau lupa, tapi aku tidak.
Jika boleh dikatakan mendengki, maka aku mendengki. Dengki yang entah kebaikan atau keburukan. Ah, yang ku lupa, tak pernah ada dengki yang baik.
Jika boleh dikatakan tak percaya, maka aku tak percaya. Tak percaya bahwa tak akan ada lagi tempat bagiku, bukan tak akan ada lagi, atau bahkan memang tak pernah ada dari dulu.
Jika boleh dikatakan kecewa, maka aku kecewa. Kecewa yang bukan karenamu, terlebih karena aku. Ya, karena aku. Meski kau tak pernah tahu.
Jika boleh dikatakan tragis, maka ini tragis. Tragis yang melebihi kisah sad ending. Aku tak mau, dan siapa pula yang mau seperti itu?
Jika boleh dikatakan berprasangka, maka aku berprasangka. Prasangka yang kita tahu hanya akan membunuh kekebalan rasa terhadap kita. Prasangka, ya, ku harap begitu.
Hanya sebuah prasangka kan?
Tentang aku, dan catatan burukku.

@diles_delta dalam keabsurdan

Malam Jodoh

Malam ini saya sungguh-sungguh sangat terharu, hingga akhirnya wujud dari haru saya adalah tulisan ini, yang saya beri judul, malam jodoh. Bukan, bukan karena malam inilah saya mendapat jodoh, bukan juga karena malam ini saya begitu galau memikirkan jodoh. Bukan itu, tapi ini hal lain.
Tiba-tiba saja ditengah obrolan, teman saya mengirimkan tulisan panjang ini.

Tentang jodoh, banyak yang sering menulis “memperbaiki diri untuk mendapatkan yang terbaik”. Sebab yakin bahwa yang baik hanya untuk yang baik pula. Sampai di sini—yang baik untuk yang baik, itu adalah aksioma atau sesuatu yang tidak perlu dipertanyakan lagi. Namun, memperbaiki diri untuk yang terbaik itu agak mengganjal saya.

Saya yakin semua sudah tahu bahwa amal seseorang itu berdasarkan niatnya. Jika niat hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya, maka ia mendapatkannya. Namun, jika hijrahnya karna seorang wanita, ia akan mendapatkannya, tapi tidak dengan Allah dan Rasul-Nya. Lalu, ketika memperbaiki diri yang dimaksud adalah untuk mendapatkan jodoh terbaik, menurut hemat saya, sangatlah kurang tepat, bahkan salah. Jauh lebih baik jika diniatkan untuk Allah semata, tak perlu ada embel embel yang lainnya. Sebab, yakin pasti kebutuhan atau keinginan kita akan mengekor setelahnya. Sebab Allah Maha Tahu semua tentang kita. Bukankah lebih baik kita mendapatkan keridhoan Allah, ketimbang dunia dan seisinya? Api neraka yang super panas sekalipun akan menjadi sejuk jika Allah ridho.
Apatah jodoh yang sangat mudah bagi Allah?

Well, ini untuk diri saya juga, bahwa meniatkan sesuatu itu hanya untuk Allah semata. Apalagi memperbaiki diri yang relevansinya jelas dalam bentuk ketaatan kepada-Nya. Aneh jika ternyata kita sangat taat kepada Allah hanya karna ingin mendapatkan sesuatu.

Dapatkan Allah, maka kita akan mendapatkan apapun yang kita mau dan butuhkan, maka akan Allah beri dan cukupkan. -MN-

Membaca tulisan ini, seakan membawa saya pada suatu masa ketika saya menjadi diri saya sendiri di dunia sosial media, entah karena kaget atau karena kecewa ada seorang saudari yang menasehati saya dengan kalimat, "nanti suami masa depan kamu cemburu". Intinya seperti itu. Saya yakin, bahwa niat saudari saya adalah baik, tapi saya justru melihatnya sebagai sebuah ajakan untuk menyekutukan Allah. Untuk menjadi baik bukan lagi karena Allah, tetapi karena agar mendapatkan yang baik, suami, yang belum  pantas untuk saya imajinasikan sesuai dengan nasehatnya. Saya pun membalas nasehatnya dengan bilang "saya lebih senang dinasehati dengan kalimat 'Allah cemburu' dengan begitu membuat saya berpikir untuk melakukan yang terbaik dan menjadi baik karena Allah, karena saya adalah hamba Dia, bukan dia.

Begitupun dengan kebiasaan saya yang tidak suka dandan, pakai baju asal atau bisa dibilang gak rapi, orang terdekat saya selalu menasehati dengan "bajunya rapi dikit donk, gimana mau dapet suami". Aaahhh rasanya saya bosan dan jenuh dengan nasehat ini, bukankah lebih memotivasi dengan bilang "Allah suka keindahan loh, rapi yaaa bajunya". Saya bisa terima. Tapi, saya pun sadar bahwa kita tak bisa memesan "cara menasehati" dari setiap orang yang kita kenal, begitu pun kita pun tahu bahwa setiap orang memiliki caranya tersendiri dalam menasehati. Apapun itu, nasehat tetaplah nasehat yang bertujuan untuk memperbaiki.

Tapi pernah, sampai saya berfikir bosan dituntut untuk menjadi sempurna agar mendapat yang sempurna juga. Begitulah, kadang iming-iming menjadi baik agar dapat yang baik itu palsu. Bukan saya tidak percaya akan janji Allah, tapi yang saya maksud palsu adalah motivasi menjadi baik kita bukan lagi karena Allah. Seperti yang dibahas diparagraf sebelumnya, amalan itu tergantung pada niatnya, maka niatkan menjadi baik karena Allah.

Setelah selesai perbincangan dengan teman saya tersebut, kemudian tiba-tiba ada yang BBM saya dan bilang "Allah sayang sama diles, sabar ya... jangan sampe jodoh orang kepinjem... :), Tapi beneran les... sabar ya... banyak rahasia Allah yang perlu kita tau saat waktunya tiba, ga perlu kita reka2" -KN- Saya haru baca ini, baiklah saya akui kalau saya adalah seorang wanita yang mudah haru (gak mau dibilang cengeng).

Kemudian diskusi via BBM dengannya pun berlanjut, bahwa menjadi mulialah tersebab kita sudah maupun belum menikah. Saya katakan padanya "Semakin hari aku semakin sadar bahwa tujuan hidup kita adalah ibadah, bukan menikah, jika Allah belum perkenankan kita untuk beribadah dengan pernikahan, maka cari jalan ibadah lain". Ini bukan hanya sekedar kalimat penghibur bagi diri saya yang belum menikah, wallahi, ini pun bukan kalimat putus asa, tapi ini adalah kalimat kesadaran bahwa Allah menciptakan kita memang hanya untuk beribadah, dengan menyesuaikan pada takdirNya. Tak ada alasan untuk tak jadi taat meskipun belum menikah, dan tak boleh merasa keIslaman telah paripurna hanya karena sudah menikah.
Pada akhirnya kamipun sepakat merevisi prinsip jodoh, kini semestinya Prinsip jodoh itu:
Berikanlah yang terbaik untuk Allah maka Allah akan berikan yang terbaik untukmu.
Cintai Allah sungguh sungguh (QS. 3:31)
Maka Allah akan kirimkan orang yang mencintaimu karna Allah. -MN-
Lebih bermakna yah, mengajak kita merevisi segala niat untuk berbuat baik hanya dan untuk Allah. Akhirnya, perbincangan pun diakhiri dengan kalimat cinta "uhibbuki fillah".

Kemudian setelah itu, tiba-tiba lagi, saudari saya yang lain chat dan bilang "cariin aku suami les". Hahahaha, malam ini sungguh malam jodoh, malam di mana bukan kegalauan saja, tapi malam penuh ilmu dalam menyempurnakan makna jodoh.
Teriring doa dari segala perbincangan malam ini, semoga Allah istiqomahkan kita untuk mencintaiNya melebihi cinta kita pada makhlukNya.

Shodaqollahuladzim.

@diles_delta

Aku, tentang kamu

Aku baru saja mengintaimu, lewat doa yang mengarah pada sebuah garis yang tanpa tepi.
Aku baru saja menatapmu, dengan mata yang menembus dinding harap pada sebuah pintu yang tercipta dari rasa yang tergugu.
Aku baru saja menantimu, ya baru saja, karena kau baru saja hilang dari harapanku.
Aku baru saja menjumpaimu, pada segenggam hasrat yang kutuangkan kembali dalam mangkuk harapan.
Aku baru saja menyebut namamu, tanpa rasa malu pada Rabb Yang maha Tahu.
Aku baru saja menyapamu, sapa yang hanya aku yang tahu, tidak kamu, tidak juga sekelilingku.
Aku baru saja menjemputmu, menarikmu kembali dalam hadapan sebuah harapan yang semoga tak palsu.
Aku baru saja menyemangatimu, untuk tetapkan langkah pada kebaikan yang membahagiakanmu.
Aku baru saja mempedulikanmu, meski aku tak ingin kau menyadari peduliku.
Aku baru saja merahasiakanmu, pada makhluk yang memang semestinya tak perlu tahu.

Kamu, yaa.. apakah tahu?

-pena yg tanpa gores, 13 September bukan tahun lalu-

Allah yg Tahu :)

Dila udah dua loh, elu dil??

Gue?gue Alhamdulillah semakin kebal menghadapi pernyataan kayak gini, santai aja ah.
Dua tahun loh, setiap bahagia dila selalu dikaitkan dengan saya, hehe yaiyalah karena saya kembarannya.
Tapi makasih ya, berjalannya waktu, semakin sadar bahwa ketetapan Allah lebih mulia dibanding segala perbandingan manusia antara takdir dila dengan takdir diles, bahwa segala keindahan telah tercipta bagi masing-masing kami olehNya. Bahwa tak ada takdir yang sama persisnya meski terlahir bersama sejak rahim.
Bahwa, bahwa, bahwa...

Kau Maha Tahu, sedangkan mereka yang bertanya cummmaa sok tau.

Segala puji teruntukMu duhai Allah Penggenggam Takdir kami.

-hari ke 2 Raisya terlahir di dunia-

Terlahir bahagia

Nak, tak bosan aku memandangmu dalam jeda tugas mengajarku.
Ah kamu, betapa menciptakan bahagia yg luar biasa bagi kami, orang2 yg ada di sekelilingmu. Umma akan menceritakan kronologis detik-detik kamu hadir di dunia. Sebagai tanda bahwa, kami begituuu menantimu, dan hadirmu sungguh menakjubkan.
Jam 7 pagi hari tadi, dihari minggu tanggal 7 September 2014, belum ada tanda bahwa ummi akan melahirkanmu. Jam 7, ummi malah minta jalan-jalan ke taman untuk melihat pasar pagi di sekitaran taman. Setelah dari taman, ummi memilih untuk tidur lagi menemani abangmu, rafa.
Jam 9, ummi bangun dan merasa kesakitan yang luar biasa. Kemudian kami pun berbenah untuk segera menuju puskesmas terdekat. Jam10, ummi ditangani oleh bidan di sana. Menurut bidan, ummi sudah pembukaan 3, berdasarkan perkiraan, ummi baru akan melahirkanmu jam 17.00, duh lama sekali ummi merasakan sakit itu.
Ah nak, kau shaliha sekali, kau tidak mau membuat ummimu sakit terlalu lama untuk melahirkan. Jam 11.40 kau pun terlahir atas izin Allah, membuka bahagia menembus cakrawala sakitnya melahirkan, dan membentangkan segala harapan kami. Ya, kau kini telah hadir nak, dengan berat badan yang waw membuat kami terkejut mendengarnya. 3,7 kg untuk terlahir normal dengan panjang 49 itu luar biasa. Padahal kurang dari dua minggu yang lalu beratmu baru saja 3 kg.
Tanpa menunggu lama, tanpa merasakan sakit yang lama, Allah mengizinkanmu segera bertemu ummimu dalam dekap cintanya dan cintaNya.
Kini, berbahagialah karena telah membuat kami bahagia atas hadirmu. Menjelmalah menjadi shaliha yang akan mengantarkan ummi dan abimu menuju surga Allah. Mewujud cintalah, bagi abangmu, rafa, dan bagi kami. Tumbuhlah, dengan ketakwaan padaNya.

Salam penuh cinta, umma mu :*

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © / Mendidik Mencintai

Template by : Urang-kurai / powered by :blogger