Bolehkah aku menjadi sepertimu, mama??

Aku ingin menjadi sepertimu, dalam hari-hari usiaku, mencintai dalam sajak yang tak terdefinisikan oleh berjuta aksara, katamu tentang cinta. Cinta adalah tindakan, tindakan berbuat untuk bahagia kami, anak-anakmu.

Aku ingin menjadi sepertimu, yang sakit adalah rahasia, agar tak terasa pada buah cintanya. Tak mau menyusahkan, selalu itu yang kau gambarkan. Meski hidupmu terlalu susah karena kami.

Aku ingin menjadi sepertimu, yang mencintai dengan setia, seseorang yang membawamu dalam keabadian cinta, seseorang yang kau bangun cita masa depan bersamanya, seseorang yang dengannya kau membesarkan kami anakmu tercinta, seseorang yang sejak puluhan tahun lalu kami sapa dengan kata cinta, ayah, meski kini ia tiada.

Aku ingin menjadi sepertimu, dalam masa penantian 9 tahunmu, menanti dengan sabar yang setia serta harap yang hanya pada Ia dalam menanti buah cinta dari pernikahan yang barokah antara engkau dan dia. Hingga sabarmu berbuah bahagia, dalam tangis anak pertama dan empat tahun berikutnya anak kedua, hingga dua tahun berikutnya Allah beri engkau hadiah berupa 2 janin dalam rahimmu yang serupa,buah sabarmu mama.

Aku ingin menjadi sepertimu, yang syukur dan sabar bukan lagi tentang teori, tetapi menjadi teman setiamu dalam membesarkan kami. Hingga besarnya kami adalah buah yang dapat kau petik hingga kini dan semoga hingga nanti.

Aku ingin menjadi sepertimu, yang tiada keluh pada seorang hamba, satu pun tak ada, hanya kepada Ia kau curahkan rasa, disepertiga malam penuh cinta.

Aku ingin menjadi sepertimu, dalam bijaknya nasehat menjalani kejamnya dunia. Katamu "cukup Allah yang tahu, tidak dengan yang lainnya". Hingga ternampak tegar namun bermanja pada Rabb semesta.

Aku ingin menjadi sepertimu, menjadi tempat untuk sebagian manusia mencurahkan segala kecewa, memberikan cinta hingga mewujud suatu baik sangka, pada mereka yang tergores hatinya.

Aku ingin menjadi sepertimu, yang tiada menuntut balas meski kau berhak, atas segala peluh, atas segala keluh, atas segala rupiah yang kau keluarkan untuk empat anak. Katamu, cinta bukan tentang balas jasa, cinta adalah senyum yang menyeka air mata.

Aku ingin menjadi sepertimu, yang tak pernah menutup pintu maaf untuk segala duka yang tercipta karena kami yang tak memahami jiwa. Tercipta dari apakah hatimu ma?

Aku ingin menjadi sepertimu, dalam kerja-kerja rahasia untuk sebuah cita-cita mulia, hanya tercurah pada Ia yang mampu mengabulkan segala pinta.

Aku ingin menjadi sepertimu, yang begitu mesra dengan Pemilik Hidupmu, dalam tiap lima waktu, dhuha, bahkan malam panjangmu, malam yang kau upayakan untuk berjaga disepertiganya hingga subuh menjelang dalam lantunan syahdu ayat-ayat Al-qur'an..

Mama, percayalah, betapa aku ingin menjadi sepertimu, dalam cinta, dalam kerja, dalam upaya, dalam usaha. Meski kau tak menyetujuinya.

Aku ingin menjadi sepertimu, namun menurutmu, aku tak boleh menjadi sepertimu, katamu "menjadilah lebih baik dari mama, dengan meneladani ia, tauladan agama kita".

Dan kini, aku hanya ingin menjadi yang terbaik bagiNya dan bagimu, semoga surga untukmu mama dan ayahku...

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © / Mendidik Mencintai

Template by : Urang-kurai / powered by :blogger