Mengasah nurani, saat hati terasa tak lagi tajam.
Tumpul, penuh karat.
Dengan cara
apa??kau bisa lihat orang-orang disekelilingmu, di jalan-jalan penuh debu, pada
mereka yang sedang menengadah penuh iba, berharap pada seseorang yang mereka
pikir masih memiliki hati. Sedikit untuk rasa lapar mereka.
Kau bisa
lihat pada mereka, tubuh-tubuh kecil nan kurus yang berjalan beringsut dilantai
metromini, memandang dengan tatapan penuh harap pada keping recehmu. Hanya lima
ratus dari dompetmu yang tebal.
Kau bisa
lihat pada mereka, yang bersahabat dengan terik matahari dan debu jalanan yang
mengubah warna kulit mereka, yang berharap mendapatkan keteduhan bagi hatinya
yang telah lama mati dari kasih sayang. Berharap sedikit dari sayangmu, jika
kau rela, jika tidak tak perlu memaksa.
Kau bisa
lihat pada mereka, tubuh-tubuh renta dengan benda-benda berat yang dipikulnya
melebihi beban tubuhnya. Berjuang untuk kebahagiaan anaknya, seorang ibu,
seorang ayah yang tua renta tak lagi muda. Yang membuat hati kita bersyukur
bahwa ibu dan ayah sedang bekerja di ruang berAC dengan makanan di
sampingnya.
Maka, izinkan
sejenak hatimu berada pada posisi mereka, menjadi peminta-minta belaskasih yang
bercampur debu hitam. Izinkan sejenak air mata itu mengalir untuk mereka.
Izinkan sedikit uangmu berada ditangan mereka yang menyambutnya dengan tatapan
bahagia dan syukur. Dan izinkan ada nama mereka dalam doa-doamu yang panjang,
berharap agar mereka kelak dapat bahagia, agar ada tangan-tangan penuh kasih
mengulurkan pada mereka.
Robby, beri
mereka bahagia.
*di ruang-ruang hati Blok M-Kp Rambutan
0 komentar:
Posting Komentar