Menjadi guru untuk anak sendiri

Betapa memang pendidikan dari orang tua itu lebih penting dari segala pendidikan mahal yang ada di dunia. Mungkin seseorang bisa berhasil dengan pendidikan tingginya yang dari luar-luar, bisa menjabat jadi menteri, direktur, pengusaha, ah apalah itu namanya. Tapi itu tak menjadi berguna jika pendidikan karakter dari orang tua tidak ditanamkan sejak mereka kecil, jadilah mereka pribadi-pribadi tanpa akhlak. Ugh

Lihat saja mereka, remaja-remaja itu, murid-murid kita, binaan-binaan kita yang bermasalah di sekolah, coba dekati mereka, tanyakan bagaimana orang tua mendidik mereka, dan saya sudah menemukan sebagian besar, remaja-remaja yang dipandang bermasalah oleh lingkungan sekitar adalah mereka yang "diabaikan" oleh kedua orang tua mereka. Ayah  yang jarang pulang, mama yang sibuk ke salon, arisan ini itu, atau juga bekerja seperti suaminya. Seolah mereka berpikir bahwa perjumpaan tiap sabtu minggu itu sudah cukup untuk membahagiakan anak-anak itu. 

Saya tidak ingin mendidik dengan cara seperti itu, seakan amanah mendidik anak hanya sekedar memberinya harta, mencukupkan mainannya, jalan-jalan ke luar negeri, itukah bahagia. Remaja seperti itu, benar-benar merasa terabaikan. Tak bedalah dengan orang tua-orang tua dari anak-anak jalanan, yang juga kurang kasih dari orang tuanya, yang juga jarang berjumpa dengan mereka. Tak beda.

Saya tidak ingin kelak anakku menjadi seperti remaja-remaja kaya atau remaja-remaja jalanan yang terabaikan itu. Memilih menjadi guru hanya untuk anak-anakku, mendidik mereka, bukan hanya sebatas matematika, fisika, atau kimia. Tapi saya jugalah yang akan mendidik karakter mereka, menjadi Murobbi bagi mereka, mengajarkan mereka baca qur'an, mengecek hafalannya, mendengar cerita-cerita harian mereka, menikmati setiap fase perkembangan mereka. Setinggi apapun kelak saya sekolah nanti, akan mencurahkan, mempraktekan teori yang saya dapat untuk anak-anak saya, tak ridho jika mereka menjadi anak pembantu, yang dekat dengan pembantu, yang tidur dengan pembantu, yang mandi dan makan dengan pembantu. Tidak.. Tidak..

Saya jadi teringat perkataan seorang kakak inspirasi saya, seorang psikolog, perempuan dengan pendidikan tinggi yang memilih menjadi ibu rumah tangga, guru untuk anak-anaknya, dan ada satu ucapan beliau yang menjadi motivasi saya:
"mba mah klo berpikir niyh anak yang penting gede, yang penting hidup, itu mah gampang, tapi kan bukan seperti itu yang mba mau, mba mau nya anak-anak mba, mba yang didik, mba yang perhatikan."
 Sedikit tapi memotivasi, terima kasih mba. semoga seperti itu juga denganku. Menjadi ibu yang semata-mata mendidik anaknya.
Semoga..

*inspirasi dari mengamati kasus di sekolah, dan perbincangan dengan para guru: "untuk apa mendidik anak-anak orang tapi anak sendiri terabaikan? mending jadi guru buat anak sendiri aja!"

Untukmu ibu, coba lihat anak-anakmu
yang menanti suapanmu
yang menanti tatap kasihmu
yang menanti peluk hangatmu 
bukan dari mba yang merawat mereka
tapi mereka mengharapkan itu dari ibunya..

Untukmu ayah, memang nafkah ini adalah tugasmu
tapi taukah bahwa mereka juga butuh bermain kuda-kudaan denganmu
berharap kau mau mendengar cerita mereka tiap harinya
bukan mendapatkan ayah yang pulang dengan segala lelah

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © / Mendidik Mencintai

Template by : Urang-kurai / powered by :blogger