Dikuatkan dengan menguatkan

Catatan kali ini agak acak, abstrak, absurd, random serta segala ungkapan lainnya. Kali ini mau bahas tentang nikah lagi ya, tetapi, dicatatan ini saya tidak butuh dikasihani kok, ehehe. Maksudnya jangan memandang buruk tentang catatan ini, entah menganggap cari sensasi, diles yang semakin galau lah, diles curhat lah atau apapun itu. Kalo dibilang curhat, okelaah dari sudut apa juga emang curhat :D

***

Pernahkah dalam suatu keadaan, ketika butuh penguatan-meski penguatan dariNya selalu ada- dari orang lain, tetapi perjumpaan malah menakdirkan kamu hadir sebagai yang menguatkan bukan dikuatkan? Kekesalannya, penantiannya, kelelahannya dalam menanti, semua seakan tumpah dihadapanmu. Saat itu mungkin kalau boleh memilih, kamu akan bilang kira-kira seperti ini "yang lagi sedih itu saya, kok kamu yang curhat". Dan moment itu selalu dan selalu hadir justru disaat kita benar-benar butuh penguatan. Pernahkah mengalaminya? Pernah. Saya yakin bukan hanya saya.

Pernahkah ketika kamu belum memiliki, namun dihadapanmu, orang yang minta dikuatkan meminta solusi kepadamu terhadap apa yang belum juga kamu miliki? "Diles, gue pengen nikah, cariin gue suami donk." Sejujurnya saya heran, ke mana orang-orang yang selama ini jadi 'tukang kompor' bagi kami yang belum menikah agar segera menikah, tapi tak pernah beri solusi yang pasti bagaimana caranya agar segera mungkin kami bisa menikah, hingga yang belum pun dimintakan solusinya? Terus aku harus jawab apaaaa??? *gigit bantal*

Meski diakhir pembicaraan, teman yang minta dicarikan pun akan berkata sambil tertawa "hehehe, tadi cuma iseng dan bercanda kok". Sebisa mungkin saya maklum, dan tidak menyetop apa yang dikeluhkannya, karena saya tahu betapa dikeadaan seperti ini sangat butuh penguatan, dan ketika ditanya kenapa meminta dicarikan pada yang juga belum bertemu, jawabnya dengan santai:
"Sebenarnyanya aku gak pernah mikir cerita sama orang yg lebih kuat. Tapi cerita sama orang yang bisa aku ajak berbagi, dan mengerti sama apa yg aku rasain. Percuma kalau dia kuat tapi gak ngerti. Kalaupun dia lagi lemah, lagi ngerasa yang sama, harapannya bisa saling menguatkan diri".

Semoga engkau di sana yang kuat, yang sudah tidak merasakan hal ini, mampu mengerti hingga tiada lagi "kompor" yang tidak pada tempatnya.

Pernahkah berikutnya dalam waktu yang sama ada lagi seorang saudari yang diusia umumnya pandangan orang sudah menikah tapi juga belum menikah, bercerita dengan sedikit keraguan tentang takdirNya, dan meminta nasehat kepadamu, yang juga belum menikah dan belum seusianya? Bisakah menjawab sabar sedang kita tak pernah tahu sesabar apa dia dalam penantian? Bisakah menasehati "abaikan saja yang ngeledekin" sedang selama ini dia lebih dulu dan lebih tau tentang abai dan mengabaikan. Bisakah menjawab dengan seenaknya kata "cari dong mba" atau "sama si itu aja mba, dia juga belum menikah" padahal dia bukan sandal jepit yang seenaknya dipasang-pasangkan. Bisakah menjawab "selama ini ngapain aja belum nikah juga?" Padahal kita tak pernah tahu seberapa besar usahanya. Duh Robbi, betapa banyak luka tersebab lisan yang tak pandai memilih kata, dan hati yang tak pandai meraba luka.

Pernah selanjutnya, pernahkah dari sekian banyak orang-orang yang meminta dikuatkan hari itu sedang kamu juga butuh penguatan kemudian memilih rumah sebagai tempatnya namun kau dapati seorang ibu yang selalu jadi sandaran, selalu jadi penguat, menangis tanpa daya meski hanya padaNya? Dan tahukah apa penyebabnya? dan ternyata penyebabnya adalah kamu, kamu yang juga belum menikah. Lagi-lagi kamu harus menguatkan bukan dikuatkan. Apa yang harus tersampaikan? Bolehkah sama-sama menangis bersama? Bolehkah kesal meraja? Bolehkah abai dalam rasa?
Nyatanya dari semua yang butuh penguatan, menguatkan orang yang selama ini jadi penguatlah yang paling berat. Paling menguras rasa, paling menahan gejolak ingin diperlakukan dengan sama.

Duhai Robbi, betapa caraMu menguatkan terbilang unik bagiku. Tiada maksud merasa paling menderita, tiada maksud merasa paling kuat, karena sungguh yakin ada yang lebih dari ini ujinya. Hanya, caraMu menguatkan ku adalah ketika terlebih dahulu aku Kau uji untuk menguatkan yang lain, hingga kemudian terinsyafi bahwa Engkau adalah sebaik-baik Yang Menguatkan.

Duhai Yang Maha Kuat, mohon kuatkan kami melewati ini. Betapa kami tiada daya meski kami telah berupaya.
Duhai Pengatur jodoh kami, Pengatur masa depan kami,   "..sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku". (Q.S Al Qasas: 24)

Berharap rahmatMu, agar tak lelah lisan ini berdoa hanya dan karenaMu, Ilahi...
"..dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku.." (Q.S Maryam:4)

Mohon berikan kami iman untuk mempercayai bahwa
".. Engkau adalah Yang Maha Penyayang diantara semua yang penyayang."(Q.S Al Anbiya:83)

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © / Mendidik Mencintai

Template by : Urang-kurai / powered by :blogger