Teristimewa dalam 2014 adalah ketika Allah menakdirkan kamu mendekat dalam raga, bukan sekedar rasa. Awal 2014 adalah puncak dari segala rindu, tatap sendu pada sepi, sajak sajak resah menanti kabar yang tak pasti, dan tentunya lirih doa dalam pengharapan pada Ilahi. Kemudian, Allah menganugerahi kehadiranmu, menjadi kado terspesial bagi hati yang merindu. Aku masih ingat malam itu, malam yang terganggunya tidur pada jam 12 malam adalah menjadi hal yang rumit tergambar dalam rasa bahagia, membuncah, melengkingkan riak haru, dan kemudian rasa kita berhamburan dalam pelukan, yang kemudian disusul dengan tatap linglung rafa yang seolah berkata "ummi ada dua" hahahaha...
Rafa yang belum pernah menatap umma yang begitu mencintainya benar-benar linglung, kadang ada moment umminya tertukar :D, kalau rafa sudah bisa menulis, mungkin ia akan menulis suatu naskah yang berjudul "ummi yang tertukar" hehehe
Rafa mengira ummi adalah umma dan umma adalah ummi. Saat ummi rafa batuk parah, umma menggantikan ummimu untuk menemani rafa bobo, eh ternyata rafa mengira itu masih ummi yaaa. Ummi atau umma, percayalah, cinta yg kami miliki adalah sama.
Kemudian, rafa beserta ummi pulang lagi ke samarinda menyusul abi rafa yang selesai tugasnya, waktu itu sih umma melepas tanpa tangis, karena janji ummimu, bahwa akan ke Jakarta lagi saat idul fitri, yeyeyeye.. segala puji untuk Allah yang mengabulkan pinta dalam perjumpaan.
Tak terasa waktu perjumpaan hadir kembali,tapi yang berbeda, rafa kini sudah tahu mana ummi mana umma, sedih atau bahagia? Bahagia donk, karena kamu bisa mengenal umma dengan sosok umma yang asli tanpa kira-kira. Dari waktu ke waktu, ummi mu makin genduuuttt, tahu kan penyebabnya apa?
Selain karena ummimu doyan makan, ummi juga sedang mengandung dede p, yang suka rafa elus-elus sebelum, saat dan sesudah bobo sambil berucap "dedeeee". Dua bulan kemudian, dede nan cantik dan soleha terlahir dan akan menemani harihari kita bang, ih sekarang rafa punya panggilan baru, yaitu "abang". Akur-akur dengan dede ya sayang, meski umma tahu di awal kehadiran dede betapa sulit untukmu beradaptasi dengan hadirnya dede. Mungkin abang takut, perhatian dan cinta ummi akan terbagi, nyatanya? Tidak terbukti kan sayang? Kamu tetap mempesona dalam doa dan harapan. Jejak-jeka kebersamaan kita sudah umma tulis dalam catatan sebelumnya yaaa.
Huaaaa hingga perpisahan itu hadir lagi, padahal umma masih ingin mendengar celoteh mu yang semakin hari semakin bertambah kata-katanya. Tapi umma percaya, ini adalah bagian dari rahasia indahNya. Umma percaya, perpisahan kali ini akam berakhir dengan pertemuan lagi, benar kan sayang? Berjanjilah :)
Tapi, hari ini, di akhir 2014 umma mendapat kabar bahwa bang rafa harus di rawat di RS, karena sakitmu yang membuat lemah semalaman, untung ummi dan abi mu bertindak cepat hingga abang segera diobati ya..
Dengan kabar ini, sesak rasanya mendapati umma tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantu abang dan ummimu, tapi percayalah doa umma selalu hadir. Jakarta-samarinda selalu terlintasi dengan berbait-bait doa. Hingga membuat harapan terbesar dalam tahun 2015 adalah melihat kesembuhanmu yang menghadirkan ceria selalu. Sehat dalam berkahNya ya sayang umma.
Goresan takdir 2014 ini menjadi luar biasa karena ada kamu dil, dan tentu anak-anakmu. Berharap dalam gores takdir 2015 nanti, akan Allah goreskan takdir terbaik, untuk hidupku, hidupmu yang berarti hidup kita. Yang perlu kita ingat selalu bahwa..
Takdirku adalah membersamaimu, dan takdirmu adalah membersamaiku, dalam rasa, doa dan cinta.
Selamanya....
Ada takdir yang mengantarkan kita di suatu pagi dalam peluk bahagia yang mungkin bukan kini, tapi percayalah sebentar lagi :)
Berkatalah ia dalam isak yang menyesak, bahwa rasa ini memang tak semestinya hinggap dalam hati para penerus Hawa. Kau tahu mengapa? Tersebab Allah memang menggariskan yang berbeda.
Untukmu dan untukku, adalah rasa yang pastinya tak melulu sama, meski kita berdampingan. Tapi tak apa, sebab jika kau percaya, Ia sudah mempersembahkan yang lebih mulia untukmu, lebih bahagia sesuai denganmu, dengan rasamu, dengan tatapmu, dan dengan pengharapanmu.
Dalam getar suatu kata, aku yakin kau mampu mengangkat tunduk tanpa dahaga, mengembang senyum tanpa terpaksa, dan menatap mesra tanpa kau duga, dengan doa.
Ya dengan doa, yang tersujud tersembahkan dalam waktu malam disepertiganya, mengiba dengan mesra, berlirih dengan manja, mengusap air mata, hingga Ia menyingkapkan bahagia yang tanpa terhijabi, teruntukmu suatu hari nanti.
Tegarlah, selayaknya hajar nan penuh baik sangka terhadap gores takdirNya, hanya berdua, berkeliling safa dan marwa dalam pencapaian ikhtiarnya.
Dan keajaiban suatu hari hadir dalam waktu yang tak kau sangka, selayaknya zamzam yang justru terpancar dari jemari lentik kaki bayi tak bernoda.
Percayalah...
Untuk bahagia yang telah tercipta...
Aku tak lagi tahu tentang rasa ini. Ketika aku utarakan pada sederet keyboard penyusun kata, tiba-tiba ia membeku, melemah dalam lunglai yang mengabaikan perintahku. Ingin ku ayunkan jemari perlahan-lahan agar rasa tak tumpah tercecer pada tempat yang tak semestinya. Ia, hanya pantas ku utarakan padaNya. Tentang suatu tanya yang memang tak semestinya.
Kini biarkan saja tanyaku, tanpa perlu mencari tahu pada sosok yang tak lagi malu-malu. Membiarkan prasangka terbalut oleh keacuhan. Ini caraku, dengan segenggam kata-kata yang tetap akan ku pertahankan hingga tak lagi melumuri sudut kelamku.
Aku, dalam penjagaan fitrahku.
Aku ingin menjadi sepertimu, dalam hari-hari usiaku, mencintai dalam sajak yang tak terdefinisikan oleh berjuta aksara, katamu tentang cinta. Cinta adalah tindakan, tindakan berbuat untuk bahagia kami, anak-anakmu.
Aku ingin menjadi sepertimu, yang sakit adalah rahasia, agar tak terasa pada buah cintanya. Tak mau menyusahkan, selalu itu yang kau gambarkan. Meski hidupmu terlalu susah karena kami.
Aku ingin menjadi sepertimu, yang mencintai dengan setia, seseorang yang membawamu dalam keabadian cinta, seseorang yang kau bangun cita masa depan bersamanya, seseorang yang dengannya kau membesarkan kami anakmu tercinta, seseorang yang sejak puluhan tahun lalu kami sapa dengan kata cinta, ayah, meski kini ia tiada.
Aku ingin menjadi sepertimu, dalam masa penantian 9 tahunmu, menanti dengan sabar yang setia serta harap yang hanya pada Ia dalam menanti buah cinta dari pernikahan yang barokah antara engkau dan dia. Hingga sabarmu berbuah bahagia, dalam tangis anak pertama dan empat tahun berikutnya anak kedua, hingga dua tahun berikutnya Allah beri engkau hadiah berupa 2 janin dalam rahimmu yang serupa,buah sabarmu mama.
Aku ingin menjadi sepertimu, yang syukur dan sabar bukan lagi tentang teori, tetapi menjadi teman setiamu dalam membesarkan kami. Hingga besarnya kami adalah buah yang dapat kau petik hingga kini dan semoga hingga nanti.
Aku ingin menjadi sepertimu, yang tiada keluh pada seorang hamba, satu pun tak ada, hanya kepada Ia kau curahkan rasa, disepertiga malam penuh cinta.
Aku ingin menjadi sepertimu, dalam bijaknya nasehat menjalani kejamnya dunia. Katamu "cukup Allah yang tahu, tidak dengan yang lainnya". Hingga ternampak tegar namun bermanja pada Rabb semesta.
Aku ingin menjadi sepertimu, menjadi tempat untuk sebagian manusia mencurahkan segala kecewa, memberikan cinta hingga mewujud suatu baik sangka, pada mereka yang tergores hatinya.
Aku ingin menjadi sepertimu, yang tiada menuntut balas meski kau berhak, atas segala peluh, atas segala keluh, atas segala rupiah yang kau keluarkan untuk empat anak. Katamu, cinta bukan tentang balas jasa, cinta adalah senyum yang menyeka air mata.
Aku ingin menjadi sepertimu, yang tak pernah menutup pintu maaf untuk segala duka yang tercipta karena kami yang tak memahami jiwa. Tercipta dari apakah hatimu ma?
Aku ingin menjadi sepertimu, dalam kerja-kerja rahasia untuk sebuah cita-cita mulia, hanya tercurah pada Ia yang mampu mengabulkan segala pinta.
Aku ingin menjadi sepertimu, yang begitu mesra dengan Pemilik Hidupmu, dalam tiap lima waktu, dhuha, bahkan malam panjangmu, malam yang kau upayakan untuk berjaga disepertiganya hingga subuh menjelang dalam lantunan syahdu ayat-ayat Al-qur'an..
Mama, percayalah, betapa aku ingin menjadi sepertimu, dalam cinta, dalam kerja, dalam upaya, dalam usaha. Meski kau tak menyetujuinya.
Aku ingin menjadi sepertimu, namun menurutmu, aku tak boleh menjadi sepertimu, katamu "menjadilah lebih baik dari mama, dengan meneladani ia, tauladan agama kita".
Dan kini, aku hanya ingin menjadi yang terbaik bagiNya dan bagimu, semoga surga untukmu mama dan ayahku...
Suatu hari, saat tiba-tiba serentetan tanya menyapa keseharianmu, mengganggu tidurmu, merayapi pagimu, jawab apa yang kau hidangkan untuk menyapanya?
Tentang sebuah tanya yang mengisyaratkan kebermanfaatanmu.
Kau isi apa harimu?
Kau manfaatkan apa pagimu?
Kau hidupkan ataukah kau matikan malammu?
Tiba-tiba, langit seakan runtuh. Mengingat dan melihat amanah yang nyatanya masih terbentang begitu luas, amanah sebagai khalifah di bumiMu. Apa yang sudah kau perbuat?
Lalu, dengan apa kami menjawabnya duhai Ilahi?
Tentang maksiat yang menjadi suatu hal biasa...
Tentang remaja yang terlewatkan pembinaannya...
Tentang anak-anak yang teracuh usia emasnya...
Tentang orang tua yang terlewat dari santunnya kami..
Tentang....
Jika terurutkan satu persatu, betapa tugas kami masih banyak ya Ilahi.
Perkenankan kami hidup dengan rahmatMu agar sebuah tanya berbuah jawab yang pasti, dan tak lagi dengan tergugu menunggu teguranMu, Ilahi...
*Desember dengan tugas akhir tahun pendampingan psikologis*
Merasakan jd fulltime mother juga saat liburan, menikmati waktu-waktu berkualitas untuk rafa dan raisya, jalan bareng, nyanyi bareng, eksplorasi bareng, yang membuat aku betaaahhh banget ada di rumah.
Makasih ya, huhuhuhu nangis deh aku..
Enggak denk, aku kan sekarang mencoba rindu rasa baru, hohoho, rindu yang gak pake nangis. Bukan karena sudah terbiasa atau sudah gak rindu lagi, ih aku mah rindunya gak ilang-ilang.
Seperti yang sering aku sampaikan, perpisahan denganmu, lagi dan lagi adalah ujian yang paling berat selama hidup aku, lebih berat dibanding gagal taaruf berkali-kali *eh ngapa dibahas* hehe. Sungguh deh.
Hujan itu dirindu karena jarangnya ia hadir menemani hari-hari bahagia kita. Andaikan ia hadir tiap waktu, dalam menit haluan pencari waktu, ia tak kan dirindu. Rindu pun berganti status menjadi perindu terik. Ah, begitu memang takdirnya.
Begitupun dengan rindu itu sendiri, katamu, kelak jika rindu itu selalu hadir dalam aksaramu, maka rindu tak lagi dirindu. Karenanya, buatlah rindu ini menjadi yang dirindukan kerinduannya, dalam sapa yang nanti tak berujung temu, dalam sapa yang nanti diam membisu, dalam sapa yang nanti akan kita kenang selalu.
Belajarlah untuk memaknai rindu, meski kau mulai mencandu, candu dalam rindu, rindu yang membuat candu.
Pada akhirnya kita akan tahu siapa yang paling merindu, aku ataukah kamu? Ini bukan tentang uji kerinduan, tapi ini adalah kerinduan yang diuji, agar kerinduan semakin dirindu penuh rindu.
Tak banyak kata dalam pemaknaannya, kini rindu adalah dalam genggamanNya, genggaman takdirNya.
Yang perlu kita tahu, kita tak bisa mengatur hadirnya hujan agar tetap dirindu, pun begitu dengan rindu pada tiap individu, bukan hanya rindu, rasa lain pun semisal cinta, benci, iri, bahagia, marah dan rasa lainnya juga tak bisa kita atur sekehendak kita, kau tahu kenapa? Karena hati itu bukan milik kita, yang bisa kita atur adalah hati kita sendiri, untuk urusan marah, cinta, iri bahkan urusan rindu, hanya hati kita yang dapat kita atur, bukan hati mereka.
Tak perlu sedih, ada Allah tempat kita kembali, tempat kita mengutarakan segala rasa ketika semua tempat di hati individu-individu tak lagi siap menampung rasa kita, lagi-lagi termasuk urusan rindu. Meski semestinya ini kau lakukan dari awal. Benar kan? :)
Dan tentang hujan, ia akan tetap merindukan hutan tempatnya mencurahkan keluh, dan hutan, masihkah bersedia menampung segala rasa dari hujan?
*bersama kita bagai hutan dan hujan, aku ada karena kau telah tercipta(s07)*
Aku merugi, kataku tempo hari.
Ketika kaki tak kulangkahkan untuk mencari ridhoNya. Padahal aku tahu, tersebab ridhoNyalah kini aku masih menapak jejak bahagia di bumi yang Allah anugerahi cinta.
Langit pun menyatakan dengan teriknya, menguji iman dalam syukur yang tanpa caci maki keluh. Simak saja desau anginnya, sekerontang apapun siangmu, angin tak pernah absen untuk hadir demi membelai lembut ujung jilbabmu. Dalam angin yang mengicaukan kesejukan, adakah ucap syukurmu?
Aku malu, hanya itu ucap yang terdengar. Memutar-mutar waktu yang terpenuhi dalam hari, terucap sering kah namaMu? dalam bahagia dan penatku, ataukah ucapku tentangMu hanya berisi deret paksa suatu pinta?
Pinta yang terlalu banyak, sedang syukur yang masih sedikit. Cukupkah hanya dengan malu yang aku utarakan padaMu duhai Robbi? Luasnya Rahmat dan RahmanMu, bagaimana bisa terlewati dengan jejak-jejak syukur dalam lisan yang terbata-bata dalam menyebut namaMu?
Maka ampuni, kelalaian yang membuat kami merugi. Hingarbingar jalanan tak jua menyadarkan kami untuk kembali, menyebut namaMu dalam sujud panjang siang dan malam hari.
Kami ini apa?
Kami ini siapa?
Kami ini bukan apa dan siapa jika bukan karena Mu, duhai Pemilik hidup kami.
Selayaknya Nabi Musa dalam doanya; Maka, terhadap apa yang Engkau turunkan, kami sangat membutuhkan.
Terbaik dariMu, pastilah baik bagi kami.
Mohon anugerahi iman, untuk mempercayai....
Genggam kami, dalam maghfirohMu.
Selalu....
Ruh-ruh yang dipersatukan oleh iman, semestinya saling menjaga dan terjaga. Maaf jika ini terbaca sebagai sebuah tuntutan. Bukankah persaudaraan juga tuntutan? tuntutan agar tak hanya bersaudara di dunia, pun di hari akhir yang syurga menjadi mimpi kita, tak inginkah juga bersama dan bersaudara di sana??
Maka, menjagalah kita dalam keterikatan iman, keterikatan hati yang saling terpaut karena dan olehNya, oleh Ia yang menyatukan hati dan hati kita.
Semestinya aku tahu, tugas ini tak ringan. Tapi, kau pun harus tahu, bahwa tugas ini tak berat. Allah yang sudah satukan kita.
Kecewa? Ah tentu saja, sudah berapa banyak kecewa yang luluh lantak tersebab kata maaf dari masing-masing kita? Hingga, ia mengubah rasa menjadi bahagia.
Aku tahu, perjalanan ini tak selamanya dan tak melulu tentang mencipta suatu bahagia, karena hidup bukan hanya tentang bahagia kan? Kita pun sesekali perlu berkenalan apa itu kecewa. Aku terhadapmu, ataukah kamu terhadapku.
Kita sama saja, sama-sama terlahir sebagai manusia, yang punya segudang rasa. Namun begitu, kita punya alat yang bisa kita pergunakan untuk memperbaiki itu semua kan?
Cobalah memahami, jika sulit, mungkin kata memahami perlu kita ganti dengan selamatkan. Ya, cobalah selamatkan. Selamatkan rasa bahagia yang terampas dari persaudaraan kita. Selamatkan persaudaraan kita dari segala buruk sangka. Selamatkan persangkaan kita dari kecewa yang mengores luka.
Aku terhadapmu, ataukah kamu terhadapku.
Sama saja, kita sama-sama berpeluang untuk saling menjaga, dalam keterjagaan dengan iman yang kita punya. Kita bersaudara. Katamu, karena Allah kan?
Itu saja, semoga nyata segala mimpi kita untuk tetap bersama, dalam kecewa dan bahagia, hingga menuju syurga.
Selamanya.
Saat kaki-kaki mulai lemah, menginjak dan terinjak pada apa yang membuat kita tegar berdiri, menyiapkan hati, memperbaiki diri, serta mengasah nurani. Percayalah, semua akan berlalu. Mengalun dalam ayun menuju keridhoan dariNya tentang sebuah lelah dalam lillah.
Ketika peluh tersandarkan pada keluh, tentang sebuah rasa yang tak terenyuh, meski hati memilih menyingkap jenuh. Percayalah, semua akan berlalu. Dalam hati yang ridho pada ketetapanNya yang menyentuh dengan kepasrahan yang utuh.
Jika matamu menderas air duka, pada linangan penuh kecewa, tentang rasa sakit yang menganga, tersibak dalam rasa yang tak biasa. Percayalah, semua akan berlalu. Tertampaklah bahagia untukmu dalam balutan baik sangka padaNya yang membuat bahagia semakin merona.
Pada yang terlampiaskan rindu dalam jarak yang tak tertempuh jejak, meresapi hidup dalam pengulangan sebuah kenangan, mengorek gelisah, menanti tentang sebuah pertemuan. Percayalah, semuanya akan berlalu. Hingga pada suatu masa, tatapmu tak lagi bercahayakan kelopak bening tanda kerinduan, yang ada hanya pelukan hangat dan belaian nyata.
Sekejap rasa kau ciptakan untuk merasakan kecewa, hingga tak ada lagi tatap baik sangka, tentang rasa yang terbelah dalam biduk suatu masalah. Senyap pun menghinggapi, menyoal keengganan untuk pergi. Percayalah, semua akan berlalu. Teriring beruntai dan bertumpuk-tumpuk kata pengikat segala kecewa. Maaf, katamu. Hingga luluh rasa menghilangkan kecewa.
KataNya, Ia tak akan mengubah nasib kita sebelum kita sendiri yang mengubahnya. Dan kini, usahamu dalam penyempurnaan takdirmu memang tak semulus imaji dalam khayalmu. Tak mengapa. Percayalah, semua akan berlalu. Hingga disuatu masa, entah kini ataukah nanti, kan terhadir bahagia tersebab upaya dalam lelahmu.
Masa-masa bahagia akan dipergilirkan, pun begitu dengan masa-masa duka yang kau rasa selama panjang usia. Percayalah, semua akan berlalu. Kelak, Senyum simpul tak lagi malu-malu menjadi teman setia sebagai pertanda, kau telah bahagia.
Semua memang akan berlalu, berlalu dengan menjadi bahagia, ataukah duka, tergantung pada pencapaianmu dalam melewatinya. Apakah kau tapaki tiap jejaknya, ataukah hanya pandang yang menelusuri jalannya, atau yang berbahaya ketika tak ada usaha dalam pengubahan capaianmu. Karena, memang semua akan berlalu seperti halnya hidup kita pun pasti berlalu, hingga aksara meninggalkan nama. Sedang kebaikankah yang kita bawa?ataukah nestapa dalam hisabNya?
Maka, biarkan ia berlalu dengan ketaatanmu dalam penyempurnaan takdirNya. Selalu.
Banyak orang di keliling kita yang selalu bertanya tentang kehidupan kita. Dari sekian yang bertanya, memang ada yang peduli, tapi kebanyakan mereka hanya ingin tahu saja. Tidak untuk membantu. Tak perlu buru-buru dalam menjawab, karena terkadang kita pun tak tahu jawabannya kan? Maka, dengarkan saja segala tanya, tanpa gelisah, tanpa kecewa, dan tanpa putus asa. Yang bertanya pun terkadang tidak membutuhkan jawaban, hanya ingin melihat reaksi awal kita. Benar kan?
Dalam langkah yang terekam dengan jejak, tercipta tanya, mengapa saya? Mengapa dia?
Mengapa bertanya? Bukankah masing masing kita diberi kaki untuk melangkah, tak perlulah sibuk memikirkan langkah orang lain, tapi bukan berarti kita tak boleh peduli jika ada yang langkahnya tertatih, maka bantulah dia benar benar. Benar dengan caraNya, benar dengan perintahNya. Percayalah, bahwa ukuran sepatu kita berbeda, maka jejak langkah kita pun pasti tak sama. Lewati saja, dengan keikhlasan yang membawa langkah kita semakin ringan dalam beriringan.
Jangan berlebihan mengharapkan hadir seseorang. Bukankah kita sudah belajar, bahwa kebanyakan mereka hanya berlalu di hadapan dan meninggalkan kita ketika terjatuh, tidak ada yang menolong. Janganlah kita seperti itu.
Boleh saja kita terluka, asal jangan kita membuat luka. Karena kita tak tahu, luka mana yang membuat hidup kita makin terluka. Maka, berjalanlah dengan kehati-hatian dalam meninggalkan dan terutama ketika ditinggalkan. Bukankah yang selalu lebih sakit adalah yang ditinggalkan? Jika iya, maka sebaiknya pada awal pertemuan tak perlu harapan tentang suatu pertemuan yang selamanya. Karena sebagian orang percaya bahwa pertemuan itu akan berakhir dengan perpisahan. Meski yang sebenarnya terjadi adalah perpisahan akan berakhir dengan pertemuan. Pertemuan dengan yang lebih baik pastinya.
Jika kau percaya.
By: aku dan teman
Kamu mau diposisikan seperti apa?
Ingin terlihat bagaimana?
Ah sederhana, aku hanya ingin diposisikan sebagai manusia yang terus belajar, belajar memperbaiki diri dan hati. Yang kadang bisa menginspirasi, dan lebih sering butuh inspirasi, yang kadang menasehati bahkan lebih sering ingin dinasehati.
Sesederhana itu.
Maka, jangan heran ketika nampaknya suatu hari saya terlihat aneh, terlihat tidak seperti saya, terlihat tidak biasanya, terlihat bukan saya banget.
Ingat saja pesan ini, bahwa saya adalah manusia yang bukan tanpa cela.
Jangan kaget, bahkan menatap sinis. Selamatkan saja saya dengan nasehatmu, nasehat yang menyelamatkan bukan menghancurkan.
Kamu tahu maksud saya?
Ya begitulah :)
I love you, teruntuk saudari yang tak pernah ingkar janji dalam mencinta. Sejak Allah gariskan pertemuan kita, dalam hari-hari yang penuh canda, jemari kita semakin dalam bertaut, menemani tiap goresan takdir kita. Antara kau, aku dan mereka. Saudari yang terpilih dan seleksi masa.
Kau dan aku, bagaimana aku mengutarakannya? Saudari yang mengajarkanku tentang sebuah aksara, saudari yang padaNya kita berlomba-lomba, saudari yang penyentuh rasa dikala duka, 2011 silam. Aku tak pernah lupa, ketika air mata tertumpah pada pundak yang setia, dalam kebersamaan praktek mengajar kita, kamu, menjadi penyempurna pada rasa yang hampa.
Kamu, dalam jejak ingatanku, senampaknya dengan saudari yang lainnya, adalah sama saja. Mencipta penuh pesona tentang hidayah yang kau renggut kala sebelum remaja. Cerita hidupmu pada kami adalah sempurna, tentang keluarga Robbaniyah perindu Tuhannya. Ku lihat itu ada padamu, dahulu, kini, dan nanti. Semoga :)
Kini, jarak memang tak lagi malu-malu menjembatani kita, namun percayalah, jembatan inilah yang akan aku bawa dalam doa menuju langit cintaNya teruntuk bahagiamu di sana, dengan ia, yang kau puja.
I love you, aku mencintaimu, uhibbuki fillah, adalah sebaik-baik kata yang terucap tak hanya ketika kau memutuskan pergi bersamanya.
Salam cinta, untuk sebuah kenangan, yang akan menjadi manis dalam masa depan kita.
Selamat mendidik anakmu dengan cinta, duhai cahaya kehormatan dalam Robbaniyah.
Teriring cinta. Aldiles delta asmara. 23:26. 211014.
Maka, ya Allah, susurkan dan susulkan kami di jalan mereka yang Kau limpahi cinta; dalam sempit maupun lapangnya, senyum dan juga lukanya. Maka, ya Allah, walau tak Kau kayakan kami seberlimpah Sulaiman; karuniai kami syukur dan tawadhunya, yang hormati semut serta burung hud-hud.
Maka, ya Allah, walau tak Kau beri kami daya raga dan keajaiban seperkasa Musa, curahi kami keberanian dan keteguhannya memimpin kaum yang sering membuat kecewa. Maka, ya Allah, walau usia tak sepanjang Nuh mulia, tegarkan kami dengan kegigihan da'wah dan tekad bajanya untuk terus menyampaikan kebenaran dalam aneka cara.
Maka, ya Allah, walau paras tak setampan Yusuf rupawan, kuatkan diri kami menahan semua goda dan derita, tajamkan nuraninya hingga mau membaikkan negeri. Maka, ya Allah, walau keajaiban tak selalu menyertai perjalanan, penuhi hati kami dengan kasih dan mesra seperti Isa, hingga tunduklah musuh dalam cinta.
Maka, ya Allah, walau tak perlu ditelan air digelap lautan, hiasi jiwa kami dengan kepasrahan Yunus yang rintih doanya Kau dengarkan. Maka, ya Allah, walau tak usah mengalami kehilangan, dicekik sakit, miskin, dan musibah; sejukkan hati kami dengan sabar dan dzikir seperti Ayyub yang tabah.
Maka, ya Allah, walau ujian cinta tak seberat Ibrahim, Hajar, dan Sarah;limpahi keluarga kami dengan sakinah, mawaddah, dan rahmah, dengan keturunan yang shalih serta shaliha. Maka, ya Allah, walau ibadah tak seterpelihara Zakaria dan kesucian tak seterjaga Maryam; nikmatkan bagi kami bakti anak mulia seperti Yahya dan Isa.
Maka, ya Allah, walau belum pernah mencicipi surga bak Adam dan Hawa, jadikan rumah kami terasa surga sebelum surga terimalah, taubat dari segala dosa. Maka, ya Allahm walau hidup tak sepedas-pedih warna-warni hayat Ya'qub, jadikan kami hanya mengadu padaMu semata, hingga menampilkan kesabaran cantik yang mencahaya.
Maka, ya Allah, walau tak harus lari dan bersembunyi sebagaimana para Ashabul Kahfi, beri kami keberanian dan perlindungan saat tegas mengatakan Al-Haq di depan tirani. Maka, ya Allah, walau kerajaan tak seluas Dzul Qarnain, curahi kami akhlak pemimpin; yang senantiasa menyeru pada iman, membebaskan ummat, serta menebar manfaat.
Maka, ya Allah, walau jangan sampai Kau karuniai pasangan yang mirip Fir'aun, teguhkan kami bagai Asiyah yang mukminah, anugerahkan rumah di sisiMu di dalam surga. Maka, ya Allah, walau persoalan hidup tak sepelik yang dialami Ibunda Musa, bisikkan selalu kejernihan-Mu di firasat kami saat menghadapi musykilnya hari-hari.
Maka, ya Allah, walau ilmu dn kebijaksanaan tak seutub Luqman Al-Hakim; tajamkan pikir dan rasa kami untuk mengambil ibrah di setiap kejadian.
Maka, ya Allah, susurkan dan susulkan kami di jalan yang lurus, di lapis-lapis keberkahan.
-ust Salim A Fillah dalam buku Lapis-Lapis Keberkahan-
Teruntuk saudari yang dalam namanya ada harap agar menjadi wanita paling baik...
Sungguh, segala puji teruntuk Allah yang telah menghadirkanmu dalam sajak gelora pesona dibangku ilmu. Pertemuan denganmu, pada masa lalu adalah sebuah sebab tentang ikatan yang tak lekang, hingga kini, dalam tahun-tahun perkenalan yang telah usang.
Ah ya, memori menghadirkan nama dan rupamu terlalu banyak hingga semua tumpah dalam satu kata "wanita baik yang berilmu". Ya, aku tahu, sejarahmu tentang aku adalah tentang kemalasan yang tiada akhir, namun sungguh sejarahku tentangmu adalah suatu rasa gembira atas tak terpenuhinya ilmu, lagi dan lagi, gali dan semakin menggali, apapun yang tak menjawab dahagamu. Tak pernah ku jumpai, ada seorang wanita yang haus akan ilmu tapi tetap menyandarkan pada Pemilik Logika. Logikamu, sama sekali tak menyentuh tauhid dan hingga mengacak-acak akidahmu.
Begitulah, jika Allah sudah menanamkan keimanan yang begitu kuat pada seorang hamba, seorang wanita, yang baik namanya, baik pula akhlaknya.
Oh iya, ilmu yang terus kau telusuri, tak hanya terletak pada bangku dalam ruang yang kita sebut sebagai kelas, tapi kau pun menelusuri ilmu yang berada pada apapun disekelilingmu, hingga, tak ada yang tak luput dari penelusuranmu. Dahagamu, semoga selalu kering hingga kau akan terus menelusuri lagi dan lagi, dalam ketaatan tanpa menyalahi aturanNya.
Tentang takdirmu, mari kita bermain. Bersama dalam ikatan cinta yang agung, "uhibbuki fillah" seperti yang dulu selalu kita ucapkan. Aku siap, bermain bersamamu, dalam peran kita masing-masing, menguatkan, mendengarkan, bahkan menyertai, meski jarak kita tak terhitung dalam jejak. Meski waktu kita tak terisi dalam bersama, meski raga pun tak merangkul juga dengan raga, namun aku yakin, kau tahu ada yang lebih penting dari itu, yaitu, pengulangan namamu dalam tiap doaku, begitupun pengulangan namaku dalam tiap doamu. Dan kita pun semakin kuat dan menguatkan.
Segala puji bagi Rabbku, dan Rabbmu, Rabb kita. Tetaplah menjadi kamu yang selalu haus akan ilmu :)
Wanita tak selamanya menunggu, ini bukan tentang mempersilakan seorang wanita untuk mengajukan pilihan, yang kemudian akan diproses dalam jalan kebenaran. Tentang itu, tak perlu dibahaskan? Lagipula, apakah kau berani duhai wanita? :)
Wanita memang tak selamanya menunggu, kadang kau pun harus mengambil sikap, untuk menyudahi apapun yang memporakporandakan hatimu. Bahkan kau bisa berbuat lebih dari itu. Menyatakan dengan tegas pada ia yang tak serius adalah kewajibanmu, kewajiban yang akan melindungi hatimu. Menyatakan dengan tegas bahwa hatimu bukan tanah lapang yang layak untuk dia jadikan tempat bermain, dia, yang tak serius membawamu pada surga nan kekal dengan akad menjadi langkah awal.
Wanita tak selamanya menunggu, karena menunggu adalah kerja bagi orang yang tak punya kerja. Lihat saja mereka-mereka yang menunggu, hanya bisa meratap dalam detik-detik yang semakin menjebak. Masa penyempurnaan takdirmu, jadikan ia sebaik-baik masa, dalam hikmah yang terbentang luas dari pemikiranmu. Hiasi masa itu dengan mencari dan membagi, tentang ilmu yang kau tahu tak berujung.
Wanita tak selamanya menunggu, dia bisa mempersilakan. Mempersilakan ilmu dari pengalaman-pengalaman yang berserakan dari orang sekelilingmu. Tinggal kau petik, kau olah sedemikian rupa dan kau padupadankan ia menjadi sesuatu yang bermakna untuk bekalmu kini dan nanti. Semakin kau persilakan ilmu, semakin kau akan merasa bahwa betapa Maha Besar Allah mengijinkanmu belajar dari pengalaman-pengalaman orang lain.
Wanita tak selamanya hanya menunggu. Kamu tahu tugasmu? Mengkondisikan keluargamu untuk menerima hanya yang menawarkan surga untukmu. Surga nan kekal, surga yang di dalamnya kelak akan Allah jadikan kau bidadari untuk ia. Bukan surga dengan tipu muslihat dalam limpahan harta dan pujian yang membuatmu terpikat. Sudahkah kau lakukan itu duhai wanita?
Kau tahu, rosul kita pernah berkata bahwa memilih wanita disyariatkan karena agamanya. Setidaknya kita adalah wanita-wanita pilihan kan? Artinya, akan banyak yang hadir ke walimu karena agamamu, maka pilihlah pula yang karena agamanya. Sebab itu, kondisikan keluargamu untuk juga menerima hanya yang karena agamanya.
Wanita tak selamanya menunggu, sebab waktu pun tak pernah menunggu. Ia dalam detak sendirimu, tetap akan menyeretmu dalam waktu pertanggungjawaban pada Allah, ketika suatu hari akan ditanya "kau isi apa waktu menunggumu" takutlah jika semua bersaksi bahwa kau hanya menjadi penunggu, tanpa amal yang menyelamatkanmu.
Wanita tak selamanya menunggu. Jemarimu, seret langkahmu, waktumu, Allah ciptakan mereka bukan hanya sekedar untuk menunggu bayang-bayang imaji mu. Membuat karya, mencipta rasa, menjalin mesra bagi anak-anak manusia senampaknya akan membuat pesonamu makin mempesona. Berdayaguna, bagi semesta.
Wanita tak selamanya menunggu, percayalah bahwa kau akan lebih indah tanpa sandi-sandi sepi yang kau pajang dalam dunia mayamu. Sandi yang terlihat mempromosikan diri, nyatanya menistakan diri. Cukup sudah, kini cobalah perbaiki diri dan menata hati agar kau semakin menjadi yang terpilih. Menjadi wanita yang dicemburui bidadari, bukan dengan sandi-sandi.
Wanita tak selamanya menunggu, kau bisa mengenali semakin dalam tentang wanita-wanita kebanggaan Allah, namanya tercatat dan dibanggakan oleh semesta. Mereka mempesona karena kesuciannya, jiwa dan raga. Adalah Asiyah, Maryam, Khodijah, Aisyah, dan Fatimah. Wanita yang namanya melangit, mengambil tempat para bidadari. Menjadilah seperti mereka, tercatat dengan penuh pesona.
Wanita? Sudahkah semakin mempesona?
Bosan aku, pada nasehatmu yang terlihat memaki menyeringai dalam taring sinis seperti masinis. Mungkin kamu lelah, hingga nasihat terdengar sebagai keluh kesah, tak berdampak pada aku yang nyata haus dengan tausyiah.
Bosan aku, pada sindiran-sindiranmu tentang takdirku yang berbeda. Apakah aku salah? Hingga tiada hari kau habiskan waktu untuk membuat noda. Pada aku yang terluka, meski tak kau raba.
Bosan aku, pada upaya-upayamu menjalin benang-benang yang memang tak layak terurai, mungkin bukan tak layak, hanya saja memang belum layak. Memasangkan apa yang bukan pasangan. Mengaitkan sesuatu yang belum ada kaitan. Menyandingkan siapa yang belum pantas disandingkan.
Biarkan aku memperperbaiki diriku dengan menyulam dikit demi sedikit penyempurnaan takdirku. Senampaknya aku tak berusaha, tapi percayalah, aku sudah melewati berbagai usaha yang hanya Dia yang tahu.
Mainkan saja sabarmu, seperti aku yang bersabar dalam masa ini :)
Kamu tahu? Dihari yang akan terjadi gerhana bulan pada petang hari ini, siang bagaikan padang pasir yang berpindah ke langit Jakarta. Terik dan membakar. Tiba-tiba saja saya mencium bau sesuatu, ini bukan tentang aroma busuk yang sudah terbiasa singgah dihidung orang-orang Jakarta dari mampetnya saluran air yang menjelma jadi tempat pembuangan sampah. Tapi ini bau tanah, yap bau tanah yang pada artinya sebenarnya, bukan bau tanah yang sering jadi bahan guyonan untuk menyebut seseorang yang sudah lansia. Tanah yang mungkin terbakar oleh terik. Tak menyisakan sedikitpun ruang untuk hujan turun pada siang ini. Sungguh.
Namun, saya tak ingin mengikuti arus pengutuk remaja-remaja tanggung yang tidak pernah belajar tentang rasa syukur, mengutuk panas, kemudian Allah beri hujan, namun hujan pun tak luput dari kutukan. Jadilah pada terik yang mengelupasi kulit dan menusuk rongga dalam tengkorokan, keluhku mewujud memohon ampun. Mungkin baiknya seperti itu.
Tiba-tiba saya teringat akan firman Allah.
(Al-'A`rāf):96 - Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.
Panas terik, hujan mewujud banjir, mungkin merupakan suatu peringatan, peringatan agar kita kembali padaNya, dalam langkah yang tak lagi malu-malu dalam mendekatiNya. Dalam langkah yang nyata menghamba dalam balutan penyesalan akan kenakalan.
Kembalilah padaNya dalam ketaatan penuh mesra.
-langit malam dzulhijjah dalam penantian gerhana-
Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?
Ketika masa yang semestinya kamu sudah menjadi seorang mahasiswa, tapi nyatanya kini masih harus berjuang lagi untuk menjadi mahasiswa. Mainkan saja peranmu dengan sebaik-baiknya, bahwa Allah menakdirkan kebaikan untukmu, dari jalan perjuangan ini, lagi dan lagi.
Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?
Ketika skripsi atau tesismu terbengkalai tersebab kamu mengurus amanah Allah yang akan menjadi bintang. Mainkan saja peranmu dan Allah akan tunjukan jalan keluar yang spesial untukmu.
Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?
Ketika ijazah S1 sudah ditangan, teman-temanmu yang lain sudah berpenghasilan, sedangkan kamu, dari pagi hingga malam sibuk membentuk karakter bagi makhluk yang akan menjadi jalan surga bagi masa depan. Mainkan saja peranmu, dan tak ada yang tak berguna dari pendidikan yang kau raih, dan bahwa rizki Allah bukan hanya tentang penghasilan kan? Memiliki anak-anak penuh cinta pun adalah rizkiNya.
Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?
Ketika pasangan lain mengasuh bersama dalam cinta untuk buah cinta, sedang kau terpisah jarak karena suatu sebab. Mainkan saja peranmu, suatu hari percayalah bahwa Allah akan membersamai kalian kembali.
Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?
Ketika nyatanya kondisi memaksamu untuk bekerja, meninggalkan buah hati yang tiap pagi melepas pergimu dengan tangis. Mainkan saja peranmu, ya mainkan saja, sambil memikirkan cara agar waktu bersamanya tetap berkualitas.
Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?
Ketika katamu lelah ini seakan tiada habisnya, menjadi punggung padahal rusuk. Mainkan saja peranmu, bukankah semata-mata mencari ridho Allah?lelah yang Lillah, berujung maghfirah.
Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?
Ketika belahan jiwa nyatanya bukan seperti imajinasimu dulu, mainkan saja peranmu, bukankah Allah yang lebih tahu mana yang terbaik untukmu? tetap berjalan bersama ridhoNya dan ridhonya, untuk bahagia buah cinta.
Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?
Ketika timbul iri pada mereka yang dalam hitungan dekat setelah pernikahannya, langsung Allah beri anugerah kehamilan, sedangkan kau kini masih menanti titipan tersebut. Mainkan saja peranmu dengan sebaik-sebaiknya sambil tetap merayu Allah dalam pertiga malam menengadah mesra bersamanya.
Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?
Ketika hari-hari masih sama dalam angka menanti, menanti suatu bahagia yang katamu bukan hanya untuk satu hari dan satu hati. Mainkan saja peranmu sambil perbaiki diri semata-mata murni karena ketaatan padaNya hingga laksana Zulaikha yang sabar menanti Yusuf tambatan hati, atau bagai Adam yang menanti Hawa di sisi.
Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?
Ketika ribuan pasangan pengantin mengharapkan amanah Illahi, membesarkan anak kebanggaan hati, dan kau kini, membesarkan, mengasuh dan mendidik anak yang meski bukan dari rahimmu. Mainkan saja peranmu, sebagai ibu untuk anak dari rahim saudarimu.
Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?
Ya, taat. Bagai Nabiyullah Ibrahim, melaksanakan peran dari Allah untuk membawa istri dan anaknya ke padang yang kering. Kemudian, rencana Allah luar biasa, menyejarahi kisah penuh hikmah dalam catatan takdir manusia.
Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?
Ya, taat. Bagai Nabiyullah Ayub yang nestapa adalah bagian dari hidupnya, dan kau dapati ia tetap mempesona, menyejarahi kisah sabar yang tanpa batas berujung surga.
Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?
Ya, taat. Bagai nabiyullah lainnya. Berkacalah pada mereka, dan jejaki kisah ketaatannya, maka taat adalah cinta.
Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?
Taat yang dalam suka maupun tidak suka
Taat yang bukan tanpa keluh, namun mengupayakan agar keluh menguap bersama doa-doa yang mengangkasa menjadikan kekuatan untuk tetap taat.
Mainkan saja peranmu, dalam taat kepadaNya, dan karenaNya.
-malam 10 dzulhijjah dalam penyempurnaan peran-
Biarkan doa tetap rahasia, mengangkasa menuju langit cinta yang Ia persembahkan untuk kita. Melewati duka, menerbangkan asa dalam sumpah serapah yang tertahan agar tetap berada di jalanNya. Doa yang tetap rahasia, menembus dinding kemustahilan bagi siapa saja yang percaya. Menatap dalam manja tangan-tangan lelah yang menyatu seolah ia berkata "akan aku hapus duka, dan ku sampaikan pada Ia, agar tak membiarkanmu menyesaki rasa".
Biarkan doa tetap rahasia, seperti kau merahasiakan segala rasamu yang kau bilang belum waktunya, iya kan? Doa yang rahasiapun tak melulu tentang rasa yang belum waktunya, bahkan ketika kau sudah menemukan waktunya, ku harap doa mu tetap sama, masih rahasia. Rahasia yang hanya kau dan Rabbmu saja yang tahu. Rahasia yang tak akan pernah menjadi hidangan bagi publik lainnya.
Beruntunglah kamu, sebab doamu masih rahasia. Merahasiakan segala harap, merahasiakan segala resah, bahkan merahasiakan segala tuntutan yang kau ingin untuk disempurnakan olehnya. Doamu yang rahasia seolah penawar bagi gemuruh yang hadir menyelimuti segala mimpi-mimpi yang sampai kini pun masih mimpi. Merasakan lelah, yang kau balut dengan Lillah. Semoga saja benar lillah, sebab jika lelahmu tanpa Lillah kau hanya seperti orang yang berkilah. Tak sanggup melewati beratnya pundak yang membuatmu semakin lelah.
Maka, berdoalah dalam rahasia, untuk segala duka, untuk segala luka, untuk segala mimpi yang akan membawamu menuju garis-garis khatulistiwa segala peristiwa.
Maka berdoalah ia dalam rahasia, doa yang menukar lelah menjadi bahagia, bahagia yang tercipta karena telah kau sandarkan lelah dalam lillah. KarenaNya, kini tak kau temukan lagi nestapa, ia larut dalam butir-butir senyum hangat yang merongga dalam dada.
Doamu, masih rahasia kan?
@diles_delta dalam pencapaian bahagia
Jika boleh dikatakan terluka, maka aku terluka. Luka yang bukan karena mu, mungkin semacam teguran atau peringatan?mungkin iya, dalam waktu yang tak ada batasnya.
Jika boleh dikatakan rindu, maka aku rindu. Rindu yang telah hadir sebelum kehilanganmu, rindu yang tertanam sejak dulu. Mungkin kau lupa, tapi aku tidak.
Jika boleh dikatakan mendengki, maka aku mendengki. Dengki yang entah kebaikan atau keburukan. Ah, yang ku lupa, tak pernah ada dengki yang baik.
Jika boleh dikatakan tak percaya, maka aku tak percaya. Tak percaya bahwa tak akan ada lagi tempat bagiku, bukan tak akan ada lagi, atau bahkan memang tak pernah ada dari dulu.
Jika boleh dikatakan kecewa, maka aku kecewa. Kecewa yang bukan karenamu, terlebih karena aku. Ya, karena aku. Meski kau tak pernah tahu.
Jika boleh dikatakan tragis, maka ini tragis. Tragis yang melebihi kisah sad ending. Aku tak mau, dan siapa pula yang mau seperti itu?
Jika boleh dikatakan berprasangka, maka aku berprasangka. Prasangka yang kita tahu hanya akan membunuh kekebalan rasa terhadap kita. Prasangka, ya, ku harap begitu.
Hanya sebuah prasangka kan?
Tentang aku, dan catatan burukku.
@diles_delta dalam keabsurdan
Aku baru saja mengintaimu, lewat doa yang mengarah pada sebuah garis yang tanpa tepi.
Aku baru saja menatapmu, dengan mata yang menembus dinding harap pada sebuah pintu yang tercipta dari rasa yang tergugu.
Aku baru saja menantimu, ya baru saja, karena kau baru saja hilang dari harapanku.
Aku baru saja menjumpaimu, pada segenggam hasrat yang kutuangkan kembali dalam mangkuk harapan.
Aku baru saja menyebut namamu, tanpa rasa malu pada Rabb Yang maha Tahu.
Aku baru saja menyapamu, sapa yang hanya aku yang tahu, tidak kamu, tidak juga sekelilingku.
Aku baru saja menjemputmu, menarikmu kembali dalam hadapan sebuah harapan yang semoga tak palsu.
Aku baru saja menyemangatimu, untuk tetapkan langkah pada kebaikan yang membahagiakanmu.
Aku baru saja mempedulikanmu, meski aku tak ingin kau menyadari peduliku.
Aku baru saja merahasiakanmu, pada makhluk yang memang semestinya tak perlu tahu.
Kamu, yaa.. apakah tahu?
-pena yg tanpa gores, 13 September bukan tahun lalu-
Dila udah dua loh, elu dil??
Gue?gue Alhamdulillah semakin kebal menghadapi pernyataan kayak gini, santai aja ah.
Dua tahun loh, setiap bahagia dila selalu dikaitkan dengan saya, hehe yaiyalah karena saya kembarannya.
Tapi makasih ya, berjalannya waktu, semakin sadar bahwa ketetapan Allah lebih mulia dibanding segala perbandingan manusia antara takdir dila dengan takdir diles, bahwa segala keindahan telah tercipta bagi masing-masing kami olehNya. Bahwa tak ada takdir yang sama persisnya meski terlahir bersama sejak rahim.
Bahwa, bahwa, bahwa...
Kau Maha Tahu, sedangkan mereka yang bertanya cummmaa sok tau.
Segala puji teruntukMu duhai Allah Penggenggam Takdir kami.
-hari ke 2 Raisya terlahir di dunia-
Nak, tak bosan aku memandangmu dalam jeda tugas mengajarku.
Ah kamu, betapa menciptakan bahagia yg luar biasa bagi kami, orang2 yg ada di sekelilingmu. Umma akan menceritakan kronologis detik-detik kamu hadir di dunia. Sebagai tanda bahwa, kami begituuu menantimu, dan hadirmu sungguh menakjubkan.
Jam 7 pagi hari tadi, dihari minggu tanggal 7 September 2014, belum ada tanda bahwa ummi akan melahirkanmu. Jam 7, ummi malah minta jalan-jalan ke taman untuk melihat pasar pagi di sekitaran taman. Setelah dari taman, ummi memilih untuk tidur lagi menemani abangmu, rafa.
Jam 9, ummi bangun dan merasa kesakitan yang luar biasa. Kemudian kami pun berbenah untuk segera menuju puskesmas terdekat. Jam10, ummi ditangani oleh bidan di sana. Menurut bidan, ummi sudah pembukaan 3, berdasarkan perkiraan, ummi baru akan melahirkanmu jam 17.00, duh lama sekali ummi merasakan sakit itu.
Ah nak, kau shaliha sekali, kau tidak mau membuat ummimu sakit terlalu lama untuk melahirkan. Jam 11.40 kau pun terlahir atas izin Allah, membuka bahagia menembus cakrawala sakitnya melahirkan, dan membentangkan segala harapan kami. Ya, kau kini telah hadir nak, dengan berat badan yang waw membuat kami terkejut mendengarnya. 3,7 kg untuk terlahir normal dengan panjang 49 itu luar biasa. Padahal kurang dari dua minggu yang lalu beratmu baru saja 3 kg.
Tanpa menunggu lama, tanpa merasakan sakit yang lama, Allah mengizinkanmu segera bertemu ummimu dalam dekap cintanya dan cintaNya.
Kini, berbahagialah karena telah membuat kami bahagia atas hadirmu. Menjelmalah menjadi shaliha yang akan mengantarkan ummi dan abimu menuju surga Allah. Mewujud cintalah, bagi abangmu, rafa, dan bagi kami. Tumbuhlah, dengan ketakwaan padaNya.
Salam penuh cinta, umma mu :*
Aku tak ubahnya bagi warga bumi lainnya, yang mengiba dengan manja pada Pemilik Semesta.
Pemilik Semesta pun bagiku begitu mempesona.
Nampaknya harus ku revisi, karena bukan hanya mempesona, tapi Ia adalah Maha Mempesona.
Pada pagi yang teriring dengan terik, ku gantungkan sepucuk harapan dengan wajah yang merona mendelik...
Kadang aku malu, meminta dengan manja tanpa jeda pada Ia yang tak ada jeda dalam mencinta. Namun, jika bukan denganNya, aku harus meminta pada siapa? tak sanggup aku menyandingkan Ia dengan yang lainnya, memang tak pantas pula.
Duhai Allah Pemilik Semesta, dalam serak beralaskan lapis sajadah yang menua, ku hadapkan segudang harap dalam lampiaskan emosi yang berlapislapis tebalnya.
Mengapa ia, mengapa aku, ah mengapa ku tanyakan juga?
Sudah, pada bumimu yang berotasi, semoga mengiringi harap kami yang tanpa henti.
Ya Robbi..
-lelah yang berarti, langit cintaMu 27 syawal-
@diles_delta
Rindu adalah segenggam kata yang kita punya, ia hadir begitu saja tentang sajak yang tak lagi bisa dicerna.
Namun rindu bukan lagi kosa kata dalam bendahara kata, karena aku kini memiliki hari-hari kita.
Sembap mata tak lagi ada dalam diary rahasia, karena hadirmu kini adalah niscaya. Katamu, takdir kita mungkin memang tak bisa bersama, engkau kini menikmati hari-harimu dan dengan bujuk kau berkata "kau pun nanti begitu"
Entah "nanti" kapan yang kau maksud sampai kini pun aku tak tahu. Pemilik Cinta pada berlapis-berlapis harapku menyertainya, menyertai tiap lisan yang masih terjaga untuk tetap meminta dalam rahasia.
Kitapun menderma bahagia dalam memandanginya, memandangi cinta yang tumbuh dalam bahagia pada rafa. Kini, tak akan lagi membahas tentang rasa, kita sudah cukup bahagia dengan hadirnya cinta yang kita punya. Renyah tawa penuh juta rasa menghadiri sukma dalam suka, ia mengejawantah menjadi simpul-simpul pesona.
Engkau bahagia
Aku bahagia
Bahagia adalah kita, meski katamu tak mesti bersama, namun kataku kita harus tetap bersama, jika bukan dalam raga namun setidaknya dalam rasa.
Iya kan? :)
Ketika putus, dia menyebut mantannya dg sebutan "lelaki brengsek"
Denger ini, saya ngakak dalem hati, udeeh tau tiap pacaran akan berujung putus, masiiihh aja mau dibrengsekin(sy ga menemukan kata yg pas menggambarkan ini, hehe)
Ini salah satu kekurangan pacaran dr banyak kekurangan lainnya, kita jadi dengan mudahnya memanggil dengan sebutan yg buruk, padahal Allah meminta kita jangan manggil dengan sebutan yang buruk tuh di alhujurot:11..
Sudahlah, ga usah pacaran. Katanya Indonesia sudah merdeka, kok kamu masih dijajah sama nafsu dunia. Sudah, nikah saja sanah *eaaaa
Selamat merdeka Indonesia, semoga rakyatnya juga merdeka, dari terjajahnya perasaan dengan pasangan yg belum halal.
Salam
Pagi ini ngajar kelas 5SD, dan waw...
Takjub, masyaa Allah, segala puji bagi Allah telah menghadirkan mereka.
Tema pembahasan hari ini tentang idul fitri, sebelum membahas idul fitri seperti pada umumnya, saya mengajak mereka untuk mengevaluasi ramadhan mereka. Apakah berhasil atau tidak. Bagaimana menilainya? Saya mengajak mereka membuat standar keberhasilan sendiri, misal, ramadhan menghafal alqur'an, tarawih full, sholat 5 waktu, dan standar keberhasilan lainnya.
Saya jadi teringat beberapa hari yang lalu mengajar dengan materi sama untuk kelas 6 SD. Iseng bertanya, keberhasilan apa yang kamu raih saat ramadhan, dengan muka datar dan santai dia bilang "saya menghafal 12 juz selama ramadhan".
Haaaaa? Gimana caranya?
Dan hari ini saya kembali dibuat takjub dengan siswa kelas 5 SD, takjub dengan idul fitri mereka. Saya menyangkutkan dengan "penghasilan" ketika hari raya. Siswa saya ada yang mendapat satu juta dua ratus ribu. Banyak yaaaaa -_-
Saya tanya, untuk apa uang sebanyak itu, tadinya saya pikir untuk beli gadget, anak sekarang gitu kan yak(Hehe suudzon aja sih diiill) eeehh dia jawab "setengahnya untuk ditabung, setengahnya infakin ke masjid"
Huaaaaa masyaa Allah, bahagianya saya denger jawabannya. Ternyata banyak anak-anak "ajaib" yang saya ajar, ini yang membuat saya senang sekali mengajar. Bahagia bertemu mereka, bahagia mendengar semangat mereka, bahagia mendengar kehebatan mereka, bahagia dengan bahagianya mereka.
Alhamdulillah, maka nikmat Allah yang mana yang kau dustakan?
Entah harus memulai dari mana catatan ini, bermula dari A kah? Atau dr Z? Yang pasti, akan ku mulakan dengan..
Bismillahirrahmanirrahim..
Segala puji bagi Allah yang menitipkan rasa pada seluruh hambaNya, rasa yang dengannya ia bergelora berdetak memenuhi kalbu dalam sudut ruang harap.
Ia adalah cinta.
Yaaapp, tulisan kali ini akan membahas tentang
C I N T A, sekali lagi ce i en te a.
Duh, ini bukan karena saya sedang jatuh cinta yes, malu siihh kalo belom nikah udah jatuh cinta, nyiahahaha.
Oke fokus..
Merasakan cinta adalah salah satu fase perkembangan yang pasti dilewati oleh semua orang, jangan minta saya untuk mencantumkan sumber, karena ini bukan skripsi. Aku, kamu, dan kita semua pernah merasakan ini kan?
Kalau sudah terlanjur "jatuh" pada cinta yang membuat kita lemah, gimana ya menyikapinya?
Ini sering terjadi pada siswa maupun siswi saya, yang rerata adalah usia remaja. Mengeluh, sulit move on, kepikiran terus, gak semangat kalo gak ada dia, sakit rasanya kalo melihat dia dekat dengan yang lain, jadi tidak fokus belajar, dan segala hal melemahkan lainnya. Bahkan, yang membuat saya sedih bahwa ada remaja yang merelakan kesuciannya demi yang katanya "cinta dan yang mencintainya"? Ah, mengapa hal hina ini yang kau sebut sebagai cinta? Bukankah cinta adalah kesucian? Semestinya, cinta membuat kita menjaga kesucian :(
Bagaimana cara melupakan cinta yang sering melemahkan atau bahkan menghinakan kita?
Cinta tidak bisa dilupakan dengan benci, kita tidak bisa bahkan tidak boleh menggantikan rasa cinta menjadi rasa benci. Satu-satunya cara melupakan cinta yang sering membuat lemah adalah dengan mencintai yang bisa menguatkan. Saya tidak meminta kau untuk mencari orang baru untuk kau cintai, karena belajarlah dari pengalamanmu, bahwa manusia adalah membuat kita lemah, apalagi mencintai lawan jenis sebelum waktunya. Lalu apa? Cinta yang bagaimana yang menguatkan? Sandarkan cintamu pada Yang Maha Menguatkan, pada Yang menciptakan Cinta, pada yang segalanya bermuara padaNya?
Maksudnya?
Ya, ketika cinta terasa melemahkan, saat itu kau harus merevisi seseorang yang kau cinta, cukuplah kau ganti dengan mambangun cinta yang lebih besar untuk Sang Maha Cinta. Teoretis? Tidak, ini bukan hanya sekedar teori, tapi ini adalah hal yang bisa kita praktekan. Praktekan saja, caranya:
1. Berceritalah pada Allah tentang rasa yang membuatmu lemah, menangislah, tumpahkan segalanya pada Allah.
2. Selanjutnya, baca Al-qur'an dan terjemahannya, kau kan temukan banyak kata cinta dariNya.
3. Berkumpullah dengan orang-orang sholih, ikut mentoring atau kajian.
Praktekan tiga hal ini secara terus menerus, hingga kau menemukan semangat baru dalam membangun cinta, cinta pada Allah.
Maka ketika kau mengubah cintamu menjadi mencintaiNya, kau kan temukan kekuatan, kekuatan untuk hidup manfaat. Kau kan temukan ketenangan, ketenangan dalam taat. Kau kan temukan bahagia, bahagia untuk membahagiakan. Kau kan temukan baik sangka, baik sangka bahwa Ia mempersembahkan yang terbaik bagi kita.
Maka ketika kau mengubah cintamu menjadi mencintaiNya, tak kan kau temukan putus asa, karena bersamaNya akan selalu kau temukan jalan keluar, tak kan kau temukan keresahan, karena padaNya yang membuat hati kita tentram.
Kembalilah padaNya, agar cinta terasa semakin penuh cinta.
Percayalah :)
(Ar-Ra`d):28 - (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
('Āli `Imrān):31 - Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Kau begitu sempurna, dimataku Kau begitu indah..
Kau membuat hidupku akan selalu memujaMu..
(Sempurna)