Menikah, Berupaya..

Bismillaahirrohmanirrohim..

Apa yang kamu pahami tentang pernikahan? Jodoh?
Pernikahan adalah perjuangan. Ini bukan tentang berjuang untuk mendapatkan ‘dia’ yang kita cintai untuk bersanding bersama di panggung mewah berhias sekumpulan bunga. Sebab terlalu remeh jika hanya karena ‘dia’, sebab kita tak benar-benar tahu apakah dia yang tersangkut pada hati adalah yang Allah pilihkan untuk kita, sebab mungkin saja jika diperjuangkan bukan menjadikan Allah mengulurkannya dengan mesra, sebab.. ah lagi-lagi bukan tentang dia. Berjuang bukan tentang mendapatkan ’ia’. Harus ada upaya yang sungguh tampak dalam menujunya. Menuju pernikahan.

Ribuan tahun lalu sebelum kita terlahir ke dunia, Allah sudah mencatat dengan begitu rapih siapa yang kelak menjadi jodoh kita di dunia maupun di akhirat. Jadi, tak perlulah kita bersusah payah mengupayakan apa yang sudah pasti. (WS)

Ia memang bagai rizki yang misteri, yang sudah ada ketetapannya. Tapi ia juga mesti diupayakan,  diperjuangkan, meskipun kehadirannya sudah pasti. Layaknya rizki yang juga kita upayakan untuk kita cari. Ingat analogi cicak? Cicak mesti berjerih payah dulu dalam mencari rizki, menempel pada dinding dan merayap secara diam-diam. Hal tersebut merupakan bagian dari ikhtiar cicak mencari rizki.

Maka apatah lagi tentang jodoh, menikah, menggenap. Harus ada ikhtiar, apalagi jika menikah bervisi membangun peradaban. Harus ada ikhtiar, jika yang kita yakini bahwa menikah adalah bagian dari ibadah, sebab tak ada ibadah yang tak diganggu oleh syaithon, maka berikhtiar dari godaan-godaan menujunya adalah kewajiban.

Lalu, apa yang mesti diperjuangkan dari sebuah pernikahan? Benarkah kita tak perlu berjerih payah mengupayakannya?

Tetap perlu dinda, kita tetap perlu memperjuangkannya. Memperjuangkan agar yang mendekat dan yang didekatkan adalah yang sesuai visi utama kita dalam menikah, apa katamu? Membangun peradaban?  Berjuanglah agar jagat raya tahu visimu, minimal keluarga besarmu tahu dan paham visimu. Agar tak sekadar bertanya 'kapan menikah?', 'Mana pacarnya?' 'Mau sama yang mana?' Dan pertanyaan-pertanyaan lain. Tapi kelak supaya mereka paham bahwa sampai saat ini kau tengah berjuang membaguskan kualitas dirimu, menjaga dari perasaan semu, menjaga agar Allah layakkan dirimu menjadi seorang ibu. Berjuanglah, agar mereka tahu bahwa menikah bukan sekadar tentang bersatunya dengan yang manis rupa, bukan tentang bersatunya dengan si pemilik rumah dua atau tiga, bukan tentang bersatunya dengan si ‘mapan loh kerjanya’. Bukan itu. Ini kerja berat dan tak singkat. Perlu beberapa waktu agar ketika Allah menurunkan titah pertemuannya, keluarga menyambut dengan tangan terbuka. Berjuanglah, meski bukan dengan lisanmu, setidaknya dengan akhlakmu, yang darinya orang-orang akan tahu visimu.

Kau harus berjuang, dalam perjalanan panjang ibadah dengan bingkai pernikahan. Meremukkan godaan atas bayang semu kebahagiaan yang belum waktunya. Menahan mata-mata jelalatan. Menahan kriteria-kriteria duniawi, menahan dari yang hanya mampu PHP sana-sini. Berjuanglah, dan perjuanganmu tak mudah bukan? Bahkan saat menikah mewujud nyata, kau tetap harus berjuang, untuk membuat keluarga kecilmu menjadi miniatur surga. Surga sebelum surga. Mengubah emosi buruk menjadi emosi baik, mengubah tatap garang menjadi semerekah senyum, mengubah gemasnya cubitan menjadi belaian. Tak mudah, kau harus berjuang dari kini. Melatih diri.

Itulah perjuangan.

Apa jadinya ketika kau tak mempersiapkan itu semua?
Apa jadinya ketika bekal tak ada?
Apa jadinya ketika kau mengoptimalkan amal yang satu tapi melupakan amal yang lainnya?
Apa jadinya ketika kau santai sekali mengikhtiarkan masa depanmu? Masa ketika pernikahan mungkin lebih panjang usianya dibanding masa sendirimu.
Bagaimana dengan peradaban yang hendak kau bangun?

Maka menikah, ikhtiar bertemu jodoh adalah perjuangan. Hingga bagai cicak yang diam-diam merayap kemudian nyamuk datang menghampiri, hap, lalu ditangkap menjadi rizki.
Kau pun seperti itu. Diam-diam memperbaiki diri, sibuk menata hati dan ilmi, membenah emosi dan menjaga pribadi, keluarga terkondisi, kemudian 'ia' datang menghampiri, juga dengan perjuangan yang tak kalah hebatnya untuk membersamai.

Menjadilah hebat dengan perjuanganmu menuju ibadah ini, dengan baik sangka yang kau perbarui, dengan cibiran yang kau senyumi, dengan kegagalan yang kau tadabburi. Hingga kemudian Ia meniupkan kuncup bunga kebahagiaan, bermekaran pada waktu terpilih, dengan seseorang yang sangat amat teramat sesuai, untukmu.

(An-Nūr):32 - Dan nikahkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.

-Aldiles Delta Asmara-

1 Desember, 2 bulan kemudian.




0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © / Mendidik Mencintai

Template by : Urang-kurai / powered by :blogger