Ketika ajo ben akan pergi dan kembali


“dedek sebel sama ajo”, sms ku siang itu untuknya, untuk seorang kakak yang aku tahu sangat mencintaiku.
Hff selalu, selalu dengan air mata ku keluarkan kecewa ini, dengan kamar gelap yang menjadi saksi tangisku yang meledak siang itu. Tangisku pun justru semakin meledak saat mendapat balasan darinya.
“walaupun dedek benci ajo, tapi ajo tetap sayang dedek, selalu dan selamanya”
Ah kata-kata itu justru yang membuat tangisku tak bisa ku hentikan, aku marah pada diriku, pada diri yang tak bersyukur memiliki seorang kakak yang begitu mencintaiku tanpa syarat, tanpa lelah, dan tanpa henti. Tidak seperti aku yang mencintainya dengan jeda, ya, dengan jeda. Jika ku hitung, ini sudah kedua kalinya aku meneriakkan bahwa aku sedang kesal, dan marah padanya, dan aku bersyukur karena itu tidak berlama-lama, ia, dengan ketulusan cintanya lagi-lagi bisa membuat tangisku berubah, dari tangis kekesalan menjadi tangis bahagia.
***
Pagi hari pukul 06.00
Sms pertama masuk, dan aku sudah bisa menebak itu dari siapa, ku lihat hapeku, tersenyum. “benar kan dugaanku, pasti dari ajo”
“dd sayang met aktivitas yah, doa ajo untuk adik kecilku”
Itu baru sebagian kecil perhatiannya setiap pagi, setiap hari. Lama-lama seperti sarapan, lapar jika tak terpenuhi.
***
Tapi hari ini ada yang berbeda dari ajoku, pagi ini, 1 Januari 2012 dia memberitahuku bahwa tak bisa menemaniku saat hari penting itu, hari di mana aku sangat butuh dirinya, ajo bilang dia pergi hanya sementara, untuk suatu tugas kerja. Ah tetap saja aku tak rela melepasnya, ini hari terpenting bagiku, hari pertama saat aku harus berpisah dengan belahan jiwaku yang lain, aku tak sanggup menjalani ini sendirian. Aku menangis, memohon padanya agar mengubah niatnya untuk pergi, dan dia tetap memberi pengertian bahwa dia harus pergi.
Entahlah, sudah berapa tangis hari ini, yang jelas aku sangat terpukul dengan berita kepergiaannya pada hari itu, bagiku rasanya aku tidak siap menghadapi masa depan, tidak siap menghadapi hari itu, hari yang aku yakini akan banyak pertanyaan menyakitkan untukku, hari yang aku yakini tak ada lagi teman setia untukku, dan aku tak siap tentang hal itu, tentang perpisahan ini, dan tentang kepergiaanya.
Nangis lagi, hhhhhfffffff
“ya Allah ya Rabb, Penentu segala tindakan hambaMu, mohon biarkan ajo tetap disampingku pada hari itu, mohon dengan sangat ya Allah”
Doaku sepanjang selesai solat, setiap saat, dengan tangis yang lagi-lagi tak bisa tertahan. Aku lelah, sangat lelah dengan tangis ini, sangat lelah berharap pada dia yang nyatanya tak mengubah keputusannya untuk pergi meninggalkanku, walau dalihnya hanya sementara, tapi tetap tak menghiburku, tak mengobati sakitnya hatiku. Aku tahu, berkali-kali dia ucapkan bahwa dia pergia siang hari, tidak dari pagi. Tapi aku butuh dia, butuh kekuatan darinya hari itu, sepanjang hari bukan hanya saat pagi, dan itu tetap tak mengubah keputusannya, dia bilang dia akan pergi.
Dalam lelah yang teramat, aku mencoba untuk tak lagi memaksanya, karena aku tahu, bahwa bukan dia yang dapat mengubah segala, maka aku putuskan untuk berharap pada Allah, untuk ridho dirinya membersamaiku hari itu.
***
Sudah 3 hari sejak keputusannya untuk pergi tetap tidak berubah, jarak pun semakin terbentang antara kami. Entah mengapa, ada malas yang memaksaku untuk tidak lagi bersikap manis padanya, menjawab pertanyaan seadanya, menghindar dari bertemu dengannya, mungkin karena aku merasa terlalu lelah telah berharap padanya yang nyatanya tetap tidak berubah. Dalam penghindaran itu, aku belajar untuk menata hati kembali, mempersiapkan yang harus aku lakukan pada hari penting itu, yang aku rasa lebih baik daripada harus terus memohon tanpa hasil padanya, meskipun aku terus berharap padaNya untuk mengubah keputusannya.
Dan malam ini, tepat 3 hari setelah keputusannya untuk pergi, Allah mengabulkan doaku, untuk kesekian kalinya. Dia pulang dengan membawa kabar sangat bahagia untukku. Yap, akhirnya dia memutuskan untuk membatalkan kepergiannya ke Malaysia pada hari itu, walaupun dengan konsekuensi dia harus membayar ganti rugi untuk pembayaran tiket yang sudah terlanjur dibeli dari pihak Malaysia itu. Lagi-lagi karena..
 Cintanya padaku, terlebih karena cintaNya yang tak akan membiarkan aku terpuruk.

“sebab ajo gak mau melihat dedek sedih, bagi ajo rugi sedikit tapi demi melihat dedek bisa tersenyum, gapapa. Anggap aja ini bentuk sayang ajo”.

Katanya malam itu menjelaskan pembatalan kepergiaannya yang katanya demi senyumku. Ah ajo, lagilagi membuat aku menangis, kali ini tangis bahagia dan penuh syukur telah memilikinya.

*dan berharaplah pada yang mampu mengabulkan segala harapan

Kini untuk kesekian kalinya, aku membuktikan kata-kata ini, berharap pada Allah agar keinginan ajo untuk pergi tidak terlaksana, dan dia mengembalikan ajo sebelum benar-benar ajo harus pergi untuk hari itu.


Terima kasih bijaksana untuk cintamu yang luar biasa, terlebih cinta Kau ya Rabb, padaku...

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © / Mendidik Mencintai

Template by : Urang-kurai / powered by :blogger