Bau Tanah

Kamu tahu? Dihari yang akan terjadi gerhana bulan pada petang hari ini, siang bagaikan padang pasir yang berpindah ke langit Jakarta. Terik dan membakar. Tiba-tiba saja saya mencium bau sesuatu, ini bukan tentang aroma busuk yang sudah terbiasa singgah dihidung orang-orang Jakarta dari mampetnya saluran air yang menjelma jadi tempat pembuangan sampah. Tapi ini bau tanah, yap bau tanah yang pada artinya sebenarnya, bukan bau tanah yang sering jadi bahan guyonan untuk menyebut seseorang yang sudah lansia. Tanah yang mungkin terbakar oleh terik. Tak menyisakan sedikitpun ruang untuk hujan turun pada siang ini. Sungguh.

Namun, saya tak ingin mengikuti arus pengutuk remaja-remaja tanggung yang tidak pernah belajar tentang rasa syukur, mengutuk panas, kemudian Allah beri hujan, namun hujan pun tak luput dari kutukan. Jadilah pada terik yang mengelupasi kulit dan menusuk rongga dalam tengkorokan, keluhku mewujud memohon ampun. Mungkin baiknya seperti itu.
Tiba-tiba saya teringat akan firman Allah.
(Al-'A`rāf):96 - Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.

Panas terik, hujan mewujud banjir, mungkin merupakan suatu peringatan, peringatan agar kita kembali padaNya, dalam langkah yang tak lagi malu-malu dalam mendekatiNya. Dalam langkah yang nyata menghamba dalam balutan penyesalan akan kenakalan.

Kembalilah padaNya dalam ketaatan penuh mesra.

-langit malam dzulhijjah dalam penantian gerhana-

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © / Mendidik Mencintai

Template by : Urang-kurai / powered by :blogger