4 Tahun Perbedaan

Bismillahirrohmanirrohim..

Malam ini mari kita bertemankan dengan seteguk mesin waktu yang memutar kenangan pada 4 tahun silam. Sambil memandangi Rafa yang telah lebih dulu terlelap di samping umma.

Malam menuju 13 Januari 2012.

Malam itu, bukan hanya kau yang tidak bisa tidur, aku pun iya. Menanti bergantinya waktu yang juga berperan sebagai pergantian status. Dari anak menjadi istri. Itu bagimu, bagiku malam ini adalah pergantian status, dari bersama menjadi sendiri, dari menjaga menjadi melepas, dari memiliki penuh menjadi hanya kenangan yang utuh. Tak bahagiakah aku dengan pernikahanmu? Hei, aku tak sejahat itu, kalau kau bisa melihat hatiku, aku adalah orang yang paling pertama berbahagia atasmu, sebab artinya tugasku menjagamu telah usai, sebab tak ada yang paling membahagiakan selain melihatmu bahagia. Tapi dibalik itu, aku pula orang yang paling pertama kehilangan dengan pernikahanmu :(

Kau tahu apa yang paling membuatku bersedih hari itu? Bukan, bukan karena perbandingan antara Aldila dengan Aldiles akan segera dimulai, toh sejak dulu orang-orang memang selalu membandingkan antara aku dan kamu kan? Aldiles yang cerewet Aldila yang kalem, Aldiles yang ketus Aldila yang santun, Aldiles yang tak pernah senyum Aldila yang selalu senyum, Aldiles yang pemalas Aldila yang rajin, Aldiles yang biasa aja Aldila yang cantik, -bahkan kini bertambah Aldiles yang gendut Aldila yang kurus- dan perbandingan-perbandingan lainnya. Nyatanya bukan itu, sebab perbandingan antara takdir kita sudah biasa bagiku, dan akupun bukan orang yang menuntut takdir harus selalu beriringan sejalan antara si kembar. Lalu karena apa?

Maafkan, kau tahu? Bagaimana sulitnya bertarung melawan dua rasa yang berlawanan? Antara bahagia dengan sedih yang mendalam, mana yang harus ku ekspresikan pada hari itu? Duhai saudariku yang telah bersama sejak rahim, maafkan jika saat itu aku memenangkan kesedihan untuk menemani hari bahagiamu. Dua malam-bahkan lebih- aku tak tidur menerima kenyataan bahwa 'kau pergi, sungguh kau akan pergi'. Kenyataan bahwa kau akan meninggalkanku yang membuat sedih bertumpuk-tumpuk. Hingga ia menjelma menjadi ucap ketus, tatap tak acuh, dan senyum palsu. Kau membaca, aku tahu kau membaca. Sebab memang sejak dari dulu hanya kau yang pandai membaca 'pesan' ku.

Maafkan, sungguh maafkan. Aku merenggut kebahagiaanmu dengan tak senyumnya mama pada hari itu tersebab sedih memikirkanku. Maafkan, sungguh maafkan, dihari pertama pernikahanmu kau dihadapkan dengan sebuah tanya "sebenarnya keluargamu setuju kamu nikah denganku gak sih?"

Terima kasih atas kesabaranmu melewati masa berat itu, terima kasih atas pengertianmu mendampingi aku yang malah sebagai ujian awal bagi pernikahanmu. Terima kasih atas pemahaman bahwa ini adalah cinta, saat yang lain menatap dengan tatapan yang tak pernah mereka mengerti, iya, hanya kita yang mengerti perasaan ini, dan kau melewatinya dengan nilai yang begitu sempurna. Hingga aku kembali memelukmu, hingga Allah kembali lembutkan aku tuk menerimamu. Jalan yang panjang bukan? Dan itu mungkin tak akan berhasil jika bukan karena perjuanganmu bersabar terhadapku. Ssssttt, betapa suamimu beruntung memilikimu yang telah teruji kesabarannya.

Segala puji atas tarbiyah Allah yang mengiringi kisah kita, meneguhkan keyakinanku bahwa "meski engkau pergi, namun Allah takkan pernah pergi". Dan keteguhan serta keyakinan itu membuatku kembali memilikimu. Seiring waktu berjalan, kau buktikan padaku bahwa kau tak pernah meninggalkanku, meski tak bertemu raga. Nyatanya kau temani aku dengan jiwa, dengan rasa, dan dengan berlinpahnya doa untuk kebaikan-kebaikanku. Bahkan kadang tanpa kata, kau hadir lewat perwujudan raga menjelma dihadapanku, di Jakarta, seperti saat ini. Itukan bukti cintamu?

Kau bertanya "4 tahun itu waktu yang sebentar atau lama buat kamu, Diles?"
Cukup lama, bagiku cukup lama untuk mencuri ilmu dari pernikahanmu yang 4 tahun itu. Terima kasih ya, atas ilmu yang tidak sengaja aku curi dari 4 tahun pernikahanmu. Banyak sekali, hingga mungkin kau tak tahu bahwa begitu banyak yang telah aku curi secara diam-diam darimu. Ketangguhanmu melewati dua kali kelahiran tanpa pendampingan suami, kesabaranmu mengasuh, terampilnya membereskan rumah, kreatifnya membuat makanan untuk suami dan anak, pandai menjaga amanah keuangan suami, lihai mengatur cemburu, marah, dan lainnya. Semua ku curi. Hingga aku berpikir bahwa inilah hikmah baik sangka pada tiap takdir Allah yang sejak awal pernikahanmu susah payah untuk ku bangun. Alhamdulillah.

Dan kini, aku terpesona dengan takdirNya. Allah kirimkan kau untukku, untuk membersamaiku, menyertaiku, menguatkanku, menopang rapuhku, di hari 4 tahun pernikahanmu, dengan ditemani dua malaikat penghilang sedih yang bertumpuk. Tak ada ucap yang layak berderet-berderet untuk ku katakan padamu, selain Barokallahu laka wabaroka 'alaika wajama'a bainakuma fii khoiir. Semoga Allah memberi barokah padamu dan semoga Allah memberi barokah atasmu, dan semoga Ia menghimpun kalian berdua dalam kebaikan.

Kini mari kita tertawa mengenang 4 tahun lalu dengan ucapanmu "tenang Diles, aku gak bakal cemberutin kamu disaat hari pernikahanmu kok" :)



-Aldiles Delta Asmara-
Dalam detik-detik

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © / Mendidik Mencintai

Template by : Urang-kurai / powered by :blogger