SukaSuka

SUKASUKA

Aku suka kamu suka sudah jangan bilang siapa-siapa-lagu-

Tapi sayang, tulisan kali ini bukan membahas tentang 'suka-sukaan' ala romantisme FTV, film Korea, atau apapun itu. Tapi ini tentang satu kata.
"suka-suka dialah"
"suka-suka gue donk"

Sebelumnya mari bersyukur atas hati yang tak pernah terbersit untuk mengatakan yang demikian. Apalagi untuk suatu urusan maksiat.

Sebab satu kata ini memiliki dampak panjang dalam bersosial. Ia bisa jadi suatu indikator ketidakpedulian, dan juga sebagai indikator merasa paling benar.

Misalnya saja untuk kasus 'bermesraan di tempat umum'. Apa yang akan kita lakukan saat menemukan pasangan bermesraan di tempat umum? Tentu bukan pasangan pernikahan, sebab kita pasti bisa membedakan mana yang mesra dengan halal, mana yang mesra dengan haram.

Jika kita sering mengeluh tentang banyaknya kasus pornografi dan kekerasan seksual yang menimpa anak-anak pada lingkungan kita, mestinya yang kita pilih adalah menegur pasangan tadi agar berhenti bermesraan di tempat umum. Dampaknya luar biasa, kita dapat mencegah anak kita, anak tetangga atau siapapun untuk melakukannya lagi, sebab akan berprinsip "malu ah sama yang lain". Dari easa malu timbullah penjagaan diri, dari rasa malu muncul sikap menjaga kehormatan, dari rasa malu terhindarlah dari perbuatan maksiat. Padahal yang kita lakukan sederhana, menegur mereka yang bermesraan di tempat umum.

Mungkin sebagian orang beranggapan bahwa "suka-suka mereka deh, dosa juga mereka yang tanggung". Ya benar, dosa memang mereka yang menanggung, tapi dampak dari ketidakpedulian kita bisa jadi kita pulalah yang menanggungnya.

Banyaknya selebgram yang memposting foto bermesraan dengan pacarnya adalah salah satu dampak paling jelas dari pembiaran kita selama ini. Di dunia nyata tak ada yang menegur dalam bersalah, apalah lagi dalam dunia maya. Efeknya berimbas pada anak-anak yang menjadi followers mereka, menganggap itu keren, menganggap itu cara mendongkrak populer, dan menganggap itu cara mudah mendapat rupiah. Hingga kehormatan tergadai, masa depan terabai. Semua karena satu sebab, hilangnya peduli dari kita, orang dewasa.

Maka kini, jangan hanya mampu mengeluh dengan perubahan generasi, jangan hanya mengelus dada tentang bergesernya normawi, segera ambil tindakan pencegahnya. Tegur dengan baik, sebagai tanda bahwa apa yang mereka lakukan salah, dan juga sebagai tanda bahwa masih ada yang mempedulikan mereka.

Semoga tindakan kita sebagai bukti penyelamatan generasi.

Insyaa Allah.

-Aldiles Delta Asmara-

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © / Mendidik Mencintai

Template by : Urang-kurai / powered by :blogger