Guru

Banyak beredar video ketidaksopanan murid kepada gurunya, dengan caption makian. Anak-anak seperti itu tidak perlu dimaki, cukup dicintai. Mereka kenyang dengan makian dari segala penjuru hingga berlaku seperti itu bagi mereka bukan hal baru.

Mau menasihati?? Mereka lebih kenyang lagi. Kalau menurut ajo Bendri ikatlah hati sebelum menasihati. Jadi sebelum menasihat, mari mencintai.

Sebagai seorang guru, saya pernah beberapa kali merasakan kejadian serupa. Badan didorong keras disertai tatapan galak oleh seorang anak kelas 5 SD, diancam dilaporkan ke polisi oleh anak kelas 6 SD, diamuk dengan banting kursi di depan saya, juga oleh anak kelas 6 SD. Baper? Jelas, rasanya gemes banget pengen jitak dan nabok balik bahkan pengen banget bilang "Besok jangan belajar sama saya, cari sana guru yang lain!".

Tapi saat berada di tengah kejadian itu, rasa iba lebih banyak muncul. Ketika mereka berbicara melotot sambil menunjuk-nunjuk muka saya, yang hadir di benak justru sesosok anak kecil yang teramat ketakutan karena sering diperlakukan seperti itu, hingga tanpa sadar ia merefleksikan ulang pada saya.
Jadi apa yang harus dilakukan?
TENANG dan CINTA.

"Kamu gak suka sama kakak? Oke gapapa, tapi kamu bisa kok bicara yang lembut tanpa harus kasar begini, yaudah kalo kamu udah tenang, kakak ada di ruang pengajar".

-jalan ke ruang pengajar sambil nahan air mata-

Qodarullah, 10 menit siswa tersebut menghampiri saya dan keluarlah semua keluh kesahnya. Pertemuan-pertemuan berikutnya, sikapnya berubah layaknya bayi. Bicara manja khas anak-anak yang ga mau lepas. "Aaaa kakak, ayo kita belajar". 😍

Intinya jangan pernah memarahi balik, jangan pernah membuat tembok penolakan pada, jangan pernah mengasingkannya dengan label "anak nakal". Karena tanpa kita beri label, mereka sudah kenyang dengan label yang sudah telanjur menempel pada mereka.

"Hai anak baik" Sapa saya suatu hari pada siswa SMP.

"Kakak salah, sangat salah, saya ini anak nakal, kakak gak usah bohong. Semua orang juga bilangnya saya nakal."

Konsep diri yang negatif mungkin salah satunya tercipta karena label dari kita. Padahal mereka masih sangat berpeluang menjadi baik.

Si bocah SD yang pernah mengancam akan melaporkan saya pada polisi, di akhir pertemuan ajaran beberapa bulan setelahnya dia bicara dengan bahasa khas ala anak-anak. "Kakak, waktu itu aku pernah ngancem-ngancem kakak ya, hehehe maapin aku ya kak. Ya ampun, malu ih ngingetnya kenapa bisa begitu".

Beri mereka porsi cinta, meski makan hati. Jangan jadi orang dewasa yang menambah luka anak-anak. Maka cinta kitalah yang dapat menuntunnya ke dalam cahaya. Dan itu sebaik-baik karunia yang Allah titip pada kita. SEMOGA.

*Sesedih-sedihnya dimaki sama murid, lebih sedih lagi saat justru melihat murid yang baik di depan, nurut, kelihatan baik-baik saja bahkan berprestasi, tapi saat tak di depan kita, mereka justru menikam dengan perilaku mereka yang bermudah-mudah membuka aurat, bergaya tak pantas dan melepaskan kehormatan mereka. Sakitnya lebih dalam. 😩

Wahai guru, PR kita masih banyak.

-Aldiles Delta Asmara-

catatan untuk nabok diri sendiri, jangan ikut-ikut menilai mereka buruk.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © / Mendidik Mencintai

Template by : Urang-kurai / powered by :blogger