Masa Lalu untuk Masa Depan

"Siapa bilang nikah itu enak?" Nasehat mama siang tadi saat sebelum saya berangkat kerja.

Hei kamu jangan mengira bahwa kalimat berikutnya yang keluar dari mama adalah "nikah itu bukan enak, tapi enak banget" macam pengantin baru yang memamerkan kebahagiaan di sosial media. Bukan itu. Dan juga kamu jangan mengira bahwa pernikahan mama dengan almarhum ayah adalah tidak bahagia hingga terlontar kata tersebut. Sangat teramat bahagia, saya saksinya.

"Dalam menikah, yang ada bukan hanya enaknya, mengurus anak, anak nangis, bikinin makanan, beresin rumah, saat anak semakin gede, belajar jalan, kejar-kejar dia saat udah bisa jalan, apalagi kalau anak lebih dari satu, kebayang kan repotnya?"

"Susah, kalau ga ada kerja sama sama suami, susah kalo gak disabarin, susah kalo gak punya ilmunya."

Garis bawahi, nyalakan capslock; ILMU.

Iya ilmu, menjalankan pernikahan itu bagai berjalan menuju surga jika benar arahnya, dan menuju neraka jika keliru dan seenaknya saja.

"Harus sering tanya, sering cerita, tentang masa kecil kita sama suami, masa kecil suami juga kita harus tau. Mama meskipun kenal ayah cuma setelah nikah, mama tau cerita masa kecil ayah, ayah tau cerita kerasnya hidup mama karena jadi perempuan satu-satunya di rumah sebelum adek perempuan mama lahir" Lanjut mama.

"Gimana kalau pas ditanya dia ga mau cerita? Diam aja". Tanya ku padanya.

"Gak apa, dari situ mestinya Diles sudah mulai belajar memahami, mungkin dulu dia diasuh dengan diam, ga banyak cerita dan bicara. Dan kita sebagai istrinya harus tetap menyertai apapun keadaan suami" Jawab mama lengkap.

*kuliah pernikahan yang tak pernah selesai dari mama*


Saat memutuskan menikah, kita bukan hanya berbicara tentang masa depan, tetapi juga masa lalu. Itu sedikit rangkuman dari sekian banyak ilmu mengenai pernikahan. Masa lalu tentang bagaimana pasangan kita dibesarkan. Bukankah karakternya kini dibentuk karena masa lalu? Sebab masa depan selalu indah dalam perencanaan. Sebab berapa banyak perempuan yang begitu terlena dengan masa depan yang rata-rata terlampau manis? Namun kecewa ketika mengetahui masa lalunya yang pahit.

Masa depan atau masa lalu? Dua-duanya.

Bertanyalah tentang masa lalu, agar suatu masa saat selisih mungkin terjadi ada sisa ruang pemakluman, ruang maaf, dan ruang kesempatan untuk bersama menuju masa depan. Memperbaiki yang telanjur rusak, merekatkan yang telanjur retak, menyimpul yang telah terurai kusut. Agar tak ada ucap "ini semua karena masa lalumu!". 

Maka perlu memiliki masa depan serta masa lalu dari dia yang akan menjadi pendampingmu. 'Berkenalanlah' pada masa lalu yang bukan hanya manis tapi juga pahit dari dirinya. Dan ceritakan pula padanya masa lalu yang telah kau lewati. Sebab, konon dalam pernikahan bukan hanya terdapat bulan madu, tetapi juga bulan racun. Semoga menerima masa lalu 'dia' adalah salah satu obat penghilang racun yaaa, agar madu selamanya, terurai mesra.

Mengiringi masa lalu untuk merancang masa depan. Menerima masa lalu untuk membahagiakan masa depan. Memaafkan masa lalu yang jika pahit untuk mengukir masa depan yang manis. Berdamai dengan masa lalu untuk mengatur kedamaian yang lebih lama pada masa depan.

***
"Jadi? Antara masa depan dengan masa lalu, mana yang lebih membuatmu penasaran ingin tahu?"

"Padamu, aku memilih yang kedua(dua)nya"

#Dialog imajiner ^^v

-Aldiles Delta Asmara, dari secuil ilmu yang didapat'

*tidak menerima pertanyaan "kapan prakteknya?"

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © / Mendidik Mencintai

Template by : Urang-kurai / powered by :blogger