Bersosial dalam nyata agar tak sial karena maya

"Kaaaak tau gak sih, dia tuh beda banget kalau lagi di sosmed, di sini dia pendiam banget yaaa, kalau di sosmed dia cerewet banget kaaa." Salah seorang adik bercerita tentang temannya.

Pernah bertemu dengan yang seperti ini? Ataukah pernah jadi korban pengasingan seseorang yang bersebelah raga dengan kita? Eh atau jangan-jangan inikah kita? Yang lebih berbahagia menjalin pertemanan dan berinteraksi aktif dalam dunia ketak ketik semu, dibanding pada dunia ketuk-ketuk kalbu lewat obrolan dan pertemuan langsung yang nyata.

Menjauhkan yang dekat, katanya sih seperti itu. Sebab kita yang tidak bisa mengatur batasan dalam berduaan dengan alat komunikasi kita, dengan bermacam alasan. Apasih yang kita lirik dari alat ini? Social media? Atau social messaging? Dua-duanya?? Apakah dua hal ini lebih penting dibanding dunia sosial yang nyata??

Apalagi kalau kita mau dan boleh jujur, pembicaraan di social media dan social messaging yang kita ikuti tak penting-penting banget. Tapi banyak informasi dari sosial semu ini yang penting, alasannya sih biasanya seperti itu. Yakin penting? Yakin sih, saya juga tahu kok ^^v

Tapi segala informasi yang (katanya) penting itu juga sering tindih bertindih kita dapatkan kan? Jadi yaaaa kalaupun tidak detik itu kita baca, kita masih bisa melirik informasi tersebut saat waktu benar-benar santai, saat tak ada orang lain yang merasa terabaikan dan diabaikan.

Bahkan kalaupun obrolan dalam social messaging sudah terlampau jauh, percayalah akan ada yang share informasi yang sama kok. Lirik saja seperlunya alat komunikasi yang kita punya ini, agar interaksinya tidak berlebihan. Nah, kalau dalam obrolan yang nyata dengan orang-orang yang bertatap rupa dengan kita, jangan justru hanya sekedar melirik seperlunya, bahkan mengabaikan, dengan lebih peduli pada si layar kaca genggaman ini dari pada kawan bicara. Duh sedih deh :(

Padahal suatu hari saat kita benar-benar tiada daya tegak tinggi di bumi, teman-teman di dunia maya biasanya hanya  bisa peduli dengan kata-kata yang mereka rangkai dengan indah di akun kita, duuhh apakah itu membantu? Saat itu baru deh kita sadar perlunya interaksi langsung dengan orang lain. Tidak semua seperti itu sih memang, hanya saja interaksi dengan teman-teman maya jangan sampai mengalahkan interaksi kita dengan teman-teman nyata. Karena sungguh, obrolan akan semakin renyah, hati akan semakin terikat jika kita mau sebentar saja(lama juga boleh) untuk berpuasa memegang alat komunikasi ini. Bisa? Dicoba saja :D

Mulai dengan langkah sederhana saja, misal, paksakan diri untuk fokus mendengarkan kawan bicara kita dengan meletakkan alat komunikasi kita. Atau kalau benar-benar dalam keadaan yang terdesak untuk tetap memegang alat komunikasimu,memohon izinlah dengan kawan bicara kita agar memberi waktu untuk melirik pesan di alat komunikasi kita, tapi bukan berarti bentar-bentar mohon izin terus yaaaa, itu siiih nyebelin juga, hehe.

Intinya jangan sampai kehangatan dalam perbincangan di dunia nyata terkalahkan dengan hebohnya kehidupan di dunia maya. Berpikir sejenak, kalau aktifitas di dunia maya membuat kita lalai, membuat kita menjauh dari kehidupan yang sebenarnya, membuat kita menjadi makhluk tidak peduli dengan keadaan sekitar, yaaa mungkin ada baiknya kita mulai mengurangi dan menyeleksi grup dalam social messaging yang tidak penting, yang isinya cuma haha hihi, gosip sana gosip sini, copy dari sana paste ke sini.

Keluarlah, dan masuk dalam hidup yang sesungguhnya. Keluargamu, sahabatmu, saudaramu dan orang-orang sekelilingmu telah menanti kehangatan tatap bicaramu.

Selamat merangkul kebersamaan dalam kehangatan.

-Aldiles Delta Asmara- yang masih suka nyuekin kawan bicara. Maaf yaaa yang pernah terabaikan.

Basa-basi untuk Kembar

Beberapa hal yang sering ditanyakan pada anak kembar.

1. Eehhh muka kalian mirip, kalian kembar ya??
Ini umumlah, dan masih wajar, mungkin penegasan atau klarifikasi. Biasanya anak kembar yang ditanya seperti ini masih menjawab dengan senyum dan ceria.

2. Siapa yang kakaknya? Oh berarti kamu yang lahirnya belakangan ya..
Nah mulai dari pertanyaan ini kembar mulai males-malesan jawab nih. Ditanya siapa kakaknya, udah dijawab eeehhh malah diprotes sesuai keyakinan yang penanya, bukan keyakinan yang ditanya.
"Loh harusnya yang jadi kakak yang lahir belakangan loh" padahal keyakinan kami, kakak adalah yang lahir duluan.

3. Pernah berantem gak?
Dalam pertemanan yang siklus bertemunya jarang aja pasti ada lah berantemnya, yaaa apalagi yang tiap hari, tiap jam deketan terus, berantem yaaa udah makanan lah, tapi dari berantem justru biasanya kembar belajar kembali untuk memaafkan dan meluapkan cinta yang semakin berlipat. #tsaaahh
Intinya berantem boleh sajaaa, asal ada gunanya. Yahahaha

4. Ari-arinya masing-masing atau berdua?
Suka heran sih, apa pentingnya pertanyaan ini, wuehehehehe. Karena cinta kan tidak bergantung pada ari-arinya, ihihi...

5. Anak kembar seleranya sama gak?
Ini harus hati-hati banget nih jawabnya, karena sebenarnya ini pertanyaan jebakan, di mana jebakannya? Gini...
"Iya doonk apa yang dia suka aku juga sukaaa" jawab sambil ceria dengan senyum mengembang banget.
"Hah, berarti nanti kalo yang satu nikah, yang satunya lagi juga suka sama suaminya dooonk."
Pertanyaannya udah mulai gak lucu nih, biasanya yang nanya sering nonton Indosiar kayaknya.

6. Nanti kalo udah nikah, pasangannya bisa bedain gak yaaa?
Kamu pernah nanya seperti ini ke anak kembar?? Selamat, berarti kamu adalah orang yang biasa bertanya tanpa dipikir.

7. Eh eh kalian kalo sakit barengan gak??
Eciyeee nyumpahin banget ciyeee, ehehehe. Yang namanya sakit kan Allah yang nentuin ya, jadi yaaa kadang barengan, kadang gantian biar saling merawat, dan kadang yaaaa gak barengan.

8. Eh kok kamu ga kayak kembaran kamu sih?
Hokey ini terbaca curhat, ahahaha. Ya karena, huhuhu saya sering digituin dengan "eh kok bawel banget sih gak kaya Dila yang pendiam."
Perlu diketahui bahwa, Allah menciptakan kembar bukan dengan sifat yang juga kembar. Kenapa? Karena agar kami saling mengisi dan menyempurnakan yang kurang. Ya bayangin dooonk kalo kedua-duanya pendiam, bakalan kriuk banget dunia.

9. Apa sih bedanya kalian sebagai kembar?
Tak ada beda dan tak ingin membeda-bedakan, sungguh. Karena meski beda, kami sama-sama memiliki ce i en te a. CINTA

10. Sayang sama kembaran kamu gaaak??
Tentu, kebersamaan yang sudah tercipta sejak rahim tak mungkin tidak membuat kami saling sayang dan cinta.

Suatu hari.
"Diles, kamu mau kan nemenin aku terus? Kalo aku masuk neraka dan kamu masuk surga, kamu mau gak nemenin aku di neraka?" Tanya dila dengan keluguan.

"Kalau aku masuk surga, aku akan minta kamu yang nemenin aku di surga. Lebih baik kita bahagia bersama dibanding sengsara selamanya meski bersama." Jawab sambil kedip-kedipin mata.

Entah suatu hari
saat bukaan kelopak mata pertama di suatu pagi
Aku pernah tidak menemukanmu dalam sewujud fisik
Namun di sana, ku temukan doa yang bercahaya
Agar tetap membersamai bahagiamu
dalam ketetapan terbaikNya

-Aldiles Delta Asmara- saudari kembar Aldila Delta Asmara

Selamat tinggal Mie

Selamat tinggal mie. Sepertinya kata-kata itu harus diucapkan mulai sekarang, kecintaan terhadap makanan yang gak sehat itu harus benar-benar dibumihanguskan, tsaaahhh bahasanya ^^v

Biasanya makan mie gak rutin-rutin amat kok, dikasih batasan maksimal sebulan itu 4 kali, alias sepekan sekali, jarang banget kaaaannn?ahahaha.. tapi kini berubah semenjak perenungan yang dalam, dalam diam dan keinsyafan. Ceritanya kemaren bertekad bahwa hari ini mau makan mie, dimulailah dengan meminta restu mama. Siapa sangka, jawaban mama menusuk-nusuk hingga ke tulang sumsum.

"De, mau sehat sampe tua kan? Jangan makan mie lagi ya."

Mama ngomong seperti itu setelah hasil konsultasi dengan beberapa dokter karena belakangan ini kesehatan mama menurun, dan diketahuilah penyebabnya yaitu karena mie, jadi setiap saya masak mie pasti mama minta masakin juga. Mulailah obrolan mama agak horor-horor menyangkut kesehatan. Kemudian nanya gimana biar bisa sehat sampe tua menurut saran dokter, daaaannnn salah satu saran dokter yang disampaikan mama adalaaaah..

"Minum susu de"

Haiiiissss mama, anakmu ini gak suka susu, ada saran lain ga sih -_-". Tapi yaaa lumayan kata-katanya mama itu mencipta suatu keinsyafan pikiran.

"Kalo banyak makanan dan minuman yang sehat tapi gak disuka, semacam susu, telur, dan keju, maka berjuang dooonk buat menjauh dari makanan gak sehat meski nikmat semacam mie."

Dan kemudian terbayang nasihatnya ka Isya.
"Mie makanan paling ga sehat, apalagi buat perempuan yang memiliki rahim, rahim yang berfungsi sebagai tempat pembentukan pertama generasi yang sehat, kamu harus jaga."

Kurang lebih seperti itulaaah apa yang pernah diucapkan ka Isya, dalem kan daleeeemmm...

Untuk direnungi kembali..
"Fisik kita bertanggung jawab lahirkan generasi penerus yang lebih baik. Maka perbaiki daya dn staminanya sejak sekarang. Perbaiki pola asup, tata gizi seimbang. ALLAH AKAN MINTAI TANGGUNG JAWAB JAJAN SEMBARANGAN, jika ia jadi sebab jeleknya kualitas penerus." (Ustadz Salim A Fillah)

Hokey, katakan tidak pada mie instan dan makanan/minuman instan apapun.

-Aldiles Delta Asmara-

Menasihati Adab



Kita, kehilangan adab saat menasihati. Padahal kita tahu, bahwa nasihat itu meski baik tapi penerimaan bergantung pada cara memberinya. Nasihat yang baik tak akan teraba jika pemberiannya seperti memukul wajah -orang yang akan dinasihati- dengan keras saat ada nyamuk yang hinggap, niat baik, namun menyakiti, tak akan masuk di hati. Coba saja :D

Ustadz Salim A Fillah pernah mengibaratkan seperti, pemberian uang yg banyak dengan koin yang dilempar di wajah akan berbeda rasanya dengan pemberian uang yang meski sedikit tapi diberikan dengan santun, dengan senyum, dan dengan keramahan. Berbeda. Begitupun dengan nasihat kita, yang kini semakin kehilangan adab :(

Dan kini izinkan saya membahas tentang nasihat-menasihati dalam jantung organisasi yang kita geluti, organisasi yang katamu untuk perbaikan negeri. Sekaligus sebagai evaluasi diri sendiri yang pernah bergabung dalam beberapa organisasi.

Mengamati perkembangan organisasi yang tumbuh dan menumbuhkan orang-orang hebat, dalam geliat bukti kerja, dalam senyap agenda-agenda rahasia, dalam keterikatan ukhuwah, menyatukan visi, menyatukan misi, karena Allah dan untuk Allah. Saya percaya, seperti yang biasa terucap bahwa organisasi itu bukan perkumpulan para malaikat, saya pun meyakini bahwa di dalamnya juga bukan perkumpulan para syaithon, maka saling berbenah adalah juga bagian dari kerja-kerja yang tak ringan. Mengutarakan pendapat, menuang ide, dan menasihati. Kerja tak mudah, penuh kesabaran demi kesabaran dalam perjuangannya.

Namun mengapa perlahan, nampaknya kita kehilangan cara terbaik dalam pemberian nasihat. Lidah kita begitu terburu-buru untuk menasihati hingga tak melihat bahwa ini bukan tempat dan saat yang tepat dalam menasihati. Mestinya kita tahu, bahwa nasihat yang diutarakan di depan umum adalah bukan nasihat, Seperti yang kita teladani dari Imam Ahmad ibn Hanbal ketika berniat menasihati Harun ibn Abdillah, ia menasihati dalam bisik, dalam sunyinya malam hingga ketukan pintu samar terdengar. Tak ingin ada yang tahu, hingga dari waktu yang 24 jam pun beliau pilih yang paling larut untuk menasihati. Nasihat pun sampai pada yang tertuju, hingga niat memperbaiki diri pun hadir, karena halusnya cara, sunyinya suara, dan jelitanya adab. Terbaik dalam menasihati.

Mestinya kita mampu, menjaga hati saudara kita agar tak tersakiti sebab nasihat yang tak tepat, tak tepat dalam tempat dan tak tepat dalam ucap. Mestinya kita mau, memilah dan memilih setiap ucap yang akan kita hembuskan dalam desah nasihat sebagai bukti cinta terhadap saudara kita. Memilih kata yang tetap menjaga haknya sebagai saudara, memilah ucap yang semestinya terucap atau tersimpan rapi dari lisan kita.

Semoga mampu meneladani dengan sebaik-baiknya adab dalam menasihati. Lagi-lagi tentang adab. Tak memarahi (yang pada sebagian orang ini termasuk cara menasihati) dalam forum, tak merasa paling benar dalam penyampaian, tak menambah-nambahi kekurangan hingga mengorek aib, tak memaksa meminta jawab dalam kesaksian beberapa mata yang melihat. Betapa tak perlu. Niat menasihati jangan sampai tertampak sebagai niat 'menguliti' saudara kita. Di depan umum kita tampakkan segala kesalahannya, segala kekecewaan kita padanya, hingga tak ada kesan baik yang ada pada dirinya. Saudara kita bagai terdakwa atas sebuah salah yang mungkin juga kita turut andil dalam kesalahannya, tapi bertubi-tubi kita tumpahkan yang seolah salah hanya dia. Kemudian kita berkilah, ini sebagai ajang nasihat. 

Bagian mana yang nasihat? Kalau justru saudara kita merasa ditampar berkali-kali mukanya? Nasihat kah atau menyiksakah? Mestinya sebelum menasihati seseorang, terlebih dulu kita harus menasihati diri, menasihati agar hati-hati dalam pemberian nasihat. Menasihati diri bahwa saudara kita memiliki hak untuk tetap dijaga kehormatannya, tetap dihormati kedudukannya, dan tetap dirahasiakan aibnya. Agar kemudian kita merenungi cara-cara terbaik dalam pemberian nasihat, nasihat yang kelak benar-benar mengevaluasi kita dan saudara kita.
Betapa kami perlu bimbinganMu Rabb...

Mari kita berbenah, berapa banyak saudara yang tetap berjuang bersama hingga akhir? Mengapa semakin hari semakin terhitung jari? Tanyakan pada sejuknya hatimu, sebab nasihat yang menyakitkan kah? Atau memang sebab seleksi alam yang membuat mundur yang ingin mundur? Sebelum menyalahkan alam, mari mengevaluasi kebersamaan selama ini. Tak ingin menyalahkan, hanya saja mari kita tengok tentang saudara-saudari dari awal masa berjuang, pertengahan, hingga akhir perjuangan. Adakah yang kini perlahan mundur dengan tenang tanpa lambaian tangan tanda perpisahan? Adakah kita tanya sebab dari mundurnya beberapa orang yang dulu berjanji akan berjuang bersama hingga akhir masa berjuang? Adakah dulu nama mereka tak luput dari nasihat yang tak tepat? hingga mungkin menyisakan ruang kecewa pada mereka yang kini berlepas. Adakah kita memahami sebelum menghakimi saudara kita? Jika semua tanya ini berjawab ada, maka mungkin kitalah yang layak dinasihati, agar tak lagi menumbangkan kawan yang semestinya masih berjuang. Agar memperbaiki segala sakit atas rasa yang kini tersusun rapi disudut kecewa saudara-saudara kita. Agar kita tahu, bahwa yang selama ini layak dinasihati bukan hanya dia, bukan hanya diri, tetapi masing-masing kita, tanpa niat saling serang, dengan tetap santun dalam menasihati. Kemudian terciptalah rasa saling memahami, rasa saling memiliki dan rasa saling lain-lainnya.

Sungguh, sekali lagi saya tak ingin membuat teman-teman berhenti untuk saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Tetaplah menasihati, karena nasihat adalah tanda bahwa di dalam hati kita masih ada cinta untuk sesama. Tetaplah menasihati, karena membiarkan kezholiman justru tanda penyakit hati. Tetaplah menasihati, dengan manisnya kata, senyum yang memesona, jelitanya akhlak dan teriringnya doa. 

Tetaplah menasihati, duhai saudaraku, dengan cinta dan karena cinta.

Patut kita renungi nasihat sang imam:
"Nasihati aku kala sunyi dan sendiri; jangan di kala ramai dan banyak saksi. Sebab nasihat di tengah khalayak terasa hinaan yang membuat hatiku pedih dan koyak, maka maafkan jika aku berontak." (Asy-Safi'i)

Teriring harap semoga ada nasihat dari untaian nasihat ini, apakah benar sesuai adab ataukah ada yang perlu dinasihati lagi.

Q.S Al-Asr: 1-3
Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati dalam menaati kebenaran dan nasihat menasihati dalam kesabaran.

*Aldiles Delta Asmara

obrol obral :D

Udah lama yaaa ga nulis tentang kamu ya diiilll.. gimanaaa udah rindu beluuum? Hihihihi..
Belakangan ini aku mikir deh, tiba-tiba keingetan masa lalu kita, yang kalo malem-malem sering diomelin sama mama dan ayah karena udah larut masiiihhh aja ngobrol. Waktu itu kita pura-pura tidur, kemudian bisik-bisik lagi, sampe kita berdua yang bilang "udah yaa, kapan tidurnya ini" meski beberapa saat setelah itu pasti ada lagi yang dibahas. Hihihi..

Dan kita pasti tahu kelanjutannya, besok pagi mama dan ayah pasti akan selalu tanya, "ngobrolin apa sih semalem? kayak orang yang ga pernah ketemu aja, cerita ga habis-habis". Dan itu selalu berlangsung tiap harinya. Bahan cerita ga pernah habis, dari seru, sedih, ceria, semuaanya, padahal sebagian besar dari waktu itu kita habiskan bersama, artinya kita cuma mengulang-ngulang cerita aja ya? Tapi kok seru sih, hehe...

Makanya ga heran dooonk saat sekarang kita berjauhan dan paket nelpon 1000 menit yang jatahnya setahun habis dalam waktu kurang dari 2 bulan, dan jatah paket 250 menit habis dalam waktu 2 minggu. Itu aja saat telpon mau ditutup rasanya selalu ada "yah, udah nih" padahal itu setelah telpon 1 jaaaammm...

Huhuhu, kamu mau aku kasih tau rahasia gak? Bahwa doa yang tak pernah luput selama ini adalah agar Allah mengizinkan kita bersama kembali dalam raga dan rasa, karena berjauhan ini berat looohhh, secanggih apapun teknologi yang kita punya saat ini.

Aminkan yak aminkan, ehehehe..

Yaaa udah deh yaaa, met bobo cintaku, titip kisskiss sayang buat 2 malaikat kecilmuuuu...

Tu-lisan



"Kakak suka nulis ya?" Tanya siswa saya yang tanpa sepengetahuan saya dia membuka catatan-catatan saya dalam tab.

"Waahh seru donk, apalagi kalau kakak udah meninggal". Lanjutnya yang membuat saya kaget, kenapa seru ketika saya meninggal? 

"Iya, jadi kalau kakak meninggal orang-orang yang sayang sama kakak akan tetap bisa mengenang kakak dengan baca-baca lagi semua tulisan kakak." Lanjutnya yang sukses buat saya terharu.

Apakah iya bisa seperti itu? Apakah kerinduan mereka akan terobati? Ataukah justru segala tulisan-tulisan yang tercatat di sini akan membuat mereka sakit dalam mengenang dan terkenang?

Tiba-tiba teringat bahwa semua akan dipertanggungjawabkan, dan segala tulisan ini, akankah menambah beratnya amal kebaikan?

*februari dalam muhasabah*

@diles_delta

Murobbi(ah)


Hari ini saya tertarik dengan status BBM adik kelas yang menyatakan kesedihannya karena berganti murobbi(ah). Memandang dengan sederhana, bukankah pergantian itu akan selalu ada seperti bergantinya dosen tiap semester? atau bergantinya pengajar saat sekolah dulu? atau juga berganti-gantinya pengajar, selang seling saat belajar di bimbel, sebut saja Nurul Fikri dan Aksel, hahaha.. Oke tapi tulisan ini tidak fokus ke lembaga tersebut, tetapi fokus pada penerimaan hati dalam menerima pergantian murobbi(ah) ini.

Untuk sebagian orang-dan mungkin termasuk saya- pergantian murobbi(ah) ini tak sesederhana logika tadi, justru terasa berat, karena dalam pertemuan antara mutarobbi dan murobbi tiap pekannya selalu ada sepotong hati yang bermain. Mengeluarkan keluh, mengupas kasus, merenyah tawa dengan canda, menyeka air mata dengan berbait-bait doa. Terjalin begitu lama. Hingga kemudian ujian perpisahan hadir lagi, kembali lagi, saat hati sudah menetapkan nyaman. Pada ia.

Semoga kelak terinsyafi bahwa pergantian yang menciptakan perpisahan dan pertemuan ini adalah bagian dari tarbiyahNya, bagian dari ujiNya. Seberapa kuat niat kita untuk tetap menjalin mesra padaNya lewat perantara murobbi(ah) kita? Sudahkah niat selama ini memang karena Allah atau karena kecintaan terhadap murobbi(ah)? Tak berarti saya menyalahkan jika kemudian memang ada cinta, justru berbahagialah murobbi(ah) yang mampu menghadirkan cinta dalam lingkarannya, tapi lagi-lagi ini perkara niat, dan ia akan terus diuji. Tetap menjadi hamba Allah kah? atau sudah menjadi hamba murobbi(ah) yang tak ingin lagi mengilmui jika bukan dengan murobbi(ah) yang terpilih?
Robbighfirlii...

Ini hanya tentang masalah waktu kan? Dan berikan kesempatan terhadap diri untuk melapangkan hati menerima kembali seseorang yang akan kita cinta. Bukankah bahagia, jika kita bisa mencintai lebih banyak dalam tiap pergantiannya? Karena perpisahan selalu berakhir dengan pertemuan, pertemuan dengan dia, yang selanjutnya akan kita cintai, kembali, tanpa menghilangkan cinta pada sebelumnya. Kelak dalam proses ini, kan kau dapati pribadi yang semakin menarik dalam menerima tiap rupa rasa yang berbeda. Itu kamu, yang semakin lihai dalam mengenali, memahami, mencintai, yang katamu karena Allah.

*terlintas, pergantian murobbi untuk ikhwan apakah juga bermain rasa? 
 
*terlintas yang kedua, ngoper ah  *kemudian diprotes sekelompok, hihihi

Muslimah yang Merdeka

Menjadi muslimah adalah memerdekakan diri, tak terbebani oleh kemilau dunia, pun tak lalai dalam amanah, amanah dalam rupa penjagaan tentang diri yang amat berharga.

Menjadi muslimah adalah memerdekakan diri, dari segala penjara rasa yang bisa memborgol ceria dalam tiap rentang waktunya, karena rasa telah lebih dulu terbawa dalam syahdunya ayat-ayat cinta.

Menjadi muslimah adalah memerdekakan diri, tiada yang berhak mengunci hati sebelum mengatakan janji suci, yang padanya tertanam pertanggungjawaban sejati.

Menjadi muslimah adalah memerdekakan diri, tiada yang kuasa menguasai dan mengatur atas segala duka, bahagia, maupun cinta kecuali diri ini. Yang terlebih dahulu disandarkan pada Ilahi, Pemilik kehidupan ini.

Menjadi muslimah adalah memerdekakan diri, tak sibuk dengan penilaian duniawi yang sering bergontaganti standardisasi, hingga lelah bagi yang mengikuti. Cantik dulu tak cantik kini, tapi tidak bagi muslimah sejati, yang kecantikannya dulu, kini, dan hingga nanti.

Menjadi muslimah adalah memerdekakan diri, saat yang lain sibuk berhias diri, muslimah sibuk mendekat pada Ilahi. Tak tergoda bujuk rayu fashion yang banyak diminati, hanya tiap hari terinsyafi dengan diri yang sebentar lagi mati.

Menjadi muslimah adalah memerdekakan diri, hanya ancaman siksa Allah yang ditakuti, hingga berbenah tiap hari, memperbaiki diri, memperbaiki hati. Tak sibuk menuruti ancaman dari yang mengintai pikiran ini. Katakan saja, "Allah bersamaku, tiada ku takut dengan ancaman ini".

Menjadi muslimah adalah memerdekakan diri, menjadi tangguh dengan tiada keluh, apalagi keluh yang berceceran tiap hari, di media sosial yang semakin hari semakin melelahkan hati. Menjadi tangguh dengan waktu di sepertiga malam yang dihidupi, tercurahkan sepenuhnya pada Ilahi.

Menjadi muslimah adalah memerdekakan diri, yang hidup hanya berdasar petunjuk al-qur'an yang hakiki, bukan pada negeri yang menjadi kiblat modernisasi.

Menjadi muslimah adalah memerdekakan diri, menahan diri dari menggunjing saudara saudari yang tiap hari semakin difasilitasi.

Menjadi muslimah adalah memerdekakan diri, berusaha berkarya tiap hari tanpa disibuki dengan gosip sana-sini.

Menjadi muslimah adalah memerdekakan diri, yang meyakini bahwa hidup adalah rangkaian ibadah tiap hari, tak peduli fase apa yang terlewati, asalkan keimanan tetap tertanam dalam hati dan terpraktekan dengan akhlak yang berbudi.

Menjadi muslimah adalah memerdekakan diri, dari dosa-dosa yang tertumpuk tiap hari dengan membiasakan diri membasahi lisan dengan getar-getar suci kalam Ilahi, serta kalimat pengampun dari yang Maha Mengampuni. 

Menjadi muslimah adalah memerdekakan diri, menjaga lisan dari berbicara yang menyakiti, agar nyaman hati bersaudara dan bersaudari, dalam ikatan persaudaraan yang suci.

Menjadi muslimah adalah memerdekakan diri, memerdekakan hati, memerdekakan nurani, serta memerdekakan pikir ini.

Dan teruntukmu muslimah, maukah menjadi diri yang merdeka??

Dikuatkan dengan menguatkan

Catatan kali ini agak acak, abstrak, absurd, random serta segala ungkapan lainnya. Kali ini mau bahas tentang nikah lagi ya, tetapi, dicatatan ini saya tidak butuh dikasihani kok, ehehe. Maksudnya jangan memandang buruk tentang catatan ini, entah menganggap cari sensasi, diles yang semakin galau lah, diles curhat lah atau apapun itu. Kalo dibilang curhat, okelaah dari sudut apa juga emang curhat :D

***

Pernahkah dalam suatu keadaan, ketika butuh penguatan-meski penguatan dariNya selalu ada- dari orang lain, tetapi perjumpaan malah menakdirkan kamu hadir sebagai yang menguatkan bukan dikuatkan? Kekesalannya, penantiannya, kelelahannya dalam menanti, semua seakan tumpah dihadapanmu. Saat itu mungkin kalau boleh memilih, kamu akan bilang kira-kira seperti ini "yang lagi sedih itu saya, kok kamu yang curhat". Dan moment itu selalu dan selalu hadir justru disaat kita benar-benar butuh penguatan. Pernahkah mengalaminya? Pernah. Saya yakin bukan hanya saya.

Pernahkah ketika kamu belum memiliki, namun dihadapanmu, orang yang minta dikuatkan meminta solusi kepadamu terhadap apa yang belum juga kamu miliki? "Diles, gue pengen nikah, cariin gue suami donk." Sejujurnya saya heran, ke mana orang-orang yang selama ini jadi 'tukang kompor' bagi kami yang belum menikah agar segera menikah, tapi tak pernah beri solusi yang pasti bagaimana caranya agar segera mungkin kami bisa menikah, hingga yang belum pun dimintakan solusinya? Terus aku harus jawab apaaaa??? *gigit bantal*

Meski diakhir pembicaraan, teman yang minta dicarikan pun akan berkata sambil tertawa "hehehe, tadi cuma iseng dan bercanda kok". Sebisa mungkin saya maklum, dan tidak menyetop apa yang dikeluhkannya, karena saya tahu betapa dikeadaan seperti ini sangat butuh penguatan, dan ketika ditanya kenapa meminta dicarikan pada yang juga belum bertemu, jawabnya dengan santai:
"Sebenarnyanya aku gak pernah mikir cerita sama orang yg lebih kuat. Tapi cerita sama orang yang bisa aku ajak berbagi, dan mengerti sama apa yg aku rasain. Percuma kalau dia kuat tapi gak ngerti. Kalaupun dia lagi lemah, lagi ngerasa yang sama, harapannya bisa saling menguatkan diri".

Semoga engkau di sana yang kuat, yang sudah tidak merasakan hal ini, mampu mengerti hingga tiada lagi "kompor" yang tidak pada tempatnya.

Pernahkah berikutnya dalam waktu yang sama ada lagi seorang saudari yang diusia umumnya pandangan orang sudah menikah tapi juga belum menikah, bercerita dengan sedikit keraguan tentang takdirNya, dan meminta nasehat kepadamu, yang juga belum menikah dan belum seusianya? Bisakah menjawab sabar sedang kita tak pernah tahu sesabar apa dia dalam penantian? Bisakah menasehati "abaikan saja yang ngeledekin" sedang selama ini dia lebih dulu dan lebih tau tentang abai dan mengabaikan. Bisakah menjawab dengan seenaknya kata "cari dong mba" atau "sama si itu aja mba, dia juga belum menikah" padahal dia bukan sandal jepit yang seenaknya dipasang-pasangkan. Bisakah menjawab "selama ini ngapain aja belum nikah juga?" Padahal kita tak pernah tahu seberapa besar usahanya. Duh Robbi, betapa banyak luka tersebab lisan yang tak pandai memilih kata, dan hati yang tak pandai meraba luka.

Pernah selanjutnya, pernahkah dari sekian banyak orang-orang yang meminta dikuatkan hari itu sedang kamu juga butuh penguatan kemudian memilih rumah sebagai tempatnya namun kau dapati seorang ibu yang selalu jadi sandaran, selalu jadi penguat, menangis tanpa daya meski hanya padaNya? Dan tahukah apa penyebabnya? dan ternyata penyebabnya adalah kamu, kamu yang juga belum menikah. Lagi-lagi kamu harus menguatkan bukan dikuatkan. Apa yang harus tersampaikan? Bolehkah sama-sama menangis bersama? Bolehkah kesal meraja? Bolehkah abai dalam rasa?
Nyatanya dari semua yang butuh penguatan, menguatkan orang yang selama ini jadi penguatlah yang paling berat. Paling menguras rasa, paling menahan gejolak ingin diperlakukan dengan sama.

Duhai Robbi, betapa caraMu menguatkan terbilang unik bagiku. Tiada maksud merasa paling menderita, tiada maksud merasa paling kuat, karena sungguh yakin ada yang lebih dari ini ujinya. Hanya, caraMu menguatkan ku adalah ketika terlebih dahulu aku Kau uji untuk menguatkan yang lain, hingga kemudian terinsyafi bahwa Engkau adalah sebaik-baik Yang Menguatkan.

Duhai Yang Maha Kuat, mohon kuatkan kami melewati ini. Betapa kami tiada daya meski kami telah berupaya.
Duhai Pengatur jodoh kami, Pengatur masa depan kami,   "..sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku". (Q.S Al Qasas: 24)

Berharap rahmatMu, agar tak lelah lisan ini berdoa hanya dan karenaMu, Ilahi...
"..dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku.." (Q.S Maryam:4)

Mohon berikan kami iman untuk mempercayai bahwa
".. Engkau adalah Yang Maha Penyayang diantara semua yang penyayang."(Q.S Al Anbiya:83)

Suatu Jalan yang Ia persembahkan


Akan ada suatu jalan, yang mungkin memang tak pernah kau lalui, yang tak pernah kau pilih karena ragu,  tapi nyata menyelamatkanmu. Menyelamatkan dari keraguan, ketakutan, keputusasaan dan keangkuhan. Akan ada.

Jalan yang memang bukan kau yang pilih, tapi Allah yang pilih dengan kuasaNya. Menggerakan kakimu untuk berani memutuskan meski terselip sedikit keraguan, dengan terlebih dulu menggerakan hatimu, untuk segera mengikhlaskan apapun yang terjadi setelah ini, setelah jalan baru yang kau tempuh. Entah lebih membahagiakan atau justru membuatmu lebih takut, namun percayalah jika Allah yang memilih kan kau temukan kebahagiaan di sana, jika kau percaya.

Jalan ini, yang tertutupi pandang sebuah kepastian tentang suatu bahagia, sedikit berkelok meski ingin mengelak,  menuruti prasangka-prasangka yang menyebabkan banyak kemungkinan, lurus kah atau menempuh jalan lainnya? Rumit memang, jika hanya mengandalkan prasangka tanpa tujuan. Maka ketika hentakan yakin telah menentukan jalan mana yang kau pilih, perlu kiranya kau atur ulang dan perbarui segala niatmu, benarkah karena Allah semata atau karena yang lainnya. Karena dengan begitu, lurusmu adalah ibadah, kelokan mu adalah juga ibadah.

Sedang tentang jalan yang tak kau pilih, biarkan ia menjadi saksi akan sebuah keyakinan baru yang hadir menuntun langkahmu. Meski berat, meski tertutup pandang. Namun sekali lagi percayalah, bahwa karuniaNya akan menuntunmu, rahmanNya akan menemanimu, sedang rahimNya akan membahagiakanmu. Tak akan sedikitpun Ia menyusahkanmu, maka melangkahlah tanpa sedikitpun ragu.
Dengan menyebut namaNya....

"Jalan ini jalan panjang
penuh aral yang melintang
namun jua kau lalui
tuk Ilahi... "(Izis)

bersabarlah... bersabarlah... duhai diri

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © / Mendidik Mencintai

Template by : Urang-kurai / powered by :blogger