MATI

Aku menyukai warna kuning, entah sejak kapan aku menyukainya, yang aku ingat, kebiasaanku mengumpulkan barang-barang berwarna kuning sudah ku lakukan sejak SMP. Apapun itu, hingga kini. Hampir semua barang adalah warna kuning, dinding kamar, tas, Alat komunikasi, botol minum, tempat makan, jam, pulpen, buku, dan lain-lain, bahkan 3 dari 4 kamar di rumah juga berwarna kuning ^^v

Jika ditanya mengapa suka warna kuning, ah entahlah. Kadang rasa suka itu tidak memiliki alasan. Begitulah, kuning sudah menjadi prioritas pilihan dalam barang-barang yang aku miliki. Apapun, yang berwarna kuning, akan selalu menggoda untuk dimiliki. Tapi tidak untuk bendera.

Ya, di antara barang-barang yang berwarna kuning, bendera kuning adalah yang paling tidak ku sukai. Ia memang menjadi sebuah nasehat akan kematian, tapi ia nya juga menjadi pengingat sebuah perpisahan, bagi diriku. 9 tahun silam, Juli 2006.

Bendera dengan warna kuning tertuju pada rumahku, dengan tertulis di dalamnya nama seseorang yang paling ku cinta, yang menjadikanku wanita, yang sepenuh hati dalam menjaga. Aku yang dalam usia 16 tahun saat itu sudah sangat mengerti artinya berpisah. Memahami bahwa, ini kehendak Allah, ada cinta untuknya hingga Ia mengambilnya. Aku menahan air mataku sedemikian rupa agar tak banjir di suasana duka, aku tak mau -bukan karena malu- melihat ia perlahan mengenakan pakaian akhirnya seketika itu pula melihat rona kehilangan yang teramat pada wajah keibuan mama.

Tak ingin membuatnya lebih lemah, karena perpisahan  ini sudah menjadikannya lemah, meski hanya sesaat..
Dan kemudian rumah dipenuhi oleh warga yang beriringan berdatangan untuk sejenak menatap tubuh kaku berbungkus kain putih ini, kemudian menepuk pundak salah satu di antara kami dan membisikan sesuatu. "Sabar ya" hanya itu.

Sejak saat itu, aku mengenal arti sabar, bukan karena banyaknya kata sabar yang ku terima hari itu, tetapi aku mengenal sabar karena dikenalkan oleh mama yang berjuang membesarkan 4 anak. Hingga sabar kemudian tak terdefinisi, ia telah menyelinap bergabung dan tumbuh dalam keseharian mama. Tiada keluh meski mungkin berkeluh. Katanya "biar hanya Allah yang tahu". Tiada marah meski terseret berdarah-darah. Katanya "Allah pasti akan membalas segala kebaikan".
Tiada berduka meski sesekali terkenang tentang suka. Katanya "dulu ayah selalu begini dan begitu".

Cerita yang tiada pernah habis, wujud bukti cinta seorang wanita terhadap lelakinya. Yang selalu bangga dalam kalimat aksaranya, seolah memiliki ayah kami adalah karunia terindah bagi mama.

Begitulah, saya terlalu percaya bahwa tiap zaman akan selalu melahirkan kisah cinta yang indah melebihi kisah picisan yang disanjung dan puja bak Romeo dan Juliet. Ini kisah cinta yang sesuai syariat Allah,  cinta yang semoga diiringi ridhoNya, cinta yang tumbuh dengan diawali mitsaqon golidzo sepasang manusia.

Jika Khadijah, Allah pasangkan bagi Muhammad Rosulullah, Siti Raham bagi buya Hamka, Ainun bagi Habibie, dan kini mama adalah pasangan yang paripurna bagi ayah, pun sebaliknya.

Dan kematian yang ditandai dengan bendera berwarna kuning selalu memberikan hikmah -meski diawali dengan kesedihan-, bahwa kematian bukan perpisahan, bahwa kematian bukan sebuah tanda lahirnya kesengsaraan, sama sekali bukan. Karena dari kematian kita belajar, bahwa yang menjamin kehidupan bukanlah darinya, ia yang Allah panggil terlebih dulu, tapi kehidupan kita sepenuhnya adalah jaminan Allah. Hanya pada Allah.

Hingga kini, kesedihan yang bermetamorfosa menjadi sebuah keyakinan itu selalu muncul ketika melihat bendera kuning yang terhempas pelan tertiup angin di sepanjang jalan yang terlewati. Keyakinan bahwa Allah tak akan pernah menelantarkan kita, kita yang masih Allah beri nafas sampai kini. Kita yang masih bisa merasakan indahnya warna warni. Dan yakin itu, semoga akan terus tertanam, meski sulit, meski sedihnya berhari-hari.

Untuk kamu, yang baru saja ditinggalkan.

Percayalah, Allah tak pernah meninggalkanmu dengan meninggalnya ia.
Percayalah, bahwa Allah memberimu satu lagi kesempatan untuk merasakan warna-warni takdirNya.


Percayalah, Allah sudah mengaturnya. Baik kita suka maupun tak suka, dengan segala warnaNya.

-Aldiles Delta Asmara-

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © / Mendidik Mencintai

Template by : Urang-kurai / powered by :blogger